·Kelompok pecinta hutan mangrove, Azizi, yang selama ini aktif dalam Konservasi Alam Lestari Indonesia (KAIL) mengatakan kerusakan hutan di pesisir sudah cukup parah. Tumbuhan api-api dan mangrove di atas kawasan itu mulai hilang dan sudah banyak berganti dengan kelapa sawit. Menurutnya, kehancuran kawasan hutan itu sudah mencapai 10.000 hektar.
“Kalau total keseluruhan hutan lindung yang rusak mencapai 10.000 hektar. Asumsi kami mengatakan itu berdasarkan alokasi gerakan reboisasi hutan dan lahan ke daerah ini, dahulu cukup luas lebih dari 10.000 hektar. Alih fungsi lahan ini terjadi mungkin saat saya mulai merantau. Setelah pulang kampung, saya kaget lahan-lahan yang pernah mendapat alokasi Gerhan itu sudah berubah menjadi lahan sawit,” katanya.
Walau pesimis tapi dia masih menaruh harapan kepada pemerintah Batubara atau Pempropsu untuk mau menyelamatkan kawasan eks hutan lindung itu. Kelompok atau mafia jual beli kawasan hutan di Batubara, akan semakin menggurita jika pemerintah tidak tanggap.
“Saya ikuti perkembangan daerah lain. Di daerah lain, bahkan sudah ada mafia tanah atau hutan yang ditetapkan tersangka. Kenapa di Batubara ini sepertinya terjadi pembiaran. Semakin hari, semakin sering terjadi transaksi jual beli lahan yang kami duga masih eks hutan lindung,” ujar Azizi.
Sebelumnya, tokoh pemuda Batubara, mantan Ketua KNPI setempat yang juga calon DPRD Batubara terpilih, Syafrizal Ramli tersentak menyimak nasib Melayu Batubara yang terancam tersingkir dampak penggarapan lahan terus terjadi. Menurutnya, pengamanan pemukiman Melayu pesisir di sekitar eks hutan lindung sebagai kekayaan Batubara menjadi tanggungjawab utama pemerintah.
"Pemerintah melalui peraturannya paling berperan melindungi pemukiman Melayu pesisir berikut kawasan hutannya dan eks hutan lindung. Jangan lahan itu digarap atau malah ada ketakutan untuk melindunginya, karena pemuda siap menjadi barisan terdepan untuk ikut menjaga kawasan itu," katanya.
Kadis Kehutanan Batubara Z Manurung mengatakan sulit mengetahui siapa pemilik lahan sawit yang sedang dibangun di Desa Perupuk Kecamatan Limapuluh itu. Namun di lokasi kebun sawit itu, pengawasnya mengatakan pemiliknya Harmon Yunaz, salah satu direktur PT Inalum. Jauh sebelumnya, Harmon menyangkal memiliki lahan itu.
"Jawaban oknum kadis itu menunjukkan dia tidak punya tanggungjawab moral. Dia tidak peduli habisnya kawasan hutan yang berakibat habis pula pemukiman Melayu pesisir. Jika dia mengatakan tidak ada lagi hutan di sini, maka SKPD nya perlu dibubarkan menjadi setingkat bidang," kata Safrizal.
informasi yang ditelusuri, persoalan penggarap eks lahan hutan lindung itu sudah pernah sampai ke meja aparat penegak hukum. Namun semua menguap sia-sia, karena diduga oknum aparat sudah main mata dengan penggarap lahan eks hutan lindung itu. "Mereka dibayar Rp 100 juta lebih sewaktu mengusut persoalan penggarapan lahan ini," ujar Azizi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H