‘’………….Ikatte ngaseng bonena lino//Bajina punna tuli sikatutui//Teaki sigenra-genra//Teatongki’ sipanra’ panra’ki………….’’
(Bhs. Makassar, terjemahan bebas: ‘’….Kita semua penghuni dunia, alangkah baiknya jika dapat saling mengasihi, menghindari selisih paham, tidak pula saling merusak….’’)
[caption id="attachment_99985" align="aligncenter" width="576" caption="Abdi Bashit alias Cucut (baju hitam) ketika mentas di Johor Bahru, Malaysia/Foto.dok"][/caption]
Penggalang syair nyanyian yang disenandungkan dengan nada jernih oleh vokalis muda wanita, Reny, mengilustrasi sajak ‘Kado Perkawinan’ yang dibawakan oleh penyair handal Sulsel, H.Udhin Palisuri, membuat lebih dari 3.000-an orang yang menghadiri prosesi upacara pernikahan Putri Fatimah Nurdin dengan Farid Arman, 2 April 2011 di Rumah Jabatan Bupati Bantaeng, hening seketika.
Irama gendang adat yang sebelumnya tak henti bertalu, termasuk ketika dilakukan pembacaan khotbah nikah usai pelaksanaan akad nikah, pun seolah tertelan oleh tiupan seruling flute dari pemusik Cucut yang dialunkan lamat-lamat menginterval pembacaan sajak ‘Kado Perkawinan’ tersebut..
Kolaborasi lagu, deklamasi sajak serta irama flute yang terasa syahdu membuat kelopak mata Prof.Dr.Ir.H.Nurdin Abdullah,M.agr (Bupati Bantaeng) dan Ny.Hj Lies F Nurdin tampak berkaca-kaca. Kedua orang tua Putri Fatimah Nurdin ini terharu bahagia, menyaksikan putri tertuanya bersanding dengan mantan kekasih yang telah resmi menjadi suaminya.
[caption id="attachment_99986" align="alignright" width="250" caption="Abdi Bashit alias Cucut"][/caption]
Musikalisasi kalimat-kalimat puitik seperti ini, termasuk kepiawaian meramu musik mengiring gerak tari yang disorot permainan cahaya, menurut Cucut, menjadi salah satu penopang kuat keberhasilan pertunjukan Teater Musik dan Tari ‘I Lagaligo’ sutradara Robert Wilson ketika mentas dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat internasional.
Cucut yang nama lengkapnya Abdi Bashit, kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, 12 April 1961, merupakan salah satu dari sekitar 40 pemusik dan penari asal Indonesia yang terpilih mengiringi pertunjukan Teater Musik dan Tari ‘I Lagaligo’ yang pertama kali pentas awal 2004 di Explanade Theater of The Bay – gedung teater termegahnya Asia dengan kapasitas 2.000 penonton di Singapura.
Pementasan Teater Musik dan Tari yang diangkat dari naskah cerita I Lalagligo milik leluhur orang Sulawesi Selatan tersebut, mendapat sambutan luar biasa dalam pertunjukan selama tiga hari di Singapura.
Juli hingga September 2004, Cucut pun ikut dalam tour pertunjukan I Lagaligo di Eropa. Masing-masing, di Kota Amsterdam (Belanda), Barcelona dan Madrid (Spanyol), Lyon (Prancis) dan Kota Ravenna (Italia).
Suami dari Nurmila yang menyelesaikan studi Strata Satu (S-1) di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) tahun 1988, tetap dipakai oleh sutradara Robert Wilson ketika melakukan pementasan I Lagaligo pada musim panas pertengahan 2005 di Lincoln Centre, New York, Amerika Serikat. Demikian pula ketika melakukan pertunujukan pada akhir tahun 2005 di Jakarta, tahun 2006 di Meulborne (Australia), di Milan (Italia) tahun 2007, dan Taipeh (Taiwan) tahun 2008.
[caption id="attachment_99988" align="alignleft" width="480" caption="Cucut berphose di depan Gedung KBRI di Rusia/Ft.dok"]
Cucut menyatakan bersyukur kepada Allah SWT yang telah merakhmati kepandaian bermain musik dan menari yang menyebabkan dia dapat menjejakkan kaki di sejumlah kota dalam lima benua di dunia. ‘’Saya pernah dalam suatu penerbangan ke benua Amerika melintas di atas batas wilayah dunia yang di kiri gelap atau malam dan di kanan siang terang benderang, Pemandangan spektakuler seperti itu nyata terlihat,’’ katanya.
Ayah dari dua orang anak yang dikagumi banyak pihak sebagai pemusik serba bisa, dapat menata dan memainkan segala jenis alat musik – petik, gesek, tiup dan tabuh, termasuk vokalis, mengakui menekuni seni musik diawali dengan ketertarikannya terhadap alat musik tradisional Sulsel -- gendang, suling dan gitar di tahun 1980. ‘’Saya pelajari secara otodidak. Saya belajar memainkan musik-musik itu tanpa ada arah mau kemana. Awalnya, sekedar suka saja,’’ katanya.
Ketertarikan jiwanya, diakui Cucut, justru cenderung lebih besar ke seni tari. Terutama setelah bergabung dengan Sanggar Merah Putih dan Yayasan Anging Mamiri (YAMA) tahun 1985 di Kota Makassar. Pernah mengikuti Pelatihan Sanggar Guru Tari yang dilaksanakan Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya tahun 2000 di Jakarta. Berikut terlibat dalam Pekan Koreografer Indonesia di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Jiwa seni tari yang begitu kuat merasuki raganya, akhirnya mendorong Cucut tahun 1994 membentuk sanggar Seni Tari Ajuara. Penerima Celebes Award Sulsel tahun 2002 ini, memang, memiliki sejumlah prestasi dan karya mengagumkam di bidang seni tari. Di antaranya, kreasi seni tari ‘Makkadaro’ ciptaannya dipilih sebagai penampil dan koreografer terbaik dalam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional I tahun 1990 di Solo.Ciptaan tari lainnya,‘Pammasari’ masuk 10 besar dalam penilaian klasifikasi peñata tari kreasi baru tingkat nasional tahun 1994 di Jakarta. Banyak jenis tari lainnya, termasuk sejumlah tari untuk anak-anak ciptaan Cucut yang kini telah menjadi milik publik dan sering jadi pilihan dalam banyak pementasan.
Dengan kemampuan seni tari dan musik yang dimiliki, Cucut kini termasuk sosok yang sibuk pentas melanglang tak hanya sebatas Sulsel, tapi melayani banyak orderan ke luar provinsi hingga ke luar negeri. Sejumlah tempat di Malaysia, Jepang, Rusia, Afrika, dan Australia telah menjadi langganan untuk pertunjukan tari dan musik. Selain sibukmelayani permintaan pentas lokal dan event, juga dia senantiasa dipanggil berbagai pihak instansi dan swasta memberikan panduan khususnya pelajaran seni tari.
‘’Sudah banyak anak didik di belakang saya, kini justru telah menjadi dosen di bidang seni tari maupun musik,’’ akunya, tanpa mau menyebut sebuah namapun sebagai contoh.
Saat ini dia sedang konsen melakukan rekaman ‘Musikalisasi Puisi’ untuk komersial bersama penyair H.Udhin Palisuri yang mendapat gelar baru sebagai ‘Tomatoa Malabbitta’ dari seorang ustadz setelah membacakan puisi di Kota Bantaeng, ibukota Kabupaten Bantaeng.
Tanggal 12 April nanti bersama puluhan pemusik dan penari dari Sulsel, Cucut akan menjalani karantina dalam rangka ikut mendukung Teater Musik dan Tari I Lagaligo garapan sutradara Robert Wilson dari lembaga Water Mill Centre New York, ASyang rencananya akan pentas tanggal 23 dan 24 April 2011 di Komplek Benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam), Kota Makassar.
Penata musik tunggal sinetron berlatar etnik ‘Badik Titipan Ayah’ yang dibintangi atris senior Widyawati dengan sutradara Deddy Setiady dalam acara ’20 Wajah Sinetron SCTV’ kini sedang mempersiapkan diri untuk memenuhi undangan Pentas Kesenian Indonesia di Kuala Lumpur dan Rusia, Mei 2011 mendatang.
Cucut sangat mengagumi sutradara Robert Wilson yang dengan menggunakan teknik pencahayaan mampu memokuskan setiap benda yang kecil sekalipun di pentas, seperti cincin yang digunakan pemeran Sawerigading, kepada penonton.
Bagi Robert, katanya, pemain tak sekedar tampil, tapi harus benar-benar mampu memperlihatkan performa sehingga penonton memahami apa yang ditampilkan secara jelas. Termasuk memberikan gambaran jelas mengenai alat-alat, seperti tombak yang dipakai maupun terhadap langkah-langkah kaki serta gerak tubuh lainnya dari para pemain selama pentas dengan durasi cerita selama 3 jam.
‘’Ketika I Lagaligo tampil di Lyon, Perancis, memanfaatkan teater kuno peninggalan abad pertama yang berukuran agak kecil, tapi Sang Sutradara mampu menata dengan baik. Saya yakin, Robert Wilson akan mampu memanfaatkan sebaik-baiknya lokasi benteng peninggalan Kerajaan Gowa sebagai lokasi panggung terbuka pementasanLagaligo tanggal 23 dan 24 Mei 2011 di Kota Makassar,’’ kata Cucut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H