[caption caption="Gambar : Pojok satu.com"][/caption]Betulkah korupsi telah membudaya di negri ini? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Lalu apa alasannya ? saya pasti akan dahulukan mengatakan yang tidak, terlebih dahulu karena ini bagian rasa tanggung jawab sebagai anak bangsa,yang tidak terima kalau dikatakan korupsi telah membudaya di negeri ini. Pasti siapapun akan keberatan dengan label jelek ini. Nenek moyang kita pasti tidak menerima jika anak turunnya mendapat stigma buruk seperti ini.
Karena para leluhur kita tidak merasa mewaariskan budaya jelek ini. Budaya adiluhung para leluhur yang sangat mengutamakan kejujuran dan keterbukaan sama sekali bertentangan dengan perilaku koruptif seperti ini. Menurut Frans Magnis Suseno, secara etika tindak korupsi harus dicela,karena pada dasarnya setiap koruptor adalah pencuri. Korupsi adalah ketidak adilan kelas tinggi karena terjadi dengan memanfaatkan kedudukan istimewa yang tidak dimiliki orang lain.
Apalagi mereka yang mempercayai kalau perilaku korup seperti ini adalah perilaku maling yang harus diberantas. Untuk mengantisipasinya jauh hari pendahulu kita telah menanamkan sikap kejujuran, seperti yang nabi ajarkan, yaitu sikap amanah jujur atau dapat dipercaya dan tablig bersikap penyampai bisa diartikan transparan shidieq berarti benar Fatonah berarti bijaksana Sehingga perilaku kontradiktif ini tak mungkin diterima oleh generasi pendahulu kita dan inilah bukti keberatan kita terhadap sinyalemen tadi.
Alasan selanjutnya karena tindak korupsi ini hanya berlaku khusus tidak bisa digenelisir,tidak bisa gebyah uyah, hanya sedikit orang yang melakukan lalu dianggap semuanya. Pasti kita semua keberatan hanya gara gara nila setitik akan merusak susu sebelanga,seluruh warga bangsa ini.
Lalu bagaimana relitanya dilapangan? Nah berangkat dari realita yang ada kini kita menuju jawaban Ya, maksudnya kalau ditanyakan apakah korupsi sudah membudaya di negeri bisa jadi jawabannya ya, alasannya makin hari tindak korupsi ini makin kentara makin merata menggerogoti bagai rayap yang menyerang rumah besar republik ini, menyelusup menyeluruh ke pelosok penjuru negeri ini. Menggejala di semua lini kehidupan,hampir menerobos semua dinding pembatas hampir disemua lembaga. Kerugian akibat korupsi ini sudah banyak dirasakan yang sangat mencolok,yakni ambruknya tatanan dunia perbankan Indonesia yang terjadi tahun 1997 lalu.
Dari Catatan KPK, hal yang patut disyukuri dengan berdirinya lembaga ini setidaknya telah mampu menyelamatkan uang Negara sebesar Rp.197,39 triliun,serta mencegah kerugaian negara selanjutnya sekitar Rp.51,50 triliun. Jika sejumlah itu dimanfaatkan oleh pemerintah jika dikonversi bisa mampu memberikan 29,3 miliar kg beras atau 22,6 miliar liter susu atau menyediakan sekolah gratis untuk 429 juta anak usia SD.
Yang kini menjadi sorotan, korupsi ini dilihat dari modus operandinya terus berkembang seperti punya gaya metamorphose yang selalu berubah ubah setiap pola kasusnya sudah berganti ganti cara , mulai dari yang amat sederhana berupa sekedar Pungli,uang pelicin ,komisi pemenangan tender suatu proyek lalu model persekongkolan kangkalikong, dengan pelaku usaha swasta terus berganti model menjadi sistim korupsi berjamaah korupsi yang dilakukan bersama sama sampai kini muncul lagi korupsi keluarga.
Fenomena ini menurut catatan ACCH bulletin KPK ,menyebutkan Fenomena korupsi yang belakangan ini terjadi telah melibatkan keluarga inti. Misalnya kasus korupsi yang melibatkan suami-istri hasil pengembangan dari kasus hambalang yang menjerat mantan bendahara Partai Demokrat M. Nazarudin juga melibatkan istri ,lalu kasus Neneng Sri wahyuni dalam kasus korupsi lain yang masih terkait. Bahkan yang melibatkan kakak-adik pengadaan alat kesehatan di Propinsi Banten,dan kasus Penyuapan Ketua MK Akil Muhtar yang juga melibatkan kakak-adik Ratu Atut dan tubagus Wardana. Selain itu menurut catatan tempo, kasus korupsi Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah yang memeras perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan ruang dan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitah yang disidang bersama karena menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dari update data terbaru kompas 29/7/2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti, sebagai tersangka. Pimpinan sementara KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, keduanya diduga terlibat dalam pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Psikolog sosial dari Universitas Gadjah Mada, Faturochman mengatakan ada konstruksi budaya di Indonesia yang menyebabkan istri dan keluarga biasanya ikut tersandung bila seorang pejabat terbukti melakukan korupsi. Pertama, kata dia, adalah nilai kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat lekat dalam budaya Timur. "Keluarga adalah bagian penting dari seorang individu. Sehingga jika sekali pun keluarga salah akan tetap dibela," kata Faturochman seperti yang dikutip tempo 27/7/2015.
Beberapa modus korupsi kini tercium bermula dari sebuah keluarga,misalnya akibat pola hidup istri yang hedonis, lalu mewarnai pola kehidupan keluarga,dengan banyaknya tuntutan menuruti gaya hidup mewah Istri atau anaknya maka sang Suami sebagai kepala keluarga akan merasa gengsi kalau tidak bisa memenuhi keingian keluarga.
Mulailah petualangan bermula ,berbagai cara akan dilakukan oleh sang suami termasuk melanggar hukum,dengan melakukan tindak korupsi ini. Dan lucunya seperti sudah diatur sedemikian rupa tersusun rapi,misalnya siapa yang berlaku sebagai pelakunya siapa yang melakukan monay loundry nya dan siapa yang berlaku sebagi pemegang kas nya sangat rapi dan tertutup rapat dan saling melindungi jika berhadapan dengan hukum pasti akan selalu membela saling menutupi walaupun berbuat salah. Inilah jejak korupsi yang sudah mendarah daging di keluarga beberapa oknum sehingga sulit diusut.