[caption caption="Kepala Desa Sambahule, Tamrin/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]
Lebih dari 70-an warga desa Sambahule kecamatan Baito kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, Rabu (08 Juli 2015) siang marah dan mengusir pekerja dari PT Tiram Group yang melakukan penggusuran bekas Hutan Tanaman Industri (HTI) yang telah diserahkan pengelolaannya kepada warga desa dengan status sebagai lahan APL atau Areal Penggunaan Lain.
Sudah lebih dari 100 hektar dari sekitar 2.000-an hektar lahan APL yang berisi tanaman jati digusur menggunakan alat-alat berat di desa Sambahule. Demo yang dilakukan warga desa Sambahule tersebut merupakan yang ketiga kalinya dilakukan sejak tahun 2012 setelah pihak investor PT Tiram menyatakan akan membangun pabrik gula di Konsel dan melakukan pembelian lahan-lahan masyarakat untuk perkebunan tebu.
Warga desa di sejumlah kecamatan yang jadi sasaran pembelian tanah untuk lahan perkebunan tebu di Konsel, entah siapa yang memberitahukan umumnya mengetahui dan membincangkan investor pemilik PT Tiram Group saat ini menjadi salah seorang menteri di kabinet Presiden Joko Widodo.
‘’Saya yang memimpin langsung demo menghentikan penggusuran lahan, mengusir keluar semua pekerja dengan alat beratnya yang sejak beberapa waktu melakukan pembukaan lahan di wilayah desa kami. Mereka itu sangat keterlaluan, tanpa pernah memberi tahu kami atau minta ijin lalu seenaknya meratakan lahan yang merupakan milik warga desa Sambahule,’’ jelas Tamrin (52), Kepala Desa Sambahule ketika dijumpai jelang Buka Puasa di Palangga, kl 90 km dari kota Kendari, ibukota provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurut Kades yang memimpin desa Sambahule sejak tahun 2007 tersebut, sehari sebelum melakukan demo, dia bersama warganya menemui pihak BPN Konsel sehubungan dengan adanya pemetaan tanah sekitar 800-an hektar di wilayahnya untuk dijadikan sebagai lahan HGU (Hak Guna Usaha) untuk perkebunan tebu. Sang Kades melakukan protes karena proses pemetaan mulai dari pengukuran tidak pernah diberitahu atau melibatkan masyarakat dan pihak pemerintahan desa Sambahule.
Itulah sebabnya, jelas Tamrin, dia juga telah melaporkan secara resmi kejadian penggusuran lahan milik warga di desa Sambahule tersebut kepada pihak kepolisian Polres kabupaten Konawe Selatan, sebagai suatu tindak kejahatan terhadap masyarakat.
Dari lebih 260 KK atau sekitar 1.000 jiwa yang menghuni 3 dusun di desa Sambahule, umumnya adalah petani. Itupun, menurut Kades Tamrin, usai musim panen padi setiap tahun sebagian besar kepala keluarga ke luar desa hingga ke kabupaten lain mencari nafkah bekerja sebagai buruh kasar. Maklum, desa Sambahule tak punya pengairan untuk persawahan.
Justeru kehadiran investor untuk menjadikan lahan-lahan di desa Sambahule sebagai salah satu lokasi perkebunan tebu bahan baku rencana pembangunan pabrik gula di kabupaten Konsel, awalnya disambut gembira. Warga desa berharap mereka bisa terlibat dalam sistem perkebunan plasma – inti sesuai dengan luas lahan yang dimiliki masing-masing warga.
Belakangan, diketahui pihak PT Tiram Group melalui PT KIC justeru melakukan pembelian terhadap tanah masyarakat dengan harga murah. Di kecamatan Kolono banyak tanah rakyat nonsertipikat telah dibeli dengan harga Rp 1 juta per hektar dengan iming-iming juga nantinya pemiliknya tetap akan dilibatkan.
‘’Mulai tahun 2014 kami pemerintah dan masyarakat desa Sambahule sepakat menolak menjual lahan untuk perkebunan tebu. Selain mau membeli lahan dengan harga murah, janji untuk membangun pabrik tebu sejak tahun 2012 oleh investor sampai sekarang sudah lebih dari tiga tahun tidak ada tanda-tanda dimulai, tetap masih dikatakan akan dibangun tapi tidak jelas kapan akan mulai dibangun,’’ papar Tamrin.