Mohon tunggu...
Mohamad AB
Mohamad AB Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan

Menulis untuk bertutur kata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mungkinkah Gada Rujak Polo di Banyumas Memotivasi Katak Rebus, Whit Gibbons

12 Juni 2021   09:25 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:34 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaknai , Gada Rujak Polo, yang kini menjadi  Ikon Baru Kota Purwokerto, berupa Sebuah tugu berbentuk Gada Rujak Polo kini berdiri kokoh di area bundaran Underpass Jendral Soedirman. Menurut Pustakawan Dinarpusda Banyumas, Fuad Zein Arifin ( 06 Okt 2020, KBRN Purwokerto ) menjelaskan literasi mengenai Tugu Gada Rujak Polo yang  sudah tercantum dalam lambang daerah Kabupaten Banyumas. "Gada Rujak Polo merupakan senjata dari tokoh werkudoro dalam cerita pewayangan yang melambangkan watak satria, jujur dan berani," ujarnya. Tugu tersebut juga melambangkan agar setiap tindakan yang dilakukan harus selalu menggunakan akal, pikiran dan nalar. "Sebagaimana tokoh pahlawan dari Banyumas, seperti Jendral Soedirman, Gatot Subroto, R. Suprapto, dan masih banyak lagi," imbuhnya. Buku literasi mengenai Gada Rujak Polo tersedia di Perpustakaan Daerah Banyumas. Tidak heran jika para leluhur Banyumas yang  diteruskan oleh para penerusnya menganalogikakan dengan "Rujak  Polo" Alias "Ngutek" Jadi manusia (orang banyumas ) harus ngutek,dan Jangan bangga menjadi orang Banyumas  jika tidak siap berolah pikir alias ngutek, selalu pakai logika dalam bertindak sehari hari. Sangat kodrati, madani. Kini rujak polo  bukan saja menjadi lambang masyarakat  Banyumas  yang diabadikan dalam logo daerah sesuai UU No. 13/1950  yang  kini sudah dibuatkan patung menjadi, ikon baru kota purwokerto.

Akibat Terlena,munashoroh.org/2018/0 
Akibat Terlena,munashoroh.org/2018/0 

Relevansinya  dengan motivasi semangat, kita kenal  dengan, "The legend of the boiling frog is just a legend" oleh Whit Gibbons, Ecoviews, dalam id.wikipedia.org, November 18, 2002. Menurut Gibbons ,Katak rebus adalah anekdot yang menceritakan seekor katak direbus hidup-hidup secara perlahan. Dalam kisahnya, apabila seekor katak ditaruh di dalam air mendidih, katak tersebut akan melompat keluar, namun apabila kataknya ditaruh di air dingin yang dipanaskan perlahan-lahan, katak tersebut tidak akan mengetahui bahayanya dan akan mati direbus. Cerita ini sering digunakan sebagai metafora untuk menyebut  ketidakmauan orang-orang untuk menanggapi perubahan besar yang terjadi secara bertahap,di lingkungan  ekosistim sekitar kita. Mari saatnya kita berubah,meskipun  pandemi masih belum berakhir..

Kisah ini  juga dikenal dengan sindrom katak rebus. Hal tersebut bisa menimpa siapapun. Penjelasan konkritnya adalah bahwa kita kadang  terjebak dalam zona nyaman yang ternyata mematikan kita. Sebagai contoh adalah seorang pekerja yang memasuki dunia kerja yang menawarkan kenyamanan namun setelah beberapa lama ia pun terjebak dalam kenyamanan dan mungkin potensinya untuk berkembang pun mati karena kenyamanan tersebut. Let's be smart, janganlah  terlena ,pergilah dari  zona nyaman,berubahlah  agar lebih berkembang dengan tidak membiarkan cita-cita dan potensi diri mati dalam kenyamanan. Karena biasanya kita akan mengetahui potensi diri sendiri saat berada dalam zona tidak nyaman? Jangan trauma dengan kesulitan karena setiap kesulitan  akan datang kemudahan  yang akan memaksa kita untuk berkembang.Keluarlah dari zona nyaman, beranilah mencoba  hal baru berinovasi.

Lebih dari itu ,jika merujuk pada tuntunan, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (TQS. Ar-Ra'd [13]: 11).  Sehingga dalam implementasinya,lebih baik gagal karena mencoba daripada   mati  karena menunggu,segeralah berubah,jangnlah stagnan,berlarilah dari takdir satu ke takdir yang lain, berevolusi seperti kepompong menjadi kupukupu. Kodratnya mahluk hidup memiliki kepekaan terhadap rangsang dan manusia adalah yang memiliki derajat paling tinggi, ada akal pikiran,budi,bukan sekedar insting, maka harus selalu logis, analitis,kritis,aktif, positif thinking, dinamis, progresif. Dan konsekuensi bukti bersyukur seorang hamba sebagai manusia yang diberikan akal oleh Sang Khalik adalah digunakan semaksimal mungkin, maka ada konsep kewajiban belajar dari sejak lahir sampai sebelum mati. Tidak heran jika para leluhur Banyumas yang  diteruskan penerusnya menganalogikakan dengan "Gada Rujak  Polo" Alias "Ngutek" Jadi manusia (orang banyumas ) harus ngutek,nalar ,sangat kodrati, madani...kini rujak polo sudah dibuatkan patung menjadi ikon baru kota Purwokerto.Mungkinkah Rujak Polo di Banyumas  Memotivasi Katak Rebus, Whit Gibbons?  (Gung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun