Mohon tunggu...
Alexander Sugiarto
Alexander Sugiarto Mohon Tunggu... -

Lahir di kampung (daerah Klaten), sekolah SLA dan kuliah di kota (Solo), ngeburuh di Jakarta. Pernah jadi kolportir iklan di Majalah Trubus dan Teknologi. Reporter di Majalah Merpati Putih, Garuda Onboard, Merpati inflight, Koordinator Reporter Tablid VISI (Perdami), Redpel Majalah Ekoinfo, Pemred CBS Telkomsel, Data Controller proyek OHSAS dan ISO di PT Pertamina, Sangasanga (Kaltim), Penulis dan Editor Majalah Katiga, Copywriter di beberapa Perusahaan Periklanan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

DPR (Dewan Penipu Rakyat)

2 September 2010   06:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kau teriakkan kata-kata, hampir memecahkan gendang telinganya, di alun-alun kota kecamatan, lapangan sepak bola, atau tanah lapang di mana saja. Kau teriakkan kata merdeka kepada calon konstituenmu, meski mereka belum merdeka. Rumah menyewa, pekerjaaan serabutan, setiap hari terus bertanya: besok makan apa dan apa makan besok?

Kau giring mereka dengan kata-kata manis dan janji-janji selangit: Saya akan memperjuangkan kepentingan saudara-saudara! Saya akan berusaha buka lapangan kerja, sekolah gratis, sembako murah, pokoknya apa saja sesuai dengan bidang dan tugas saya. Ingat-ingat coblos gambar no.007 Partai Kendi Pratolo (Parkentol) pada pemilihan bulan Mei.

Hidup Parkentol....hidup Parkentol.....hidup rakyat.....hidup, katamu ditelan keramaian massa. Lalu kau hibur mereka dengan sajian orkes dangdut lengkap dengan biduan-biduan yang membelalakkan mata. Kau beri mereka nasi bungkus dan uang dua puluh lima ribu rupiah.

Kau akhirnya memang terpilih menjadi Dewan Penipu Rakyat dari Parkentol. Kau sering bergaya di kamera televisi dengan mengobral kata-kata blablabla dan tak bermakna. Kau gegerkan semua mass media dengan sandiwara penuntasan bailout bank swasta. Kau habiskan uang rakyat sebesar 5 milyar lebih untuk sidang-sidangmu, meski hasilnya nggak ada.

Ketika sidang-sidang rutin dan tidak populer kau tampak malas-malasan datang, namun kau biasa mengakali titip tandatangan sebagai bukti untuk meminta jatah uang sidang. Gajimu 60 juta, diberi mobil, dan fasilitas mewah lainnya namun kau masih terus merasa kurang.

Satu tahun sudah kau duduk di kursi empuk dewan terhormat (katanya) dan leha-leha. Kau lupa dengan janji-janji manismu di depan konstituenmu, kala itu. Mungkin kau tak tahu bahwa masih jutaan anak-anak Indonesia yang tidak bisa sekolah. Para petani tak pernah untung mengerjakan sawahnya, para peternak selalu dimainkan oleh para tengkulak, peadagang-pedadang kecil pasar tradisonal makin terhimpit oleh pedagang mal-mal kapital besar. Dan buanyak masalah lain yang mustinya kau catat dalam agenda harian dan perjoanganmu.

Kau memang tak pernah berbuat apa-apa, kau benar-benar tak mengerjakan apa-apa. Kau kini membikin geger lagi dengan mengajukan anggaran pembangunan gedung baru lengkap dengan supermarket, fitness, kolam renang dan sauna. Sebuah mata rantai dari pengajuan anggaran dana sebelumnya, dana aspirasi atau entah apa namanya.

Janji tinggal janji. Kau lupa dan sengaja melupakan apa yang pernah kau katakan di depan massa (mu) ketika itu. Kau memang pantas disebut Dewan Penipu Rakyat/.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun