Kondisi sosial dan kesehatan masyarakat secara global terus mengalami peningkatan, namun pada negara-negara berkembang dan terbelakang masih perlu untuk mengimplementasikan kebijakan publik yang dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia secara komprehensif. Terlepas dari kondisi saat ini, terjadinya penurunan angka kematian menjadi indikator penilaian yang penting untuk melihat peningkatan angka harapan hidup. Secara global, peningkatan usia harapan hidup yang panjang seiring sejalan dengan meningkatkan populasi lansia (Rodrigues, 2014).
Populasi global yang terjadi lansia berumur >60 tahun berjumlah 962 juta pada 2017, terjadi lonjakan dua kali lipat pada 1980 ketika terdapat 382 juta orang lansia didunia. Total penambahan lansia diprediksi terus akan bertambah dua kali lipat lagi pada 2050, ketika diprediksi akan menjadi hampir 2,1 miliar lansia. Dua pertiga dari lansia di dunia tinggal di daerah berkembang, di mana jumlah mereka tumbuh lebih cepat daripada di daerah maju. Transisi demografis ini pada dasarnya memerlukan pengalihan fokus global untuk memenuhi kebutuhan perawatan dan preventif dari populasi lansia  (United Nations, 2017).
Kondisi yang sama juga ditemui Indonesia yang mana telah memasuki periode populasi dengan lansia (aging population) yang berarti adanya peningkatan jumlah lansia dengan usia harapan hidup yang makin meningkat. Data Kementerian Kesehatan RI mengenai jumlah penduduk lansia menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Jumlah lansia ada tahun 2010 terdapat 18 juta jiwa (7,56%), dan adanya peningkatan pada tahun 2019 sebesar 25,9 juta jiwa (9,7%). Melihat trend peningkatan jumlahnya, Kemenkes RI memproyeksikan data lansia mengalami peningkatan hingga pada tahun 2035 sebesar 48,2 juta jiwa (15,77%) dari total penduduk Indonesia (Kemenkes RI, 2019).
Penuaan merupakan proses alami yang menjadi fase akhir tahap kehidupan manusia yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam berespon terhadap stresor. Kondisi umum yang dihadapi oleh lansia akan menghadapi beberapa stresor berupa kehilangan yang bisa menghambat transisi peran lansia. Stresor tersebut meliputi kesehatan, sosial, pekerjaan, rumah, dan ekonomi (Friedman & Bowden, 2010). Selain hal tersebut, kelompok lansia akan mengalami penurunan fungsi fisik dan mental sehingga dapat menimbulkan permasalahan dalam melakukan kegiatan hariannya.
Permasalahan yang dihadapi lansia cenderung memiliki penyakit kronik, keterbatasan fisik, penyakit mental, dan penyakit komorbid lainnya. Masalah kesehatan lansia berasal dari berbagai faktor, seperti sosial (ditinggalkan orang terdekat, kurangnya dukungan emosional), penganiayaan, kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan, kebutuhan gizi, masalah psikologis (isolasi, tekanan mental, depresi), masalah keuangan, dan sistem layanan kesehatan. Hal inilah yang membutuhkan intervensi yang komprehensif dalam menangani masalah lansia (Shrivastava, Shrivastava, & Ramasamy, 2013). Salah satunya melalui praktik keperawatan untuk memberikan kebutuhan perawatan bagi lansia.
Perawatan pada lansia membutuhkan keterampilan khusus dari perawat terkait dengan pemahaman tentang aspek biologis, psikologis, sosial dan budaya. Lansia bukanlah orang tua yang mengalami dengan kesulitan, tetapi makhluk yang telah melalui pengalaman sosial tinggi dengan kontribusi yang penting bagi perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan perawat terhadap perawatan lansia harus dilaksanakan dengan rasa hormat dan memahami proses kehidupan mereka, di luar perawatan untuk penyakitnya (Rodrigues, 2014).
Asuhan keperawatan lansia memberikan layanan keperawatan yang komprehensif untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi sehari-hari pada lansia. Untuk melaksanakan program tersebut, perawat harus dibekali dan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup dan perilaku, pengkajian, komunikasi, dan advokasi. Â Berbagai model perawatan yang inovatif dan interprofessional perawat tersedia diseluruh setting perawatan kesehatan berupa perawatan jangka panjang maupun pendek untuk mengatasi kebutuhan kompleks yang dihadapi oleh lansia (Cacchione, 2020).
Peningkatan usia harapan hidup lansia seiring dengan prevalensi penyakit lansia yang terus mengalami peningkatan (Rodrigues, 2014). Data Kemenkes RI menyatakan jika terdapat 28,62% lansia yang sakit atau 28 dari 100 orang lansia pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2019). Melihat fakta tersebut, lansia mengalami permasalahan yang sangat besar dari sisi kesehatannya. Lebih dari seperempat populasi lansia di Indonesia membutuhkan layanan kesehatan. Sesuai dengan amanat undang-undang kesehatan no. 36 tahun 2009 yang disebutkan jika pemerintah harus menjadi tersedianya layanan kesehatan bagi lansia untuk bisa hidup mandiri dan produktif.
Secara khusus, pemerintah mengeluarkan aturan yang tertera pada undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang mana disebutkan faktor kesehatan sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan dasar lansia. Selanjutnya, dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2004 sebagai pelaksana upaya peningkatan kesejahteraan lansia. Terkhusus pada pasal 8 mengenai pelaksanaan layanan kesehatan lansia bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan lansia secara holistik hingga dapat berfungsi dengan baik dengan mengedepankan layanan promotif dan preventif.
Namun, pelaksanaan layanan kesehatan lansia belum berjalan dengan optimal. Penelitian Kurniasari, Suryoputro, Arso, and Sriatmi (2018) yang dilakukan oleh menemukan jika kurangnya ketersediaan kader lansia yang terlatih, ketidakhadiran petugas kesehatan dalam pelaksanaan posyandu lansia, kurangnya dana, kurangnya sarana prasarana, dan kurangnya dukungan masyarakat. Hal yang sama juga ditemukan oleh Mahnolita and Mursyidah (2020) yang menemukan jika kurangnya kesadaran lansia dan jadwal posyandu yang berubah-ubah menjadi masalah dalam layanan kesehatan lansia.
Hal ini membuktikan jika, secara hukum dan administratif perencanaan layanan kesehatan lansia sudah dipersiapkan dengan maksimal. Mulai dari aturan-aturan dasar, pelaksana kegiatan, sarana-prasarana, sudah direncanakan seoptimal mungkin dalam mendukung kesejahteraan lansia. Namun, hingga kini pelaksanaannya dilapangan masih mengalami banyak kendala-kendala teknis. Terutama pada daerah terpencil dan kurang terpenuhinya sarana fisik maupun sumber daya manusianya. Pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam mengatasi masalah ini, terutama pemanfaatan lingkungan sekitar dengan memberdayakan pemerintah setempat (desa/lurah/RT/RW) untuk membuat kebijakan yang berpihak pada layanan kesehatan lansia. Hal liannya juga yang paling penting adalah kesadaran bagi lansia untuk ikut aktif dalam melaksanakan kegiatan yang diadakan.