Mohon tunggu...
Olahraga Artikel Utama

Perlunya Melacak Potensi Keterlibatan Korupsi pada Atlet

18 September 2016   04:11 Diperbarui: 19 September 2016   11:50 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OBOR SPORTIFITAS. Api yang menjilat-jilat di kalderon PON XIX, tak sekadar melambangkan semangat. Namun, juga melambangkan sikap sportifitas yang wajib dijaga dan ditegakkan para kontingen peserta. Ironisnya sikap sportifitas itu hanyalah kata seremonial saat pembukaan. Perebutan medali pun halal dilakukan dengan segala cara. Jual beli medali tak lagi malu dilakukan, meski perilaku itu melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupi lantaran merugikan keuangan APBD yang diterima atlet sebagai dana pembinaan bulanan. | sumber gambar: elshinta.com/

Pesta olahraga tergengsi di Indonesia, Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 di Jabar telah dimulai. Persaingan antar kontingen provinsi pun mulai sengit. Tuan rumah Jawa Barat berambisi merebut predikat juara umum dengan menggeser DKI Jakarta yang berkibar dalam PON XVIII/2012 di Riau, dengan merampas mahkota juara umum Jawa Timur di PON XVII/2008 Kaltim.

Berdasarkan data PB PON XVIII, DKI merebut predikat juara umum dengan mendulang 110 medali emas, 101 perak dan 112 perunggu. Posisi kedua ditempati Jawa Barat dengan 99 emas, 79 perak dan 101 perunggu. Nasib pahit dialami Jawa Timur. Mantan  juara umum PON 2008 itu tersuruk di peringkat ketiga dengan 86 emas, 86 perak dan 84 perunggu.

Sementara Jawa Tengah terseduh di peringkat keempat  dengan meraih 47 emas, 52 perak dan 68 perunggu. Diikuti Kalimantan Timur dengan raihan 44 emas, 45 perak, dan 50 perunggu di peringkat kelima dan tuan rumah Riau menyodok di urutan keenam dengan 43 emas, 39 perak, dan 51 perunggu.

Dari perolehan medali PON Riau tersebut, secara teknik Jabar akan mengalami kesulitan untuk merealisasikan ambisinya merebut predikat juara umum dari DKI. Tolak ukurnya selisih 11 emas, 22 perak dan 11 perunggu. Selisih 44 medali nomor itu, di atas kertas akan membuat Jabar memeras dalam menyiapkan strategi emasnya.

Mengandalkan kualitas atlet yang digembleng dalam Puslatda PON2016, tidak memberikan Jabar sukses merealisasi target juara umum. Ini karena kualitas sistem pembinaan Puslatda PON XIX yang diterapkan, seperti pepatah 'jauh panggang dari api'. Pembinaan yang diselenggarakan Jabar dapat dipastikan tak menjanjikan prestasi juara umum.

Sadar dengan kualitas pembinaan Puslatda PON 2016 yang dimiliki, maka Jabar menerapkan strategi lain dalam merealisasi target juara umum. Main mata dengan provinsi lain yang memiliki persamaan tujuannya. Mempermalukan kontingen DKI yang sepanjang tahun 2014 dan 2015 sesumbar yakin bahwa kontingennya dapat mempertahankan mahkota juara umum.

Banyak provinsi yang masygul dengan sesumbar DKI dan kebijakan PONJabar itu, tapi tidak semua provinsi memiliki kekuatan yang mampu membendung DKI. Satu-satunya provinsi yang memiliki kekuatan dan ketangguhan itu hanyalah Jatim. Barometernya kualitas sistem pembinaan Puslatda PON XIX Jatim, yang menerapkan sistem sport sains. Sebuah sistem pembinaan olahraga berdasarkan teknologi, yang berhasil mengantarkan Amerika, China, Australia, dan Korsel berkibar diOlimpiade dalam 15 tahun terakhir.

Memang, tidak ada bukti yang mencerminkan adanya 'main mata' antara Jabar, dengan Jatim sebagai batu pendulum penentu sang juara umum. Demikian pula Jateng, Banten, Bali, dua Nusa Tenggara, dan provinsi lain sebagai perusak konsentrasi DKI dalam mengumumkan kepingan emas.

Ironisnya lagi, Jabar juga tidak mengondisikan cabor-cabor yang diturunkan untuk bekerja sama dengan tim cabor Jatim, Jateng, Banten, Bali, dan provinsi lain. Sebaliknya banyak cabor kontingen Jabar yang memusuhi Jabar untuk merebut juara umum. Karena itu, bukan sebuah kemuskilan, para provinsi kolega Jabar merebut predikat juara umum itu mengubah sikap.

Jerat Korupsi

Penyelenggaraan PON di daerah yang menelan biaya ratusan miliar rupiah dari anggaran APBD dan APBN, ternyata selalu berakhir dengan terjeratnya banyak oknum sebagai terduga koruptor. Ironisnya sampai saat ini atlet daerah yang juga menjadi penerima APBD tak ada yang terjerat, meski para atlet itu berpotensi sebagai koruptor APBD dengan perilaku jual beli medali, mogok bertanding, dan undur diri menjelang hari H lantaran faktor X yang merugikan kontingen daerah pembinanya. Sumber: antaranews.com
Penyelenggaraan PON di daerah yang menelan biaya ratusan miliar rupiah dari anggaran APBD dan APBN, ternyata selalu berakhir dengan terjeratnya banyak oknum sebagai terduga koruptor. Ironisnya sampai saat ini atlet daerah yang juga menjadi penerima APBD tak ada yang terjerat, meski para atlet itu berpotensi sebagai koruptor APBD dengan perilaku jual beli medali, mogok bertanding, dan undur diri menjelang hari H lantaran faktor X yang merugikan kontingen daerah pembinanya. Sumber: antaranews.com
Kegagalan Jabar memenuhi target juara umum PON XIX, saat ini belum terjadi. Namun, tanda-tanda kegagalan itu menanti di depan mata. Dengan fakta pahit itu, maka jeratan UU Korupsi pun menanti ditebar. Menjerat personil PBPON XIX dan petinggi provinsi Jabar, yang berwenang dalam penetapan penggunaan APBD Jabar untuk menggelar PON 2016. Sebuah nasib sama dengan panpel PON 2008 dan 2012. Sukses penyelenggaraan PON, tapi berakhir sebagai narapidana korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun