Sebagai awal proses pengungkapan dugaan korupsi yang dilakukan atlet peserta PON XIX, akan dikenakan pada para atlet yang melakukan mogok bertanding dan mengundurkan diri menjelang tampil dalam PON XIX. Senyampang mogok dan pengunduran diri tersebut tidak disetujui dan sepengetahuan pelatih dan pengurus KONI Daerah, maka atlet tersebut langsung dapat dijerat dengan UUPTPK. Pasalnya keputusannya itu merugikan keuangan daerah yang diterimanya sebagai dana pembinaan rutin bulanan.
MENOLAK BERTANDING
Sementara pencairan "rupiah" yang diberikan KONIDaerah pada 2 atlet cabor tersebut, menurut data yang dimiliki KPK, tidak diatur dalam kesepakatan rekrutmen atlet. Dalam kesepakatan rekrutmen yang tertulis, atlet penghuni Puslatda berkewajiban untuk berlatih dan bertanding dalam PON XIX. Atas kewajiban yang dilaksanakan itu, maka atlet tersebut berhak menerima dana pembinaan bulanan, bonus medali yang direbut dalam PON XIX dengan nilai yang ditetapkan provinsi.
Berdasar isi kesepakatan tersebut, ditegaskan Agus, pemberian"rupiah" pada 2 atlet cabor itu merupakan sebuah kebijakan KONIDaerah, dengan dasar pertimbangan yang hanya diketahui oleh KONI Daerah yangmemberi. Sedangkan atlet yang tidak menerima, secara hukum tidak memiliki hakuntuk menuntut diberi "rupiah" seperti rekannya. Apalagi denganmelontarkan ancaman untuk tidak bertanding via media sosial.Â
"Dengan melontarkan ancaman lewat media sosial, secarahukum dapat diterapkan UU ITE dengan ancaman penjara diatas 5 tahun. Itu belumjeratan UU Korupsi saat ancaman tersebut dilakukan," ujarnya.
Kendati demikian, Agus menolak untuk menyebut nama atlet dangantinya, serta KONI Daerah yang akan dikhianati. Kebijakan itu dilakukan, karena bukti rekaman suara dan foto status di media sosial itu masih berbentuk ancaman. Sehingga berpeluang untuk tidak dilakukan atlet, yang bersangkutan.
Sebaliknya jika ancaman tidak bertanding dalam PON XIX itudilakukan atlet yang bersangkutan. Secara cepat berdasar bukti hukum rekamansuara dan foto di media sosial itu, akan melakukan supervisi pada kejaksaan dankepolisian daerah untuk melakukan tindakan hukum terhadap atlet tersebut. "Saat kejaksaan dan kepolisian daerah melakukan tindakanhukum, maka nama atlet dan KONI Daerah yang dikhianati akan diketahui dan pers silahkan menayangkan secara umum," katanya.
Dasar jeratan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) terhadap atlet tersebut, dikatakan, cukup dengan melihat aliran dana APBD yangd ikirimkan KONI Daerah ke rekening atas namanya. Selanjutnya dikuatkan denganisi surat perjanjian kesepakatan rekrutmen sebagai atlet puslatda yang bersifat umum. Artinya, cukup dengan namanya tercantum sebagai atlet Puslatda yang diterbitkan KONI Daerah, maka atlet penerima APBD tersebut dapat dijerat dengan UU PTPK. Nama dalam daftar atlet Puslatda itu, memiliki kekuatan hukum sama dengan atlet yang menandatangani surat perjanjian kesepakatan rekrutmen.
PASAL PENIPUAN
Sedangkan advokat H. Soemarso SH mengatakan, perilaku korup atlet penerima APBD , secara hukum juga berpotensi untuk dijerat dengan hukum pidana umum. Menolak tampil dalam PON XIX akan menempatkan atlet tersebut untuk dijerat dengan pasal Penipuan (Pasal 378 KUHP), Penggelapan (Pasal 372 KUH P), danPencemaran Nama Baik (Pasal 310, 311, & 315 KUHP serta UU ITE Pasal 27, 45,36, dan 51 dengan ancaman penjara 6 hingga 12 th).