Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komitmen untuk Indonesia ‘Dari Engkol Ke Coin’

28 April 2011   11:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:17 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_104908" align="aligncenter" width="590" caption="Salah seorang petugas PT Telkom ketika mengganti kotak coin di salah satu Telepon Umum Coin di Kota Makassar, Kamis 28 April 2011/Ft:Mahaji Noesa"][/caption]

Saya tidak punya referensi sejak kapan teknologi telepon hadir sebagai alat komunikasi publik di Indonesia. Namun yang pasti, dalam perjalanan hidup saya mendapati penggunaan telepon model manual menggunakan kabel yang dijuluki dengan sebutan ‘telepon engkol’ di negeri ini. Disebut telepon engkol, lantaran kotak teleponnya memiliki semacam engkol, berfungsi sebagai alat pemutar.

Engkol tersebut terlebih dahulu harus diputar untuk menghubungkan kantor sentral telepon yang akan mengonfirmasi nomor tujuan untuk kemudian dihubungkan. Di masa telepon engkol tersebut, saya masih usia kanak sering memutar-mutar engkol jika telepon lagi tak terpakai. Kemudian mengangkat gagang telepon yang secara otomatis telah tersambung dengan operator di kantor sentral telepon.

‘’Halo, sentral !’’ Kata saya.

‘’Ya !’’ Suara operator menjawab dengan ramah dari kantor sentral telepon. Kalau tak salah ingat, kantor telepon saat itu populer dengan sebutan Kantor PTT (Perusahaan Telepon dan Telekomunikasi).

‘’Mau tanya, sekarang jam berapa?’’

Selain berkewajiban menghubungkan nomor-nomor telepon yang dikehendaki para pelanggan telepon, seingat saya, para operator di kantor sentral telepon juga memberikan pelayanan publik mengenai alamat-alamat dan nomor-nomor telepon pelayanan umum, seperti rumah sakit, kantor polisi, dan juga pertanyaan mengenai waktu dari pelanggan -- seperti ‘kenakalan’ yang sering saya lakukan kepada operator di masa Indonesia masih dalam era penggunaan telepon engkol.

[caption id="attachment_104913" align="alignright" width="480" caption="Stand TUC di Jl. Ratulangi V Kota Makassar/Ft: Mahaji Noesa "]

1303989071716046176
1303989071716046176
[/caption]

Kenangan sekilas terhadap ‘telepon engkol’ tersebut muncul saat menyaksikan seorang petugas dari PT Telkom Indonesia sedang melakukan penggantian kotak coin (Kamis siang, 28 April 2011) di salah satu stand Telepon Umum Coin (TUC) milik Telkom yang terpasang di tepi Jalan Ratulangi V, Kota Makassar.

Petugas yang berseragam baju biru tersebut terlihat sangat terampil. Hanya dalam tempo berbilang menit, dengan sigap memilih salah satu dari puluhan kunci dari saku ketelvaknya, mengambil dan mengganti kotak koin dari TUC tersebut. Puluhan kotak koin tampak bertumpuk di tas barang yang menggantung di belakang sepeda motor dinasnya, menggambarkan bahwa sampai saat ini ternyata di Indonesia, khususnya di Kota Makassar masih banyak yang menggunakan jasa TUC yang disediakan oleh pihak PT Telkom.

Sepeninggal petugas PT Telkom tersebut, saya beberapa saat menatap TUC yang baru saja diganti kotak penampung koinnya. Didominasi cat warna biru dan putih, TUC yang sudah kelihatan lusuh itu masih menggunakan logo PT Telkom yang lama. Menariknya, di bagian dinding penutup TUC terpampang jelas tulisan, berbunyi sebagai berikut :

‘’Buat sobat-sobat yang suka dengerin music atau cerita yang seru, Pilihlah dongeng cerdik dengan cara hubungi 863 100‘’

Selain itu terdapat tulisan dengan huruf capital: ZODIAC, dan yang paling kena adalah terpampangnya tulisan dalam bahasa lebay : ‘’Telkom, Committed 2U’’

Ya, masih dipertahankannya layanan Telepon Umum Coin (TUC) oleh PT Telkom di tengah kencangnya arus penggunaan telepon seluler di Indonesia saat ini, adalah bagian dari bukti kesejatian PT Telkom benar-benar sebagai perusahaan telekomunikasi Indonesia.

Betapa tidak, dari informasi yang dipublikasikan melalui perusahaan-perusahaan telepon seluler di Indonesia, angka pelanggan mereka sudah melebihi setengah dari jumlah penduduk Indonesia yang kini mencapai 230 juta jiwa. Namun begitu, PT Telkom masih saja dapat begitu ‘sabar’ menyediakan model layanan TUC di ruang publik Indonesia dengan menggunakan coin bernilai Rp 100 (seratus rupiah) untuk mengomunikasikan berbagai kepentingan.

Bahagianya jika semua lembaga pelayanan publik punya ‘Komitmen untuk Indonesia’ terutama dalam membantu pemenuhan kebutuhan rakyat Indonesia yang tidak mampu atau belum dapat menjangkau dengan kemampuan sendiri. Seperti yang telah dicontoh-praktikkan selama berpuluh tahun oleh pihak Telkom Indonesia dari model layanan telepon engkol ke telepon coin saat ini. Ingat, berdasarkan data resmi, sekarang masih ada lebih dari 30 juta rakyat Indonesia yang berkategori penduduk miskin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun