Mohon tunggu...
Darma Agung
Darma Agung Mohon Tunggu... -

Just trying to be a better me. Lebih lengkap, silahkan mampir di mahadarmaworld.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Djoko Setyono, Pakar Utama Abalon di Indonesia

12 November 2011   12:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:45 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya ingin orang bisa makan Abalon di Indonesia, dan Abalon mudah ditemui di restoran-restoran seperti di Cina.

~ Prof. Dr. Ir Dwi Eny Djoko Setyono, M. Sc

Pada Jumat 11 November 2011 saya berkesempatan untuk menghadiri acara "Orasi Pengukuhan Profesor Riset" yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam acara tersebut akan dilangsungkan orasi dari para calon Profesor Riset. Profesor Riset sendiri adalah sebuah gelar karier tertinggi seorang peneliti.

Hari itu, ada 3 calon Profesor Riset yaitu: Dr. Ir. Edi Prasetyo Utomo (Bidang Geofisika Terapan), Dr. Ir. Robert M. Delinom, M. Sc (Bidang Hidrologi) dan terakhir Dr. Ir. Dwi Eny Djoko Setyono, M. Sc (Bidang Oseanografi/Oseanologi).

Dalam kesempatan itupula saya sempat berbincang dengan salah satu Profesor Riset yaitu, Prof. Dr. Ir Dwi Eny Djoko Setyono, M. Sc yang dalam orasi pengukuhannya memaparkan tentang "Biologi dan Inovasi Teknologi Budi Daya Abalon Tropis Untuk Meningkatkan Produksi Perikanan di Indonesia". Beliau tercatat sebagai profesor ke-352 di Indonesia dan ke-90 yang dimiliki oleh LIPI, dan merupakan satu-satunya pakar utama abalon di Indonesia.

Lahir di Pacitan Jawa Timur,  Prof. Dr. Ir Dwi Eny Djoko Setyono, M. Sc adalah anak ke-2 dari 8 bersaudara. Meneruskan studinya di SPMA Yogyakarta kemudian melanjutkan studi di IPB melalui Proyek Perintis II (semacam PMDK). Selanjutnya beliau berkarir sebagai peneliti di LIPI. Saat ini beliau menjabat sebagai Kepala UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut LIPI di Mataram, NTB.

Berikut cuplikan hasil bincang-bincang saya dengan beliau:

Selamat atas pengukuhan Bapak sebagai Profesor Riset. Bagaimana perasaan Bapak?

Bahagia sudah dalam posisi puncak, beban mengejar karier sudah selesai, tinggal memfokuskan diri pada pengabdian.

Apa yang membuat Bapak tertarik dengan bidang penelitian?

Memang saya menyukai hal-hal yang baru, suka menemukan hal-hal yang baru. Sejak kecil saya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Sejak kapan tertarik dengan Abalon?

Pertengahan tahun 1990-an, saat itu ada mahasiswa Unpatti (Universitas Pattimura) yang hampir patah semangat menyelesaikan skripsi karena waktu itu dia meneliti tingkat kematangan gonad (pada Abalon) tidak berhasil. Saya penasaran, masa' tidak bisa sedangkan biotanya saja ada, kemudian kami mencari induk Abalon, melakukan penelitian di laboratorium, kemudian berhasil, dan anak itu lulus.Saat studi S2 di Selandia Baru, saya mengunjungi sebuah farm Abalon, ternyata Abalon cukup terkenal dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Dari situ saya yakin di Indonesia Abalon juga bisa dikembangkan seperti di luar negeri, sehingga saat saya mengambil studi S3, saya memilih memfokuskan pada "aspek biologi, reproduksi dan teknik pembenihan Abalon", kemudian dilanjutkan dengan melakukan seleksi Abalon, mana yang cukup bisa dikembangkan di Indonesia, dan ditekuni sampai sekarang.

Bagaimana kesan selama menjadi Peneliti?

Kesannya menyenangkan karena selalu menemukan hal-hal yang baru, dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Peneliti tidak akan pernah bosan, ada hal-hal baru yang kita ketahui. Dengan menjadi peneliti saya bisa menjelajah ke seluruh Indonesia. Peneliti juga sangat fleksibel, bisa masuk ke masyarakat paling bawah hingga birokrat.

Namun demikian, ada pengalaman tidak enak meskipun tidak mengurangi kesenangan saya sebagai peneliti, Tapi, misal kita punya keinginan, sementara dana dari pemerintah belum ada, tidak ada dana untuk pengembangan diri. Misal ada dana pengembangan diri yang cukup, meskipun belum ada dana dari pemerintah, masih bisa discover dana dari kantong pribadi, tidak harus bergantung dari dana pemerintah, misal pada event nasional dan internasional.

Bagaimana Bapak membangun karir sebagai Peneliti?

Peneliti itu tugasnya meneliti, menulis, dan kemudian memberikan informasi kepada masyarakat melalui tulisan. Selalu rajin membaca & menulis, dan apapun hasil tulisan tersebut saya tidak pernah menghitung penilaian paper, sepenuhnya saya percayakan pada masyarakat, dengan tulisan yang baru pasti ada manfaatnya,

Apa hambatan selama melakukan penelitian dan menjadi Peneliti selama ini?

Hambatan bekerja di lembaga pemerintah ya dana bergantung pada dana pemerintah. Terutama Puslit Oseanografi, sarana dan prasaran masih sangat terbatas, termasuk sarana dan prasarana di UPT LIPI Lombok, Mataram.

Secara umum pengembangan penelitian Abalon cukup mudah. Hanya saja, di beberapa tempat mengalami overfishing, sehingga mencari induk berukuran besar cukup sulit dan harus pergi ke tempat jauh, misal biasanya di perairan Lombok selatan, kini harus ke Sumbawa bahkan ke Kupang.

Apa harapan Bapak yang belum terwujud?

Khusus untuk Abalon, saya berharap bisa diproduksi secara massal, dikomersialkan, mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan meningkatkan sumber devisa negara, karena Abalon sendiri adalah komoditi ekspor. Saat ini, saya merasa bahwa apa yang saya lakukan belum bisa dinikmati 100% oleh masyarakat, belum dikenal luas, dan belum secara nyata meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saya ingin orang bisa makan Abalon di Indonesia, dan Abalon mudah ditemui di restoran-restoran seperti di Cina.

Apa pencapaian terpenting dalam hidup Bapak?

Apa yang saya raih saat ini sudah melebihi cita-cita saya waktu kecil. Cita-cita saya dulu adalah mencapai satu level diatas keberhasilan orang tua sebagai penyuluh pertanian lulusan SMP, yaitu jadi penyuluh pertanian lulusan SPMA (setingkat SMA).

Mengapa kemudian beralih ke bidang perikanan?

Pada saat di SPMA, ada dosen dari UGM yang mengajar pelajaran perikanan, beliau cerita pada saat ikut memancing ikan cakalang di perairan Maluku, memancing ikan tidak perlu pakai umpan danhasil pancingannya banyak. Hal itu tertanam dalam otak saya, sebuah rasa penasaran bagaimana menangkap ikan tanpa pakai umpan. Maka dari itulah, ketika di IPB saya masuk ke fakultas perikanan jurusan penangkapan. Kemudian ketikadi LIPI Ambon, saya sempat melakukan penelitian tentang ikan cakalang, dan saya menyaksikan sendiri orang memancing ikan cakalang tanpa pakai umpan seperti yang diceritakan dosen dari UGM waktu SPMA dulu.

Apa momen paling bahagia dalam hidup Bapak?

Waktu diterima di IPB dan kemudian lolos TPB IPB. Hal itu jauh lebih bahagia dibandingkan ketika saya menjadi sarjana.Di IPB, perjuangan sangat berat melawan anak-anak (lulusan) SMA. Pelajaran mendasar saat SPMA sangat jauh tertinggal. Lolos TPB IPB adalah masa paling bahagia.

Siapa orang yang paling berperan dalam hidup Bapak?

Orang tua.Yang dominan melakukan pengarahan adalah ayah saya, sedangkan ibu lebih banyak mendorong secara spiritual dan mentalitas serta kasih sayang. Selain itu, Bapak Prof. Dr. Asikin Djamali, beliau yang selalu membimbing di awal karir kepenelitian saya di LIPI.

Apa nilai-nilai penting dalam hidup Bapak?

Bagi saya, kesuksesan karir saya adalah kesuksesan keluarga. Pencapaian karir adalah yang membuat keluarga bahagia. Pencapaian saya adalah pencapaian keluarga juga.

Kunci utama mencapai sukses adalah disiplin diri, disiplin waktu, tidak mudah patah semangat, kegagalan adalah tantangan dan merupakan keberhasilan yang tertunda.

Apa nilai-nilai yang Bapak tanamkan pada keluarga dan anak?

Selain disiplin waktu, saya tanamkan mereka untuk selalu mencari sesuatu yang baru, giat membaca, dan bahwa belajar itu tidak hanya dari bangku pendidikan/sekolah atau perguruan tinggi, bisa dari mana saja, baik lingkungan kita, dari orang yang pendidikan jauh dibawah kita, dari ahlinya, bagaimana kita bisa memetik sesuatu yang tidak kita miliki, misal dari pegawai rendah yang dapat menambah keilmuan kita. Jangan merasa paling tahu, karena ilmu pengetahuan luas, dan tiap orang bisa memiliki pemahaman yang berbeda dari yang kita miliki.

Bagaimana potensi dan prospek dunia kepenelitian di Indonesia?

Cukup bagus, banyak masalah yang belum terungkap. Indonesia itu kaya, kaya sumber daya alam, dan memiliki sumber daya manusia yang melimpah, jika jumlah peneliti banyak dan terfasilitasi, sumber daya alam di Indonesia bisa terungkap potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga Indonesia bisa maju.Itu yang disebutkan oleh Kepala LIPI, Indonesia adalah sleeping giant.

Baca juga Kompas: Indonesia Masih "Sleeping Giant"

Apa nilai-nilai penting yang harus dimiliki seorang peneliti?

Selain skill dasar, seorang peneliti harus konsisten, persisten, selalu menambah pengetahuan, menyatakan kebenaran sesuai kenyataan meski itu pahit, seperti pepatah, peneliti itu boleh salah tapi tidak boleh bohong.

Bagaimana tanggapan Bapak terkait permasalahan kesenjangan gaji antara peneliti dan guru SD yang sempat mengemuka di media massa?

Sebenarnya sangat menyedihkan, perhatian pemerintah terhadap peneliti (masih) dibawah standar. Pemerintah menuntut peneliti untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dan besar, tapi jika peneliti masih konsen urusan perutnya, perut keluarganya, tentunya dia tidak bisa full dalam melakukan penelitian.

Kadang-kadang sebagai peneliti, butuh dana kecil untuk melengkapi kegiatan penelitiannya, yang mana tidak perlu untuk bergantung pada dana pemerintah, dan bisa dicukupi dari kantong pribadi.Banyak peneliti yang masih bergelantungan di bis kota, sementara ada beberapa guru SD sudah memiliki kendaraan pribadi yang cukup mewah. Bahkan banyak profesor riset yang masih naik mikrolet.

Baca juga Kompas: Di Indonesia, Gaji Profesor Lebih Rendah dari Guru SD

Pendapat Bapak tentang Peneliti yang meniti karir di luar negeri karena alasan ekonomi?

Menurut saya, sebenarnya tidak semata-mata karena uang, tapi lebih karena kebahagiaan peneliti adalah dapat melakukan penelitian secara sempurna.Jadi, jika seorang peneliti memiliki pengetahuan tinggi dan dia ingin mengembangkan ilmunya tapi tidak terfasilitasi, pasti akan merasa frustasi.

Saya sendiri ketika rumah saya yang di Ambondirusak (ketika kerusuhan Ambon), tidak merasa kehilangan karena yang lain pun rumahnya juga rusak. Tetapi, saat laboratorium saya ikut dihancurkan saya ikut menangis, artinya saya akan mempertahankan fasilitas dimana saya bisa bekerja dibanding fasilitas pendukung yang lain.

Jadi menurut saya, peneliti ke luar negeri lebih karena fasilitas lebih baik dibanding di Indonesia, termasuk atmosfer penelitian di luar negeri lebih cocok bagi para peneliti. Tidak melulu karena income.

Solusinya?

Ke depan, Indonesia harus meningkatkan kesejahteraan peneliti dan melengkapi fasilitas untuk kegiatan penelitian.

Apa rencana Bapak ke depan setelah menjadi Profesor Riset?

Meningkatkan pengabdian, supaya ilmu yang saya miliki bisa dirasakan serta menyejahterakan masyarakat.

Apa saran Bapak kepada generasi muda yang ingin mengikuti jejak Bapak sebagai seorang peneliti?

Profesi sebagai peneliti itu menyenangkan, jadi saran saya harus menikmati profesi itu sendiri. Hambatanbukanlah alasan, tidak ada dana dan alat ya masih ada tangan, jaman dulu juga banyak keterbatasan tapi tidak mengurangi manusia untuk melakukan penelitian-penelitian yang penting dan berguna.

Ada teman yang bilang, seorang peneliti itu gila, kalo sudah senang (dengan penelitiannya) dia bisa lupa dengan resiko yang dihadapinya.

Ulasan tentang beliau juga bisa dibaca di Kompas: Indonesia Cocok untuk Budidaya Abalon

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun