Mohon tunggu...
Olahraga Artikel Utama

Mogok Tanding, Atlet PON XIX Berstatus Koruptor APBD

18 September 2016   06:25 Diperbarui: 19 September 2016   08:27 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Pekan Olahraga Nasional (PON) diselenggarakan di daerah, banyak kepala daerahdan personil PB PON harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Mayoritas terjerat kesalahan dalam penggunaan APBD dan APBN. Ironisnya sampaisaat ini atlet yang tampil dalam PON sebagai penerima APBD, tak ada yangtersentuh hukum. Padahal banyak perilaku merugikan keuangan daerah yang merekalakukan sebagai atlet PON. Jual beli medali, misalnya. Demikian pula sikapmogok bertanding dan undur diri menjelang bertanding, dengan alasan yang menguntungkanpribadinya. 

Perilaku merugikan keuangan daerah akibat perilaku atlet sepanjang penyelenggaraan PON, sebenarnya sudah diakui KPK sejak dipimpin Antasari Azhar. Ironisnya kecerdasan untuk mengungkap proses dugaan korupsi yang dilakukan atlet penerima APBD untuk bertanding di arena PON itu, terhenti ditengah jalan lantaran Antasari terjerat kasus dugaan pembunuhan.

Sikap sama terhadap keinginan mengungkap proses dugaan korupsiyang melibatkan atlet penerima APBD untuk tampil dalam PON, juga dilakukan oleh Abraham Samad saat memimpin KPK. Namun, obsesinya untuk menegakkan keadilan dalam pelanggaran hukum oleh atlet penerima APBD itu, juga terhenti di tengah jalan akibat Samad harus berurusan dengan hukum.

Tidak demikian dengan peluang Agus Rahardjo yang kini memimpinKPK. Alumni ITS ini memiliki kesempatan untuk merealisasi obsesi Antasari Azhar dan Abraham Samad, untuk memburu dan mengungkap dugaan korupsi yang dilakukan oleh para atlet penerima APBD. Fakta itu diungkap sumber di badan anti rasuah tersebut, tercermin dari agenda pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket)dari para atlet yang tampil dalam PON XIX. Agenda tersebut sudah dimulai sejakawal 2014 hingga Agustus 2016 lalu.

Data yang dikumpulkan tak hanya catatan prestasi dari atletcabang olahraga (cabor) terukur, tapi juga dari cabor tidak terukur. Data itu disempurnakan dengan catatan psikologis atlet, gaya hidup, dan semua datapribadi atlet yang dibutuhkan dalam proses penyelidikan dan penyidikan saat pemilik data, menjadi terduga dalam dugaan korupsi saat tampil dalam PON XIX. 

Dugaan korupsi yang melibatkan atlet saat tampil sebagaikontingen daerah, secara eksplisit sesungguhnya sangat banyak dan beragam.Namun tak dipungkiri Agus Rahardjo, penanganan dalam pengungkapan dugaankorupsi tersebut kurang tajam dan detil. Kondisi tersebut terjadi, karena banyaknya kendala sepele yang menjadi penghalang dilakukannya proses pengungkapan. Tidak adanya ketegasan KONI Daerah yang melakukan pelaporan atas dugaan korupsi yang dilakukan atlet binaannya, yang selama dua hingga tigatahun menjadi penerima dana pembinaan dari anggaran APBD.

Padahal dengan status penerima dana pembinaan yang bersumber dari APBD dan APBN tersebut, maka seorang atlet terikat kontrak secara hukumuntuk berlatih sebagaimana sistem pembinaan yang ditetapkan KONI Daerah atau Pusat. Ikatan hukum lainnya adalah kewajiban bertanding dalam PON, kejuaraan multi-even lain, atau kejuaraan cabor yang menjadi target pembinaan KONI Daerah atau Pusat.

Dengan dua ikatan hukum atas kewajiban berlatih dan bertandingitu, maka sebuah jeratan hukum dapat diterima atlet sebagai penerima anggaranAPBD atau APBN. Pelanggaran hukum yang dilakukan atlet tersebut, dapat dijeratdengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jerat hukum yang berhak disandangnya, sebagai koruptor anggaran APBD atau APBN. Ini karena perilaku atlet terkait dengan kerugian Keuangan daerah atau Negara, yang diatur dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 UU PTPK.

Sedangkan pasal yang dapat dikenakan terhadap atlet tersebut adalah Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 huruf g UU PTPK tentang korupsi yang terkait dengan pemerasan, bilamana atlet melakukan pelanggaranikatan hukum untuk berlatih dan bertanding disebabkan alasan tuntutannya yang tidak diatur dalam kesepakatan (MoU), tidak dipenuhi KONI Daerah atau KONIPusat.

Selain itu, atlet yang melanggar kewajiban berlatih dan bertanding juga dapat dijerat dengan Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7ayat (2) dan Pasal 12 huruf h UU PTPK, karena dinilai melakukan perilaku korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.

"Banyak pasal UU PTPK yang dapat digunakan untuk menjerat atlet penerima APBD atau APBN. Dan, project officer sikap tegas hukum yang tidak memandang pelakunya itu akan dimulai dari PON XIX ini," kata sumberdi KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun