Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Senjata Amerika di Bungker Peninggalan Jepang

15 Januari 2015   06:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 5854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meriam di bungker peninggalan Jepang menghadap laut di kelurahan Mata, Kendari/Ft: Mahaji Noesa

Dinamika kehidupan dan panorama setiap sudut Teluk Kendari tak hanya indah dan menarik untuk diceriterakan. Teluk mirip danau seluas kl 30 km persegi di tengah kota Kendari, ibukota provinsi Sulawesi Tenggara ini pun pernah menjadi saksi dahsyatnya Perang Dunia kedua.

Berdasar catatan lama, tatkala bala tentara Jepang berhasil menguasai Perang Asia Timur Raya (Perang Dunia II) antara 1942 – 1943,Teluk Kendari dipilih sebagai salah satu pelabuhan laut tempat menyuplai keperluan militer terutama untuk armada udara mereka yang dikonsentrasikan di lapangan terbang Kendari Dua, sekitar 30 km arah selatan Kota Kendari.

Lapangan terbang Kendari Dua dibangun khusus pihak Jepang kala itu, sebagai jalur aman dan terdekat untuk membombardir lawan-lawan yang berada di wilayah Samudera Pasifik dan sekitarnya. Pesawat tempur Jepang yang tinggal landas dari Kendari Dua dikabarkan sebelum menuju sasaran di Samudera Pasifik biasanya terlebih dahulu mendarat memantapkan rencana penyerangandi lapangan terbang serupa yang dibangun di Morotai,Maluku Utara.

1421252866347801832
1421252866347801832
Masih utuh meriam di bungker peninggalan Jepang kelurahan Mata, Kendari/Ft: Mahaji Noesa

Jalur penerbangan Kendari – Morotai kemudian menjangkau wilayah-wilayah di sepanjang Samudera Pasifik yang pernah dirintis pihak Jepang dalam Perang Dunia II, kemudian menggugah H Ali Mazie ketika menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan lapangan terbang Kendari Dua yang telah diubah namanya sebagai bandara Wolter Mongisidi untuk menjadi bandara internasional pintu gerbang kawasan Indonesia Timur menuju Pasifik.

Namun rencana Gubernur Ali Mazie tersebut hanya menjadi rencana yang tidak pernah digubris kelanjutannya olehpenggantinya, sekalipun bandara Wolter Mongisidi (d/h Kendari Dua) kini telah berubah nama lagi menjadi bandaraHalu Oleo(mengabadikan nama mantan seorang raja di Sulawesi Tenggara).

Guna mengawal pesawat-pesawat tempur Jepang yang naik turun di lapangan terbang Kendari Dua di masa Perang Dunia II, antara lain dibangun bungker-bungker yang dikenal dengan lubang atau goa pertahanan Jepang di sepanjang muara dan pesisir Teluk Kendaridilengkapi dengan meriam-meriam pertahanan anti serangan udara.

Hingga tahun 70-an, menurutAnto (55 th) penduduk sekitar kelurahan Kampung Butung, kota Kendari, masih dapat disaksikan puluhan goa peninggalan Jepang sepanjang di kaki perbukitan Nipanipa di pesisir Teluk Kendari. Ada tiga goa peninggalanJepangmenghadap muara Teluk Kendari di kaki bukit lokasi Mesjid Raya pertama kota Kendari.

1421253039228193778
1421253039228193778
Inilah catatan huruf dan angka tumbuk di meriam bungker peninggalan Jepang/Ft: Mahaji NoesaJ

Seingatnya,terdapatsekitar 9 goa peninggalan Jepang sepanjang kaki bukit arah Kendari Caddi, kampung Butung, Langi Bajo, Kampung Salo, Manngga Duadan Gunung Jati. Goa-goa tersebut semua mulutnya menghadap Teluk Kendari. Terdapat dua goa saling berhadapan di kanan-kiri muara Teluk Kendari. Sejumlah Goa peninggalan Jepang terdapat di kaki bukit sepanjang Kassi Lampe, Kassi Ponco, Ponangka, Mata, dan Surue yang dibangun seolah untuk mengawal serta mengawasi setiap kapal dan pesawat yang melintas Teluk Kendari dan sekitaranya. Goa-goa peninggalan Jepang itu kini hampir semua telah dihancurkan untuk keperluan pembangunan perluasan wilayah dan infrastruktur perkotaan di pesisir Teluk Kendari.

‘’Waktu kecil dahulu, saya bersama teman-teman sering masuk ke goa peninggalan Jepang yang ada di bukit sebelah timur Asrama Kodim Kampung Salo Kendari. Mulut goa sempit,tapi di dalam luas. Lebar goa melebihi tiga meter tinggi sekitar 2 meter. Goanya bercabang dua. Di ujung goa satunya terdapat beton berukuransekitar 2 x 3 meter, disebut-sebut orang yang pernah masuk sebagai bekas dudukan mesin listrik. Sedangkan di ujung cabang goa satunya buntu dan berlumpur konon ada tembusan ke tempat lain tapi sudah runtuh. Panjang goa dari mulut ke ujung dalam sekitar 20-an meter. Kita masuk menggunakan penerangan daun kelapa kering yang dibakar. Masuk ke goa sekedar untuk pengalaman dicerita kepada teman. Ketika masuk di dalam goa banyak kelelawar beterbangan,’’ kenanglelaki Sabri (57) yang kini menjadi warga sekitar Pohara, kabupaten Konawe.

1421253209795142348
1421253209795142348
Ketika masih normal meriam ini dapat berputar 180 derajat ke kanan-kiri/Ft: Mahaji Noesa

Salah satu goa peninggalan Jepang yang tersisa di sekitar muara Teluk Kendari, terdapat di kaki sebuah bukit di Kelurahan Mata, kl 3 km arah timur Pelabuhan Nusantara di Kota Lama Kendari. Di tengah mulut bungker peninggalan Jepang berukuran 3 x 4 meter ini terdapat meriam. Masih lengkap dengan dudukannya. Sekalipun sudah tidak berfungsi, tapi meriam dengan panjang laras sekitar 3,5 meter dan garis tengah mulut meriamkl 10 cm masih terlihat utuh, terbuat dari besi baja hitam tahan karat. Posisi meriam menghadap ke laut. Saat masih normal, tampaknya meriam ini dapat digerakkan kanan-kiri hingga 180 derajat dan bergerak60 derajatke atas.

Di sebuah bidang ceper besi meriam terdapat catatan huruf dan angka tumbuk yang mulai aus, sebagai berikut: THE – BHLM STEEL COMPANY GUN MARK X MODE 8 N 1584L. E P I E P A P H E I. U S D 1910 US. Jika US yang dimaksud dalam catatan tersebut menunjukkan kode sebagai senjata buatan Amerika Serikat, maka inilah benar-benar senjata makan tuan. Lantaran Jepang dalam Perang Dunia II berperang melawan tentara Sekutu, didalamnya termasuk Amerika.

Ketatnya pengawalan keamanan wilayah perairan dan udara di atas Teluk Kendari dan sekitarnya dapat diketahui melalui cerita heboh tahun 80-an atas adanya sejumlah orang yang pernah mencari jejak jatuhnya sebuah pesawat asing yang ditembak oleh tentara Jepang saat Perang Dunia II jatuh sekitar gunung-gunung sepanjang pesisir Teluk Kendari.Pesawat tersebut disebut-sebut dari Irlandia membawa banyak emas batangan.

Cerita yang kemudian lama tenggelam sebagai kabar bohong, ternyata bukan isapan jempol. Ketika Rabu, 14 Januari 2015 siang bertemu dengan Putere (54) warga kota Kendari, anak dari La Daraha (alm), mantan pengawas pembuatan goa-goa Jepang sekitar Teluk Kendari dan sekitarnya mengulang cerita ayahnya ketika masih hidup.

‘’Bapak dulu, memang pernah cerita kepada kami anak-anaknya, bahwa saat pendudukan Jepang ada sebuah pesawat dari Irlandia yang membawa banyak emas batangan ditembak jatuh ketika melintas di atas wilayah Teluk Kendari. Pesawatnya katanya jatuh ke arah gunung Nipanipa, tapi di arah mana persis jatuhnya tidak dijelaskan,’’ kata Putere, anak kelima dari 9 bersaudara.

Nipanipa adalah nama barisan pegunungan yang berada di arah utara Teluk Kendari, merupakan dinding Kota Lama Kendari. Wilayah yang dulunya merupakan pegunungan dengan hutan heterogen tempat habitat satwa Anoa endemik Sulawesi, pernah dipilih untuk dijadikan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura), luasnya lebih dari 7.500 hektar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun