"Dijerat pasal 378 KUHP, karena atlet tersebut dianggap melakukan penipuan terhadap KONI Daerah yang memberikan anggaran pembinaan dariAPBD. Atlet menjanjikan siap berlatih dan tampil dalam PON XIX, tapi dia wanprestasi secara hukum," katanya.
Selain itu, dapat dijerat dengan pasal 372 KUHP, karena secara hukum atlet tersebut telah melakukan penggelapan atas anggaran pembinaan dariAPBD yang diterimanya. Bersifat penggelapan, karena APBD yang diterimanya wajib diimbangi dengan berlatih dan bertanding dalam PON XIX. Dengan jeratan pasal 372 dan 278 KUHP itu, maka atletpenerima APBD itu berkewajiban mengembalikan semua anggaran pembinaan dan uang saku pertandingan dari APBD. Pengembalian anggaran APBD tersebut wajib dilakukandalam satu kali setoran. Tidak bisa diangsur.
"Saat pengembalian anggaran APBD belum dilakukan secara penuh, maka atlet tersebut wajib menjalani tahanan badan sebagai penghuni sel. Atlet dapat keluardari sel jika sudah mengembalikan semua anggaran APBD yang diterima,"ujarnya.
Kendati telah mengembalikan anggaran APBD yang diterima, menurut dia, atlet tersebut tetap wajib menjalani jeratan hukum dalam sidang pengadilan, untuk vonis hukuman bersifat incract atas penipuan terhadap KONI Daerah dan penggelapan anggaran APBD yang dilakukan. Sementara jeratan Pasal 310, 311, & 315 KUHP dapatdilakukan, karena perilaku menolak bertanding dalam PON XIX. Secara hukum mencemarkan citra KONI Daerah. Jeratan Pasal 27, 45, 36, dan 51 UU ITE dengan ancaman hukuman minimal 6 tahun, berpotensi dialami atlet tersebut lantaran bukti ancaman tidak bertanding yang ditulis di media sosial, seperti data yangdiberikan LSM pada KPK.
"Jika kasus gugatan ini harus terjadi, saya yakin kasus iniakan menjadi pengetahuan baru dalam dunia hukum di Indonesia. Selain itu akan menjadi pembelajaran bagi para atlet amatir untuk cerdas dalam berkomitmen yang melibatkan anggaran APBD," katanya.
Sikap cerdas perlu dilakukan para atlet dalam mematuhi komitmen,dengan imbalan anggaran APBD. Ditegaskan, karena setiap penggunaan APBD danAPBN memiliki jerat hukum, yang tak akan bisa dihindari oleh atlet penerimaanggaran. Karena itu, atlet penerima APBD atau APBN hendaknya mematuhi ikatan hukum atas kewajiban berlatih dan bertanding.
Pertimbangan panjang, dikatakan, perlu dilakukan atlet penerima APBD atau APBN sebelum mogok tanding. Hendaknya tidak ambisi memburu"rupiah" berjumlah sedikit, sehingga harus berurusan hukum dengan resiko mengembalikan anggaran APBD atau APBN ratusan juta yang sudah diterima, resiko masuk pejara dengan cap koruptor, penipu, penggelapan yang beresiko karier atletnya hancur dan kerusakan citra sosial sebagai anggota masyarakat. #berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H