Ribuan warga sipil yang tergabung dalam Forum Kamtibmas ‘Kalba’ di Kota Bantaeng, ibukota Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, kini mulai beraksi kembali membantu petugas kepolisian setempat memburu para pelaku kejahatan. Kehadirannya, membuat sejumlah perampok dan pencuri ternak di daerah tersebut ketakutan dan segera melaporkan diri ke pihak kepolisian sebelum harus berhadapan dengan massa Kalba.
[caption id="attachment_114174" align="aligncenter" width="640" caption="Bupati Bantaeng H. Nurdin Abdullah ketika berdialog dengan masyarakat di puncak Ulu Ere/ Ft: Mahaji Noesa"][/caption]
Langkah awal, massa ‘Kalba’ yang dipimpin langsung ketuanya, Zainuddin, Sabtu, 11 Juni 2011, dilaporkan, bergerak memasuki Desa Pajukkukang dan Desa Palajoang di Kecamatan Gatarang Keke. Di kedua lokasi ini mereka mencari sejumlah orang yang telah dicurigai sebagai pelaku kejahatan. Seorang warga berhasil digiring massa ‘Kalba’ ke Polsek Gantarang, dan memang, mengaku sebagai pencuri ternak. Seorang yang juga mengaku sebagai pencuri ternak, justru menyerahkan diri ke Polsek Pajukukang sebelum digrebek massa Kalba.
Menurut informasi, saat ini masih terdapat lebih dari sepuluh nama telah dilaporkan masyarakat ke Forum Kalba, yang sering melakukan aksi kejahatan di berbagai tempat di Kabupaten Bantaeng.
Forum Kabtibmas Kalba di Bantaeng ini sebenarnya sudah terbentuk puluhan tahun lalu. Sama dengan model Pengamanan Swakarsa (Pam Sawakarsa) yang banyak dibentuk atas inisiatif warga beberapa waktu lalu di sejumlah kabupaten lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), dengan maksud untuk membantu pihak kepolisian yang dinilai kewalahan untuk melawan aksi-aksi kejahatan perampokan, dan terutama pencurian ternak sapi serta kerbau milik masyarakat.
Pam Swakarsa yang terbentuk di sejumlah kabupaten tersebut, justru pernah sangat ditakuti oleh para pelaku kejahatan di wilayah Sulawesi Selatan. Dibuktikan dengan banyaknya penjahat menyerahkan diri ke petugas kepolisian, sebelum harus menghadapi operasi yang dilancarkan massa Pam Swakarsa. Selain itu, dikabarkan banyak penjahat ketakutan memilih meninggalkan wilayah Sulsel.
Soalnya, massa sipil yang tergabung dalam Pam Swakarsa ini, tak hanya sebatas mencari mereka yang dicurigai sebagai para pelaku kejahatan agar menyerahkan diri ke petugas kepolisian. Massa mereka pun terkadang harus menggiring paksa penjahat yang telah diberitahu tapi tak juga mau melaporkan diri ke petugas kepolisian. Bahkan tidak sedikit jumlah penjahat yang tertangkap tangan melakukan aksi kejahatan, atau melakukan perlawanan ketika digrebek, tewas dimassa anggota Pam Swakarsa tersebut.
Akibatnya, kemudian timbul pro-kontra terhadap aksi-aksi Pam Swakarsa yang dinilai sering main hakim sendiri. Sekalipun di sana-sini memberikan dampak ketenangan dengan terhentinya aksi-aksi perampokan dan pencurian ternak milik warga di sejumlah tempat di Provinsi Sulsel.
Kemunculan kembali Forum Kamtibmas Kalba di Kabupaten Bantaeng, dilatari adanya peristiwa penculikan bocah sejak Desember 2010 di wilayah Kabupaten Bantaeng. Sejak itu hingga saat ini sudah tercatat lima kali kejadian penculikan anak di wilayah Kabupaten Bantaeng. Anak-anak yang diculik dari anggota keluarganya tersebut, semuanya masih terbilang bocah berkelamin perempuan. Anehnya, setelah beberapa saat diculik dari lingkungan keluarganya, bocah-bocah itu ditelantarkan oleh penculiknya.
Peristiwa terakhir, dilaporkan terjadi pada 26 Mei 2011. Seorang bayi perempuan berusia 8 bulan -- anak dari pasangan keluarga Hendra dan Sulastri, diculik di tempat kediamannya di Desa Pajukkukang Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng. Beberapa jam bayi ini menghilang, kemudian ditemukan ditelantarkan penculiknya dengan tangan terikat di sebuah bagang apung di pesisirpantaiPajukukang.
Sebelum kejadian tersebut, terjadi peristiwa menggegerkan masyarakat di Kabupaten Bantaeng lantaran terjadi tindakan amuk massa menewaskan seorang penumpang mobil yang diisukan sebagai kawanan penculik anak.
Menurut cerita warga di Kota Bantaeng, isu penculikan anak merebak di daerah yang bergelar ‘Kabupaten Butta Toa’ ini sejak tahun lalu, seiring dengan maraknya isu penculikan anak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kejadian pertama dengan menghilangnya seorang bocah berusia 7 bulan di sekitar komplek Kantor Dinas Kesehatan di Kota Bantaeng, Desember 2010. Menyusul peristiwa serupa terjadi Januari 2011 di Kelurahan Lamalaka Kecamatan Bantaeng. Peristiwa berulang Pebruari 2011 di kelurahan yang sama. Kemudian seorang bocah menghilang dari lingkungan keluarganya di Kelurahan Bonto Sunggu Kecamatan Bissapu, April 2011. Dan, peristiwa penculikan bocah Nur Fadillah yang kemudian ditemukan terikat di sebuah bagang, Mei 2011.
Peristiwa penculikan bocah secara beruntun tersebut menimbulkan keresahan yang luas di kalangan warga Kabupaten Bantaeng. Apalagi pihak kepolisian hingga saat ini belum juga dapat menangkap pelaku, maupun mengungkap motif yang melatari rentetan penculikan bocah tersebut.
Berbagai versi cerita kemudian muncul dan beredar dari mulut ke mulut di kalangan masyarakat terhadap aksi penculikan bocah di Kabupaten Bantaeng. Ada yang menyebut dilakukan oleh orang-orang yang menuntut ilmu hitam. Disebut-sebut juga pelaku sulit ketangkap. Lantaran dari beberapa kejadian yang dilaporkan warga, yang kemudian melakukan ronda di desanya masing-masing, pernah ada yang mengejar sosok manusia di malam hari kemudian ketika hendak ditangkap berubah menjadi seekor anjing. Ada yang diceritakan berubah menjadi burung, serta ada sosok yang dikejar lantas berubah menjadi kucing.
Warga yang kemudian aktif melakukan ronda malam berkaitan peristiwa penculikan bocah khususnya di wilayah perkotaan Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissappu, tak jarang melakukan penghakiman terhadap binatang kucing dan anjing yang dicurigai sebagai perubahan wujud dari penuntut ilmu hitam.
Selain itu, peristiwa penculikan sejumlah bocah yang masih belum diketahui pasti motifnya di Bantaeng ada yang menilai sebagai salah satu upaya dari segelintir orang yang sirik terhadap kemajuan pembangunan serta jalannnya pemerintahan yang tenang dan sejuk di tangan kepemimpinan Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah.
Sebagaimana diketahui, Kabupaten Bantaeng yang beberapa tahun sebelumnya sering dikait-kaitkan dengan hal yang tak menyenangkan, seperti sebagai lokasi warga bergizi buruk sampai pernah harus diintervensi bantuan susu selama setahun. Lahan pertaniannya sering menjadi langganan hama, dan puncaknya tahun 1977 sekitar 700 ha tanaman padi di daerah ini amblas diserang Tungro. Termasuk pernah terjadi ada siswa sekolah di Kabupaten Bantaeng 100 persen tak lulus ujian nasional.
Namun tiga tehun terakhir, sejak terpilih dan dilantiknya HM.Nurdin Abdullah, 6 Agustus 2008 sebagai Bupati Bantaeng untuk periode hingga tahun 2013, cerita-cerita memiriskan dari daerah ini sudah terpupus. Wilayah terasa aman dengan peningkatan kesejahteraan dan gairah kehidupan masyarakat di semua sektor dan lapangan usaha. Bahkan berubah dengan penonjolan prestasi yang menjadikan Kabupaten Bantaeng sebagai contoh khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Seperti dalam hal pengembangan sejumlah usaha pertanian rakyat, pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan, pengembangan fasilitas wilayah perkotaan, peningkatan kinerja aparat, pengembangan kehidupan masyarakat nelayan dan pesisir pantai, pengembangan wilayah agrowisata, wisata pantai, dan sebagainya. Termasuk kini Bantaeng telah dipilih menjadi lokasi pilot proyek pengembangan benih padi berbasis teknologi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Gaya kepemimpinan Bupati HM.Nurdin Abdullah yang tak banyak bicara, tapi lebih sering langsung terjum ke lapangan menyapa rakyat, melihat dan mendiskusikan masalah untuk kemudian dicarikan solusi secara bersama.Telah membuahkan hasil yang dirasakan langsung warga masyarakat Kabupaten Bantaeng dengan peningkatan inkam per kapita dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta saat ini.
Tak heran jika munculnya serentetan peristiwa penculikan bocah yang menimbulkan keresahan, mengganggu ketenangan masyarakat lantas menggugah Zainuddin, Ketua Forum Kamtimbmas Bantaeng, untuk menggalang kembali kekuatan. Dalam rangka membantu pihak kepolisian melawan aksi-aksi kejahatan yang berdampak merusak stabilitas, situasi aman dan tenteram yang telah dirasakan dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Bantaeng dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sebelum kembali beraksi awal bulan Juli 2011, Forum Kabtibmas Kalba Bantaeng yang beranggotakan massa dari berpuluh desa memperkenalkan diri dengan melakukan kampanye keliling Kota Bantaeng dan sekitarnya. Seperti pada awal kehadirannya beberapa tahun lalu yang berhasil mengenyahkan aksi penjahat, kehadiran kembali Pam Swakarsa ‘Kalba’ bertekad membantu pihak kepolisian memberantas sumber dan palaku berbagai jenis kejahatan khususnya di Kabupaten Bantaeng.
Dalam berbagai kesempatan berbincang dengan Bupati Bantaeng, HM.Nurdin Abdullah, dikatakan, kehadirannya di Kabupaten Bantaeng adalah semata-mata untuk bekerja bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Setelah dua tahun lalu berhasil membebaskan Kabupaten Bantaeng sebagai ‘Daerah Tertinggal’, dia berharap cita-citanya meminimalkan jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Bantaeng dapat terujud selama dalam masa tugasnya diberi kepercayaan memimpin jalannya pemerintahan, pembangunan, dan urusan masyarakat di Kabupaten Bantaeng.
‘’Suasana lingkungan kehidupan yang aman dan tenteram akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk memperbaiki taraf kehidupannya, menjalankan usaha, dan meningkatkan kesejahteraannya,’’ katanya suatu waktu dalam suatu perbincangan di Kota Makassar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H