Mohon tunggu...
Mustafrikhatul Maftukhah
Mustafrikhatul Maftukhah Mohon Tunggu... Perawat - Newbie

Perawat Lapas Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa S2 di Luar Negeri

24 April 2014   15:13 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak yang bertanya kepada penulis tentang kelanjutan studi penulis. "Fri, pengin lanjut S2 di luar negeri ngga?" Penulis pun menjawab dengan antusias, "mau banget!". "Ke mana?" "Amerika!" "Oh iya?? Kampus apa?" "Johns Hopkins University." Dalam hati penulis bertanya-tanya, mengapa banyak orang yang ingin melanjutkan kuliah di luar negeri. Rasanya seperti keren sekali di mata mereka, entah itu kuliah di mana, tidak masalah juga sepertinya jika kuliah di kampus abal-abal yang kalau di Indonesia bisa disetarakan dengan *sensor*. Namun karena sudah jelas lokasinya di luar negeri sana, rasanya duuuh sudah seperti juara olimpiade tingkat dunia. Keren sekali rasanya saat bisa upload foto-foto di luar negeri, di tempat-tempat terkenal yang awalnya cuma bisa dilihat dari layar saja. Ya, penulis berpikir seperti itu karena penulis juga sempat berpikiran hal yang sama *nyengir*.  Tapi akhir-akhir ini penulis merasa ada sesuatu, sesuatu yang menggelitik hati tentang apa sebenarnya niat di balik keinginan penulis untuk melanjutkan master (dan semoga hingga doktor, aamin) di luar negeri. Karena berpikir keren kah? Karena bisa sekalian jalan-jalan melihat negeri empat musim? Jika itu jawabannya, penulis berdoa, semoga penulis tidak bisa mendapatkan beasiswa S2 di luar negeri. Karena penulis tidak rela uang negara yang telah diberikan malah digunakan untuk kesenangan pribadi *walau ngga gitu amat juga Fri :' * Tentunya sebelum menilai orang lain, kita harus melihat ke diri sendiri dulu, bukan? Jangan sampai gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak. Jujur saja, jika dulu penulis termotivasi ketika membaca cerita orang tentang pengalamannya mendapatkan beasiswa di luar negeri, alasan dirinya menginginkan beasiswa tersebut, hingga cerita tentang pengalaman selama berkuliah di sana. Sekarang yang terjadi adalah sebaliknya. Penulis malu, malu karena ternyata mental orang Indonesia masih seperti itu. Koreksi penulis jika ternyata salah. Karena sepanjang yang penulis baca, hal yang kebanyakan diceritakan oleh si penerima atau pencari beasiswa adalah tentang bagaimana menggapai mimpi, mimpi untuk kuliah di Eropa. Guys, mimpi kita bukan untuk kuliah di sana, tetapi untuk memajukan negara ini, salah satu jalannya adalah dengan belajar di luar negeri.  Jika orang dari negara maju keliling dunia untuk mempelajari budaya, belajar, mencari pasar, orang Indonesia masih dalam tahap menggapai impian. Harusnya gali, mumpung di sana, belajar. Bagaimana orang di sana bisa disiplin, teratur, etos kerja tinggi. Menginjakkan kaki di luar negeri saja sudah bersyukur seperti mimpi yang jadi kenyataan. Kagum boleh saja, wajar, tapi jangan sampai senorak penulis yang dulu senang sekali saat pertama kali pergi ke Jakarta jaman SMP #ups. Jadi, Afri, kenapa ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri? Jawabannya: karena keperawatan modern lahir di luar negeri, tepatnya di Inggris. Jadi, kiranya jelas bahwa ilmu di sana bertingkat-tingkat jauh lebih maju daripada di dalam negeri. Bagi yang belum tahu, kami, mahasiswa ilmu keperawatan yang merupakan calon perawat sangat bercita-cita ingin menjadi perawat profesional. Kami diingatkan betul oleh dosen bahwa jangan sampai terbawa oleh arus di lingkungan tempat kerja nanti. Hal yang telah dipelajari di kampus, diterapkan juga di tempat praktik. Masalahnya adalah penulis sendiri belum memahami betul peran perawat yang sebenarnya itu apa, garis batas tugasnya itu apa, karena selama ini hanya bayangan dan bayangan saja yang muncul dalam benak. Belum ada contoh riil di lapangan hingga saat ini. Oleh karena itu, penulis yakin, saat bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar di sana, penulis akan bisa bertemu dengan rekan-rekan sejawat, bisa bertukar cerita, melihat langsung bagaimana keperawatan di sana kemudian setelah disesuaikan dengan kultur Indonesia, bisa dijadikan role model bagi keperawatan di negeri ini, setidaknya role model bagi penulis sendiri. Seperti teori Maslow mengenai kebutuhan individu, penulis berharap, seiring perkembangan jaman, Indonesia bisa menjadi negara maju, yang bukan hanya berpikir untuk memenuhi "kebutuhan fisiologis"nya saja. Bertahap negeri ini akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan "safety, love, esteem, & self actualization." Pada saat itu, penulis telah membantu negeri ini untuk dapat membuat keperawatan di Indonesia lebih baik lagi. Penulis yakin hari itu akan tiba suatu ketika nanti. Bersama dengan ini, penulis juga berharap, teman-teman yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, teman-teman yang memiliki impian yang sama, mari bersama luruskan niat. Belajar di luar negeri bukan untuk sekedar gengsi, karena silau, karena Indonesia masih seperti ini dan di luar negeri sudah se-wah itu. Kita belajar untuk mengambil ilmu di sana, sebanyak-banyaknya ilmu, lalu kembali ke Indonesia untuk mempraktikkannya, untuk menularkannya pada yang lain, yang belum berkesempatan. Ayolah, kita bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun