Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terawang Raja Kutai Setelah Panglima Perang Bangka

24 April 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:10 4632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelukis supranatural Drs. Bachtiar Hafid, pemilik sanggar seni lukis Art Fort Rotterdam berlokasi di lantai bawah bangunan Bastion Mandarsyah dalam komplekBenteng Ujungpandang di Kota Makassar, kini kembali berhasil membuat karya lukis wajah Raja Kutai ke-14, Sultan Aji Muhammad Idris yang hidup dalam abad XVIII.

[caption id="attachment_173482" align="aligncenter" width="640" caption="Gubernur Sulsel H.Syahrul Yasin Limpo didampingi Bupati Wajo H.A.Burhanuddin Unru saat membuka resmi selubung lukisan Pahlawan Nasional Lamaddukelleng karya Bachtiar Hafid/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]

Lukisan ini merupakan salah satu dari puluhan karya yang dibuat mantan dosen seni rupa di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) – kini bernama Universitas Negeri Makassar (UNM), sejak tahun 1990 mulai menekuni karya lukis supranatural. Yaitu membuat lukisan wajah-wajah manusia, termasuk wajah tokoh-tokoh penting yang sama sekali tidak memiliki lukisan atau potret diri.

Menurut seniman pelukis kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 1947, yang alumni Akademi Seni Rupa IKIP Yogyakarta tahun 1970, lukisan Raja Kutai ke-14 ini merupakan salah satu dari dua karya yang khusus dibuat ‘atas adanya permintaan’. ‘’Tapi lukisan Raja Kutai ke-14 inilah yang paling cepat dapat diselesaikan. Saya berhasil menyelesaikan hanya dalam tempo sekitar 70 hari. Lulisan-lukisan supranatural lainnya saya buat paling cepat diselesaikan dalam tempo enam bulan,’’ kata Bachtiar yang keseharian akrab dipanggil dengan nama Pak Tiar oleh kerabatnya.

13352663521759235541
13352663521759235541

Lukisan supranatural pertama yang dibuat ‘atas adanya pesanan’ yaitu lukisan Batin Tikal, Panglima Perang asal Bangka yang terkenal gigih melakukan perlawanan terhadap kolonial belanda antara tahun 1820 – 1828 di sekitar kepulauan Bangka dan Belitung. Panglima perang yang diangkat oleh Sultan Palembang untuk memerintah di wilayah Gudang dan Bangka Kota tersebut, dikenal dengan kesaktian yang kebal peluru.

Rambut Batin Tikal yang menjadi salah satu koleksi museum di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung (Babel), hingga saat ini masih banyak yang memercayai dapat dijadikan jimat kebal terhadap peluru dan hantaman benda tajam lainnya.

‘’Tahun 2010 lalu, ada seseorang yang mengaku sebagai keturunan Batin Tikal dari Pulau Bangka datang ke sanggar saya, meminta untuk melukis wajah nenek moyangnya tersebut. Lukisan dapat saya selesaikan di tahun 2011. Orang yang mengaku juga punya kemampuan gaib tersebut pertengahan tahun 2011 kembali datang ke sanggar saya. Dia terlihat meneteskan air mata di depan lukisan Batin Tikal tersebut, dan menyatakan sangat puas dengan karya lukisan itu. Dia memberi saya uang Rp 10 juta. Ketika saya menyilahkan untuk membawa lukisan tersebut, dia menolak. Dengan alasan, lukisan Batin Tikal belum mau meninggalkan pelukisnya. Sampai sekarang dia yang mengaku beraktivitas di Kota Jakarta belum juga datang untuk mengambil lukisan tersebut,’’ cerita Pak Tiar saat ditemui di Benteng Ujungpandang.

[caption id="attachment_173486" align="aligncenter" width="640" caption="Pelukis supranatural Bachtiar Hafid saat berziarah ke makam Pahlawan nasional Lamaddukkelleng di Kota Sengkang/Ft: Mahaji Noesa"]

13352664371325973013
13352664371325973013
[/caption]

Karya lukisan supranatural lainnya, seperti lukisan Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro dan Istrinya Ratnaningsih, Pahlawan Nasional Sultan Hasanuddin, Pahlawan Nasional Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng, Raja Gowa Sultan Alauddin, Raja Bone Arung Palakka, Panglima Perang Kerajaan Gowa Karaeng Karungrung, To Manurung I La Galigo, Laksamana Belanda Cornelis Spelman, tiga penyiar agama Islam asal Sumatera pada abad XVII di Sulawesi Selatan – Datok Ribandang, Datok Patimang dan Datok Ditiro serta masih banyak lukisan lainnya, semua dibuat atas inisiatif Pak Tiar sendiri.

‘’Untuk membuat suatu karya lukisan supranatural, bayangan wajah yang muncul seperti ketika awal mula saya membuat lukisan supranatural, terjadi setelah saya banyak berzikir dengan berdawam. Jika bayangan wajah orang yang akan saya lukis sudah muncul di mata pikiran saya, sebelum melukiskan ke kanvas, saya senantiasa berdoa agar wajah yang muncul tersebut adalah gambaran sebenarnya yang diberikan Allah kepada saya, bukan tipuan setan. Biasanya saya berkali-kali berdoa seperti itu, dan memohon kepada Allah Subhanawataala agar menghapus bayangan wajah yang tampak dalam mata pikiran saya jika itu adalah bagian dari tipuan setan,’’ jelas Pak Tiar yang memilih meninggalkan karir sebagai PNS untuk hidup sebagai seorang seniman pelukis.

Peraih penghargaan Internasional The Smalt Monmartre of Bilow, Republic of Mecadonia tahun 2000 tersebut menyatakan, selalu melakukan zikir dan berdoa dalam proses pembuatan lukisan wajah yang tak pernah ada potretnya. Dalam melakukan ritual seperti itu selalu sajamuncul bayangan wajah orang yang tak punya potret diri yang diniatkan untuk dilukis. ‘’Alhamdulillah, saya senantiasa bersyukur dengan kelebihan ilmu pemberian Allah ini,’’ katanya.

Justru, menurut Pak Tiar, dia tak akan menggubris semua kritikan orang yang muncul mengenai wajah-wajah lukisan supranatural yang dibuatnya. ‘’Dalam soal wajah saya tidak akan kompromi, karena begitulah yang terlihat dalam mata pikiran saya. Jika ada yang menyarankan perubahan soal wajah yang saya lukis, jika saya lakukan itu berarti sudah tidak murni sebagai karya supranatural karena sudah dibuat-buat. Jika masalah kostum, ya bisa saja distel atau ubah-ubah, misalnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi peruntukan atau dimana lukisan tersebut akan dipajang,’’ katanya.

Ketika pihak Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin – kini telah berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar,akan mengambil lukisan Sultan Alauddin (1593-1639) yang dibuat sebelumnya sebagai lukisan resmi dari Raja Gowa, ayah Sultan Hasanuddin tersebut, terjadi peristiwa luar biasa. Para pihak yang memolekmikkan kebenaran wajah lukisan Sultan Alauddin ketika diseminarkan, kemudian terdiam setelah didatangkan seorang ulama tarekat dari Mesir yang mempunyai kemampuan supranatural. Ulama tersebutmemilih lukisan karya Bahtiar Hafid di antara sejumlah lukisan sebagai lukisan wajah Sultan Alaudddin. Dan itulah yang kemudian ditetapkan sebagai lukisan wajah Sultan Alauddin.

Menurut Pak Tiar, awalnya, lukisan Raja Kutai ke-14, Sultan Aji Muhammad Idris, mulai dibuat setelah dipanggil bertemu Bupati Wajo, H.Andi Burhanddin Unru, awal tahun 2012. Pemanggilan sehubungan dengan karya lukisan supranatural Lamaddukelleng yang dibuat Bachtiar Hafid tahun 1996, sebelum putra Indonesia asal Kabupaten wajo tersebut ditetapkan oleh Pemerintah RI pada tahun 1998 sebagai Pahlawan Nasional.

Lukisan tersebut diminta untuk ditetapkan sebagai lukisan resmi Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng yang makamnya baru saja dipugar di Kota Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo. Dalam kesempatan ini, menurut Pak Tiar, Bupati Wajo, H.Andi Burhanuddin Unru juga meminta agar dibuatkan lukisan Raja Kutai ke-14, Sultan Idris yang makamnya berada dalam komplek Makam Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng di Kota Sengkang.

Bupati Wajo dalam kesempatan pertemuan dengan Pak Tiar menyatakan, meinginkan dalam peresmian pemugaran makam Pahlawan Lamaddukelleng akhir April 2012,jika pemerintah Kutai mengijinkan, lukisan Sultan Kutai tersebut juga dapat ikut dipasang di makam Lamaddukkelleng.

Pemerintah Kabupaten Wajo atas persetujuan pihak keluarga keturunan Lamaddukkelleng,telah menetapkan lukisan supranatural karya Bahtiar Hafid sebagai lukisan resmi Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng. Lukisan itu di-louncing pada acara peringatan Hari Jadi Wajo ke-613, 29 Maret 2012 di Lapangan Merdeka, Kota Sengkang. Pembukaan tirai selubung lukisan Pahlawan Nasional tersebut dilakukan langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan, DR. H.Syahrul Yasin Limpo,SH,MSi,MH.

Lukisan Pahlawan nasional Lamaddukkelleng, menurut rencana, akan dipasang secara resmi setelah dilakukan peresmian pemugaran komplek makam pahlawan Nasional Lamaddukelleng.Termasuk akan, memasang lukisan Sultan Kutai ke-14 di makam tersebut, jika pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara mengijinkannya.

Menurut Bahtiar, kemungkinan besar lukisan Raja Kutai Sultan Idris karyanya nanti akan jadi dipasang bersamaan dengan lukisan Lamaddukelleng saat peresmiaan pemugaran komplek makam Pahlawan Nasional Lamaddukkelleng.

Pasalnya, menurut Pak Tiar, saat lukisan Sultan Kutai tersebut dalam proses pengerjaan, beberapa kali datang sejumlah pejabat dari Kabupaten Kutai Kartanegara ke sanggar lukisnya di komplek Benteng Ujungpandang. Mereka menyatakan puas dengan hasil lukisan tersebut. Bahkan mereka, katanya, memberikan beberapa bahan untuk kesempurnaan lukisan menyangkut kostum yang dikenakan. ‘’Ada di antara mereka yang juga terlihat beberapa saat menjongkok menatap lukisan Sultan Idris tersebut dengan mata berkaca-kaca,’’ katanya.

Lukisan Raja Kutai Sultan Idris sudah rampung. Rabu, 25  April 2012, menurut rencananya, Pak Tiar akan menyerahkan secara resmi lukisan tersebut kepada Bupati Wajo.

Dalam catatan sejarah, sangat jelas disebut bahwa Raja Kutai ke-14, Sultan Aji Muhammad Idris yang menantu dari Lamddukkelleng tersebut meninggalkan tahta kerjaan di Kutai datang ke Sulawesi Selatan bersama pasukannya untuk membantu mertuanya melawan penjajah Belanda di Sulawesi Selatan pada abad XVIII. Dia wafat dalam peperangan melawan kolonial Belanda di wilayah Sulawesi Selatan, dan dimakamkan di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo.

Tokoh sejarawan Nasional – Prof DR Anhar Gonggong dan Prof DR Andi Imah Kesumah, serta budayawan Adji Bambang Imbran ketika tampil sebagai panelis dalam ‘Seminar Sejarah’ yang dilakukan di Kota Makassar tahun 2011, semua sepakat menyetujui bahwa Raja Kutai ke-14, Sultan Aji Muhammad Idris layak ditetapkan sebagai seorang Pahlawan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun