Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Makam Misterius Disucikan di Benteng Fort Rotterdam Makassar

13 Oktober 2015   13:01 Diperbarui: 13 Oktober 2015   14:59 1476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masing-masing peziarah lantas sibuk mencari tempat sekitar bangunan makam yang dianggap aman dan mudah diingat untuk menyisipkan atau mengikatkan daun pandan yang diberikan. Saat menyisip atau mengikatkan daun pandan  mulut masing-masing peziarah tampak komat-kamit tanpa suara yang jelas. ‘’Pastinya, mereka masing-masing berucap akan datang kembali untuk melepaskan ikatan daun pandan tersebut apabila cita-cita atau rencananya terkabulkan,’’ jelas Daeng, seorang lelaki tua yang masuk dalam rombongan peziarah.[caption caption="Ketika para peziarah pulang meniti dinding benteng Fort Rotterdam bagian barat/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

[caption caption="Menuruni anjungan Bastion Bone di Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Sudah banyak bukti, katanya, niat-niat atau cita-cita yang diucapkan di sini, seperti sukses usaha, terkabul bangun rumah, dapat jodoh, mampu beli mobil, dapat kerja, dapat jabatan baik cepat terkabul. Di jeruji dinding makam tampak banyak ikatan irisan daun pandan yang telah mengering. ‘’Itu tanda orangnya belum melepaskan, belum ada waktu datang melepas atau keinginan yang diucapkan di sini belum tercapai,’’ jelas si Daeng.

Dia lantas menunjuk potongan irisan daun pandan kering yang telah lepas dari ikatan tertumpuk di arah kaki makam, sebagai bukti beragam nazar yang telah terkabulkan. Dua orang wanita remaja terdengar cekikikan saat secara bersama akan mengikatkan daun pandan di sebuah tiang bangunan makam. ‘’Ingatki bae-bae tempatnya, supaya kalo sudah sukses ko datang di sini tidak salah lepas,’’  ucap salah seorang dalam nada bercanda.

Salah seorang laki-laki lainnya, rombongan peziarah menjelaskan, bahwa sesuai cerita turun temurun di wilayahnya, makam di komplek Benteng Fort Rotterdam tersebut juga dipercayai sebagai makam ‘Tuanta Salama’ sama yang ada di kabupaten Gowa. ‘’Itumi kalau kita datang berziarah bicara-bicara di sini cepat berkahnya,’’ katanya. Tuanta Salamaka adalah sebutan lain dari orang-orang beretnik Makassar terhadap Syekh Yusuf, tokoh pejuang dan ulama yang tahun 2005 ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia asal kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Pejuang dan Ulama Indonesia yang wafat 23 Mei 1699 di tempat pengasingannya Afrika Selatan tersebut, juga ditetapkan sebagai tokoh pejuang anti  perbedaan warna kulit (ras) pada tahun 2005 oleh pemerintah Negara Afrika Selatan.

Sekalipun ulama penyebar tarekat khalwatiyah di Indonesia ini jenazahnya dicatat sejarah dipulangkan dari Afrika Selatan ke kampung halamannya Gowa, tahun 1705, namun warga di sejumlah negara dan wilayah yang pernah disinggahi hingga kini mengaku juga tetap memiliki makam Syekh Yusuf. Seperti  makam Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan, makam di Sri Langka, makam di Banten (Jawa Barat), makam di Sumenep (Madura), dan makam di Lakiung, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.[caption caption="Makam yang masih misterius di komplek Benteng Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Menurut Bachtiar Hafid, pelukis supranatural, yang sejak tahun 70-an mendapat tempat galeri di komplek benteng Fort Rotterdam, apa yang dianggap sebagai makam di belakang Bastion Buton benteng Fort Rotterdam itu tidak benar. ‘’Sejak lama tidak ada makam di situ, dahulu yang ada adalah hanya Saukang di gundukan batu-batu benteng,’’ katanya dalam suatu perbincangan.

Saukang, dalam kehidupan masyarakat etnik Makassar tempo dulu, dikenal sebagai tempat suci, dapat berupa makam, batu, pohon atau gundukan tanah, tepi sungai atau tepi laut, di  puncak gunung atau di tengah hutan tempat yang dianggap baik mengucap nazar karena sering cepat terkabulkan. Biasanya tempat-tempat seperti itu dibuatkan bangunan atau kelambu sebagai penanda batas lokasi yang disucikan. Namun kebiasaan lama seperti itu kemudian perlahan lenyap ditinggalkan seiring dengan meluasnya pemahaman ajaran agama.

Menariknya, para peziarah makam melakukan ritual tanpa kikuk dengan hiruk pikuk para wisatawan pengunjung yang tak pernah sepi sepanjang hari masuk keluar komplek benteng Fort Rotterdam. Para petugas keamanan benteng pun sejak lama sudah paham terhadap kedatangan warga untuk berziarah ke tempat yang dianggap sebagai makam di komplek benteng.  

Sejumlah kalangan menyarankan pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang berkantor di komplek benteng Fort Rotterdam mau peduli dapat membantu memperjelas status benda yang  dianggap makam tersebut, agar dalam perkembangannya kemudian tidak menimbulkan bermacam persepsi negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun