Begadang menjaga air laut membeku keras membatu, salah satu pengalaman masa kanak-kanak yang selalu terkenang ketika akan memasuki Bulan Puasa (Bulan Ramadhan) setiap tahun.
[caption id="attachment_124224" align="aligncenter" width="576" caption="Sujud di masjid Raya Makassar. Nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan/Ft: Mahaji Noesa"][/caption] Suatu malam dalam bulan Ramadhan di awal tahun 70-an saya ikut bergabung dengan 4 orang dewasa, usai shalat tarwih kongkow-kongkow di sebuah lokasi pesisir tepian timur Teluk Kendari, ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara. Dipimpin seorang anggota TNI asal Ternate yang lagi tidak tugas jaga, kami berlima begadang hingga pukul 3 dinihari di tepi teluk. Kami silih berganti, terkadang bersamaan mencelupkan kaki atau merabakan tangan ke permukaan air teluk. Menurut Sang Pemimpin, malam itu adalah malam 'ganjil' Ramadhan, malam turunnya Lailatul Qadar. Ada saat di malam Lailatul Qadar itu, dikatakan, semua air di muka bumi akan mengeras membeku membatu. Dari rangkaian penjelasan pemimpin yang anggota TNI saat begadang, jika air membeku membatu segala doa, permohonan atau permintaan tentang apa saja yang diucapkan seseorang akan segera dikabulkan Tuhan. Penjelasan Si Pemimpin tidak diketahui bersumber dari mana, yang pasti kita semua saat itu menerimanya dengan semangat bulat tak kantuk setiap saat mengecek permukaan air teluk. Namun, hingga pukul 3 dinihari, permukaan laut Teluk Kendari tetap saja merupakan air laut yang cair yang merupakan bagian dari alur Laut Banda. Tidak pernah mengeras hingga acara begadang bubar untuk kembali makan sahur ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan hidup kemudian, pengalaman masa kecil tersebut membuat saya punya antusias tersendiri untuk mengetahui informasi keagamaan khususnya mengenai Bulan Ramadhan dan Malam Lailatul Qadar. Apalagi, acara begadang dengan maksud serupa yang kemudian saya ketahui sebagai perbuatan konyol, sampai sekarang masih terdengar sering dilakukan sejumlah orang di berbagai tempat di Indonesia. Bahkan dilakukan dengan cara-cara yang lebih konyol lagi. Padahal, informasi keagamaan mengenai Bulan Ramadhan dan Malam Lailatul Qadar saat ini sudah begitu gamblang disampaikan secara meluas oleh para ulama melalui mimbar-mimbar da'wah, termasuk yang disiarluaskan melalui media elektronik. Demikian juga telah begitu banyak buku maupun lembaran-lembaran Da'wah Islam yang diterbitkan memberikan informasi mengenai Bulan Ramadhan dan Malam Lailatul Qadar. Penjelasan menarik dari Imam al-Ghazali tentang Bulan Ramadhan dan Malam Laitul Qadar misalnya, salah satunya bisa dibaca dalam buku 'Mukasyafah al-Qulub Al-Muqarrib ila Hadbrah Allam al-Ghuyub fi 'Ilm at-Tashauwuf' yang diterbitkan dalam edisi Bahasa Indonesia, berjudul 'Dibalik Ketajaman Mata Hati' oleh Pustaka Amani, Jakarta, tahun 1987. Buku yang sama diterbitkan dalam edisi Bahasa Indonesia oleh Pustaka Hidayah Bandung, tahun 1999 dengan judul 'Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi, Ziarah Ruhani Bersama Imam al-Ghazali.' Berikut dikutipkan sebagian dari penjelasan dari buku tersebut, sebagai berikut: ''Rasulullah Saw, pernah bersabda, jika malam pertama bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyampaikan seruan, ''Wahai orang-orang yang mencari kebaikan, menghadaplah pada malam ini. Hai orang-orang yang melakukan kejahatan, hentikanlah perbuatan kalian. Siapa yang meminta ampunan, akan diampuni dosa-dosanya. Siapa yang meminta akan dikabulkan permintaannya. Siapa yang bertobat, akan diterima tobatnya. Begitulah setiap malam-malam sampai terbit fajar. Lalu, pada malam Idul Fitri, Allah membebaskan ribuan hamba-Nya yang seharusnya mendapat azab. Salman al-Farisi r.a berkata bahwa Rasulullah Saw, berkhutbah pada akhir bulan Sya'ban, ''Wahai umat manusia, telah datang bulan agung kepada kalian. Di dalamnya terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai kewajiban dan menganjurkan mendirikan shalat pada malam harinya. Barangsiapa yang berbuat kebaikan, akan dinilai seperti orang yang melaksanakan ibadah wajib. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah wajib, akan dinilai seperti orang yang melaksanakan tujuh puluh kali melaksanakan ibadah wajib di luar bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran, balasan atas kesabaran adalah surga. Bulan Ramadhan adalah bulan bertambahnya rezeki orang Mukmin. Barangsiapa memberi makan orang yang berbuka, ia mendapat pahala seperti orang yang memerdekakan budak, dan diampuni dosa-dosanya.'' Tidak terdapat banyak penjelasan di al-Quran maupun al-Hadits, mengenai hitung-hitungan besaran nilai pahala setiap ibadah wajib dan ibadah-ibadah sunat lainnya yang akan diberikan kepada setiap Muslim yang melaksanakan perintah Allah Swt tersebut. Namun, melalui hadits riwayat Muslim ada dinyatakan, bahwa: ''Shalat sunat dua rakaat sebelum Shubuh nilainya lebih utama dari dunia dan semua isinya.'' Melalui hadist ini, dapat diketahui betapa besarnya nilai pahala yang disediakan Allah Swt kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah-ibadah wajib maupun ibadah sunat yang nilainya dikalikan 70 kali lebih di dalam bulan Ramadhan. Sebagian dari nilai kawasan bisnis yang ada di Kota Jakarta saja, amat sulit untuk dihabiskan apabila diberikan kepada seseorang, bahkan sampai tujuh turunannya. Apalagi jika diberikan bumi dan semua isinya. Seorang Muslim dalam bulan Ramadhan ini akan mendapatkan nilai minimal: 29 hari x 1 bumi x 70 = 2030 bumi dan semua isinya, hanya melalui pelaksanaan ibadah shalat sunat dua rakaat sebelum Shubuh. Dipastikan setiap Muslim akan mendapat Lailatul Qadar dalam arti Nilai Pahala lebih dari 'Seribu Bulan' apabila melaksanakan dengan tekun amalan ibadah wajib serta ibadah-ibadah sunat lainnya selama bulan Ramadhan. ''Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?'' (al-Qur'an, surah Ar-Rahmaan) Tak terasa malam ini sudah memasuki 13 Ramadhan 1432 Hijriyah. ''Ya Allah ampunilah dosa-dosaku, berikanlah senantiasa kekuatan, bimbingan dan petunjuk-Mu agar aku dapat melaksanakan penuh khusu' ibadah-ibadah dalam bulan puasa ini. Ya Allah, kumuhon Ramadhan 1432 Hijriyah ini belum merupakan Ramadhan terakhirku.'' Amin! Telkomsel Ramadhanku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H