Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Manusia Kayu Legal Logging di Makassar Art

11 November 2015   05:18 Diperbarui: 11 November 2015   08:11 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Legal Logging karya Mike Turusy/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]Manusia kayu. Begitulah kesan awam saya ketika berkesempatan menyaksikan lukisan berbingkai 1 x 1 meter berjudul Legal Logging. Pelukisnya, Mike Turusy, sekalipun di berbagai kesempatan mengaku sebagai perupa otodidak, melalui karyanya yang satu ini tak hanya menunjukkan kepiawaian tingkat tinggi menggunakan cat minyak mewujudkan anatomi obyek secara natural. Akan tetapi sekaligus mencermikan kepadatan pengetahuan dimiliki perupa Makassar -- sang pelukis wajah Syekh Yusuf sebagai dokumen pelengkap tatkala diusulkan sebagai Pahlawan Nasional asal Sulawesi Selatan.

Legal Logging merupakan salah satu dari 17 karya pilihan perupa Makassar yang ditampilkan dalam pameran lukisan Makassar Art Day#7 bertajuk Menjahit Ombak Losari, berlangsung 29 Oktober – 9 Nopember 2015, di Ruang Seni Rupa Makassar, gedung Makassar Art Galery, pelataran Pantai Losari, kota Makassar.

Ada semacam kesan dan pesan satire tatkala memelototi lukisan Legal Logging digambarkan dengan sosok seorang petani bertelanjang dada memikul kayu bakar untuk kepentingan keseharian menutupi derita hidupnya dengan tangan berengsel. Sebuah lukisan indah menampar aktifitas buruk para perambah hutan yang dapat hidup bermewah-mewah di alam nyata sekalipun  melibas aturan bercap Ilegal Logging.

[caption caption="Inilah gedung Makassar Art Gallery di Pantai Losari/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

[caption caption="Inilah 17 lukisan Menjahit Ombak Losari#7 di Makassar Art Gallery/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]Mike Turusy selain mengikuti perkembangan aktual urusan-urusan kenegaraan,  sepertinya pernah hidup lama di perkampungan-perkampungan rakyat pinggiran hutan masa lalu, hingga mampu mendekati prima melukiskan liuk urat-urat kayu, asesori-asesori petani pencari kayu,  hingga juga memahami perputaran simpul-simpul pengikat kayu.

Kian lama menatap lukisan manusia Legal Logging mampu memanipulasi imaji seolah lukisan hidup terbuat dari pahatan kayu bukan permainan cat minyak. Pelukisnya hebat!

"Semua karya lukis yang tersaji di ruang Makassar Art Galery murni hasil karya perupa Makassar. Sekalipun semua karya yang masuk galery ini untuk dijual, kita harap ke depan bisa ada kurator menilai setiap event pameran hasil karya sebelum dilepas kepada pembeli untuk memberi makna kepada perupanya,’’ komentar Zainal Betta, pelukis bercat tanah liat asal kota Makassar saat disapa di luar ruang pamer.

[caption caption="Berdua di Pantai karya Ismail/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Sebanyak 16 perupa  lainnya  dalam Makassar Art Day#7 menampilkan karya dengan aliran masing-masing. Terdapat empat lukisan berikut saya tatap berulang lantaran judulnya semudah sedekat rasa memahami kalimat puitik Menjahit Ombak Losari yang menjadi tema pameran lukisan di Makassar Art Galery.  Masing-masing, lukisan berjudul Rojo Siwennina Indo’ta (32 x 42 cm) karya M Ashar Arsan, memainkan goresan garis-garis hitam putih mirip sketsa. Kemudian, Pulang (55 x 65) karya Siswadi Abustam. Lulusan University of Florida ini menampilkan lukisan angkutan tradisional bendi menggunakan pencil on paper, mengingatkan masa-masa lalu di pedalaman Sulawesi Selatan, saat alam masih asri tanpa deru ojek, bentor dan pete-pete. Dua karya lainnya, lukisan Berdua di Pantai, perupa Ismail dan Pitujui Tontonganna  (80 x 80) karya Achmad Fauzi sekalipun cenderung dekoratif simbolik, gambaran dua perahu dan dua tangan kaya warna sejuk dipelototi.

Lukisan Bunga Palsu (30 x 40) karya Budi Haryaman, Pause (40 x 40) karya Irwan Nuhung, Keith (60 x 90) karya Faisal UA, Mantra (23 x 38 x 30) karya Zam Kamil, Kidal (42 x 29) karya Mercy Nasra, Indonesia Milik Kita (68 x 47) karya Irsandy Muis, Kita Punya Seluruh Dunia di Halaman Belakang karya Muh Suyudi, Muka Dua (50 x 50) karya Aryo Bayu, Nyanyian Humaira (21 x 29) karya Ahmad Anzul, Sarita (120 x 130) karya Artini Salulinggi, Sayo Kembe’ (40 x 70) karya Amrullah Syam, dan Mr Tiger (40 x 60) karya Akhran Marcell, memerlukan ekstra penghayatan untuk memahami goresan maupun pemanfaatan warna dikaitkan dengan judul lukisan. Aliran abstrak, karikatural, sketsa, dekoratif, instalasi, ekspresi dan realis perupa Makassar ternyata ada di sini sudah ada dikekinian masa.  

Berapa harga sebuah lukisan di Makassar Art Galery? Sepanjang masih dipajang di ruang pamer lukisan tidak dipasangi label harga, dengan maksud agar tidak merusak suasana pengunjung untuk menikmatinya. Jika berminat beli lukisan, hubungi langsung petugas-petugas di balik bilik ruang pamer Makassar Art Galery. Muatan tekad dalam munculnya pergerakan Menjahit Ombak Losari, jangan pernah henti seperti sejatinya karya-karya lukis hebat yang dibuat atas pesanan diri para perupa itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun