Program salah kaji habiskan dana puluhan miliar di kota Makassar, itulah proyek pengadaan Bus Rapit Transit (BRT) yang diluncurkan sejak tahun 2014.
Kajian program ini dilakukan pemerintah pusat melalui bantuan langsung dari Kementerian Perhubungan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dikandung maksud menghadirkan sarana serta layanan transportasi massal sekaligus guna membantu mengurangi kemacetan lalu-lintas jalan raya di wilayah metropolitan Mamminasata, meliputi kota Makassar, kota Maros ibukota kabupaten Maros, kota Sungguminasa ibukota kabupaten Gowa, dan kota Takalar ibukota kabupaten Takalar.
Tidak main-main, dikucurkan uang negara lebih dari Rp35 miliar untuk membuat fasilitas penunjang kelancaran BRT. Dibuka 11 rute atau koridor dari kota Makassar terkoneksi dengan tiga ibukota kabupaten tetangga, Maros, Gowa dan Takalar. Dibangun lebih dari 150 halte khusus untuk naik turun penumpang BRT. Didatangkan 30 bus.
Ternyata, kajian sebagai dasar pengadaan BRT tidak sesuai kondisi di lapangan. Warga kota Makassar dan kota sekitarnya belum tertarik untuk menggunakan sarana pengangkutan transportasi massal model BRT.Â
Hal itu sudah terlihat sejak mulai diuji cobanya pengoperasian BRT di sejumlah koridor, meski ada beberapa hari disediakan layanan angkutan gratis BRT namun warga tidak antusias. Warga wilayah Mamminasata keseharian  masih lebih memilih meski harus berdesak-desakan menggunakan angkutan penumpang lokal 'Petepete' jenis mikrolet.
Akibatnya, sejak BRT beroperasi di wilayah Mamminasata tahun 2014 hingga saat ini, pihak Damri sebagai operator selalu menyatakan merugi. Bahkan, kepayahan untuk memenuhi biaya operasional harian BRT di Mamminasata. Berdampak satu per satu koridor yang ada harus ditutup lantaran minim penumpang.
Selebihnya, hanya menyaksikan sejumlah garis-garis tanda jalur Bus Line yang mulai pupus di muka jalan yang tidak lagi dilintasi BRT. Â Sejumlah halte BRT di tepi-tepi jalan protokol justeru telah mengalami rusak berat, lantai dan dindingnya copot tak lagi diperbaiki.
''Pengadaan BRT ini program salah kaji,'' sebut banyak warga di kota Makassar. Meski demikian, tahun 2019 Pemkot Makassar telah menjajaki kerjasama lembaga dari sejumlah negara, untuk mengadakan kembali moda transportasi massal yang diharapkan sudah beroperasional tahun 2022. Nota Kesepakatan Kerjasama (MoU) yang telah ada, sudah tentu, harus diubah sehubungan dengan adanya pandemi Covid-19 yang menuntut adanya adaptasi menuju masa kehidupan New Normal.Lebih dari itu, harapan banyak warga, kajian harus benar-benar matang sesuai kebutuhan riel agar kesia-siaan penggunaan anggaran negara tidak terulang seperti yang terjadi dalam pelaksanaan kali pertama BRT di Mamminasata. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H