Mohon tunggu...
Ratri DewiMardika
Ratri DewiMardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional UIN Jakarta 2021

seorang Mahasiswi Hubungan Internasional yang memiliki hobi travelling dan bercita-cita untuk keliling dunia.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Konflik Laut China Selatan dan Ancamannya terhadap Kedaulatan Indonesia

29 Mei 2024   19:16 Diperbarui: 29 Mei 2024   19:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut Cina Selatan adalah laut semi tertutup yang berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, China, Taiwan, dan termasuk juga Indonesia. Laut Cina Selatan juga merupakan jalur penting bagi perdagangan maritim internasional. Adanya klaim Nine Dash Line di Laut China Selatan menjadi salah satu isu geopolitik yang sangat kompleks di Asia Tenggara. Konflik ini pun dapat berimplikasi kepada kedaulatan negara-negara di wilayah sekitarnya. Tumpang tindih klaim teritorial di Laut China Selatan menciptakan berbagai ketegangan karena negara-negara yang berbatasan langsung dengan kawasan ini masing-masing memiliki alasan atas klaim hukum mereka sendiri atas sumber daya dan kegiatan ekonomi di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka.


Secara historis China mengklaim Perairan Laut Cina Selatan berdasarkan pada garis nine dash line yang merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah Cina ketika lepas dari pendudukan Jepang tahun 1947. Sejarah panjang penjelajahan dan penangkapan ikan oleh pelaut-pelaut Tiongkok di wilayah tersebut menjadi dasar argumen China, meskipun klaim ini tidak diakui oleh pengadilan internasional, termasuk putusan Permanent Court of Arbitration (PCA) pada tahun 2016, memutuskan bahwa klaim China soal Nine Dash Line tidak memiliki dasar hukum yang kuat, putusan ini menegaskan bahwa klaim China atas fitur-fitur yang ada di wilayah Laut China Selatan tidak dapat dibenarkan dalam Hukum Internasional. Klaim yang dilakukan oleh China terhadap Laut China Selatan mencakup sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna.

Indonesia memang tidak mengklaim sebagai bagian dari Laut China Selatan, tetapi fakta mengenai konflik ini terjadi di wilayah yang berbatasan langsung dengan Indonesia serta meluasnya klaim China hingga ke sekitar perairan Natuna mengancam kedaulatan maritim Indonesia. Pada tahun 2010 dan 2013, setidaknya terdapat tiga kejadian kapal-kapal patroli Indonesia berupaya untuk menahan kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok di Laut Cina Selatan dan dihalang-halangi bahkan diperintahkan oleh penegak hukum Tiongkok untuk melepaskan kapal-kapal Tiongkok yang ditahan oleh Indonesia. China mengatakan bahwa area tersebut adalah bagian dari perairan tradisional untuk penangkapan ikan mereka.Namun, klaim ini ditolak secara tegas oleh Indonesia berdasarkan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Konflik ini tidak hanya mempengaruhi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan China tetapi juga mengancam akses Indonesia terhadap sumber daya alam penting di kawasan tersebut seperti, perikanan, cadangan minyak serta gas. Meningkatnya angkatan militer China di Laut China Selatan, memperbesar kemungkinan terjadinya konflik militer, dan berdampak langsung pada keamanan maritim Indonesia.

Sebagai respon dari konflik ini, Indonesia telah mengajukan nota protes terhadap klaim China di Laut China Selatan dan memperkuat militernya di sekitar Natuna. Indonesia juga mulai aktif dalam forum-forum internasional dan regional seperti ASEAN dengan tujuan untuk  mencari solusi damai atas konflik ini dan menegakkan hukum internasional. Hal yang dicoba dilakukan oleh Indonesia mencerminkan komitmen Indonesia dalam menjaga stabilitas regional serta untuk memastikan bahwa semua klaim dan aktivitas yang terjadi di wilayah Laut China Selatan telah sesuai dengan hukum internasional. Selain itu, Indonesia juga melakukan perubahan nama di sebagian wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut China Selatan sebagai langkah untuk memperkuat kedaulatan dan hak berdaulatnya di kawasan tersebut sekaligus menunjukan reaksi atas tindakan Tiongkok yang tidak menghormati kesepakatan internasional atas wilayah hak berdaulat negara berpantai atas Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut. Meskipun pada dasarnya Tiongkok menganggap bahwa perubahan nama tersebut tidak memiliki arti bagi keputusan negaranya, tetapi hal tersebut menjadi kunci Indonesia dalam memenangkan konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan.

Konflik Laut China Selatan menuntut Indonesia untuk terus waspada dan bertindak secara proaktif dalam mempertahankan kedaulatannya, melindungi sumber daya alamnya, dan memastikan keamanan maritimnya. Selain dengan melakukan langkah-langkah pertahanan, langkah diplomasi juga sangat penting bagi Indonesia. Indonesia aktif dalam forum-forum regional dan internasional seperti ASEAN untuk mencoba mencari solusi damai dan menegakkan hukum internasional pada konflik ini. Indonesia dengan melakukan pendekatan yang komprehensif berusaha memastikan bahwa hak-hak negaranya dihormati dan memastikan kawasan tetap stabil dan aman dari konflik yang lebih luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun