Tangerang- Dalam QS. Al-Taubah (9):60 mualaf disebut sebagai salah satu penerima zakat. Hal ini membuahkan berbagai pertanyaan, karena tidak semua mualaf hidupnya berkekurangan bahkan terdapat dari mereka bergelimang harta seperti beberapa tokoh publik.
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. Al-Taubah (9):60)
Lantas, mengapa mualaf wajib mendapatkan zakat? Bukankah jika mereka berkecukupan justru mereka yang wajib untuk berzakat? Menjadi seorang mualaf bukanlah hal yang mudah karena terdapat tekanan yang mereka hadapi baik di lingkungan sosial maupun keluarga. Perlu diketahui bahwa mualaf terdapat 3 golongan, yakni:
- Golongan orang-orang kafir yang berpengaruh dan diharapkan (masuk islam)
- Golongan orang-orang kafir yang miskin kemudian masuk Islam sampai imannya mantap
- Golongan muslimin yang mendiami daerah perbatasan dengan orang kafir
Dikisahkan dalam tafsir al-Azhar, setelah menyelesaikan peperangan Hunain dan menaklukan kabilah Hawazin. Saat penyerbuan berlangsung banyak dari mereka yang melarikan diri, namun pasca itu Raulullah SAW. Memberikan ghanimah pada mereka sehingga kaum Anshar dan kaum Muhajirin tidak mendapatkan apapun. Padahal mereka termasuk orang yang lemah iman bahkan munafik. Rasulullah meberikan 100 unta kepada Abu Sufyan, 100 unta pada Mu'awiyah, dan 100 unta pada Yazid. Sehingga pada akhirnya mereka masuk Islam.
Menurut ath-Thabari, Allah menjadikan zakat untuk dua kepentingan. Pertama, untuk menutupi kebutuhan kaum muslim. Kedua, untuk membantu dan menguatkan kebutuhan agama Islam. Sehingga memberi zakat pada mualaf termasuk membantu dan menguatkan agama Allah baik untuk si mualaf maupun agama itu sendiri, dan hukumnya adalah wajib. Jadi, baik kaya maupun miskin, mualaf wajib menerima bagian zakat tanpa terkecuali.
Dosen Pengampu: Dr. Hamidullah Mahmud, M. A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H