BERMAIN PARAFRASE PUISI-PETIR-KATZE ROSE
oleh El Lazuardi pada 17 Maret 2012 pukul 2:46 · PETIR merdu suara langit di tengah deras tangis malam semakin melegam dengan seuntai kamboja selembar pesan tersurat pada dindingdinding gelap salam rindu dari duri yang bersarang dalam hela betapa indah dirasa cabikkan suaramu detik terus nyanyikan pecahan cermin belum juga kembali warna ini kan tetap pada ruang depan menunggu datangmu dibalik pintu diam dalam selimut rindu setia lewati waktu tanpa ucap karena kau cahaya kecil dipucuk harap hanya percaya pada suaramu apa pun tak dianggap nyata nyanyian langit, pasti pulang! yang menunggu selalu percaya baiklah kita coba terlebih dahulu bermain2 dengan parafrase dengan harapan (sedikit atau banyak) kita dapat sesuatu di balik "rimbun semak-semak belukar (gaya bahasa, metafor atau sentuhan-sentuhan majinatif) yang lalu berakibat (si pembaca) lupa jalan pulang", kata Ken Arok, dengan kata lain persepsi atau asumsi-asumsi yang dibangun oleh pembaca saat membaca puisi diatas mentok alias tidak mendapatkan apa-apa. apakah benar sebuah tulisan kalau dibaca entah fokus atau tidak fokus, tidak akan mendapatkan apa-apa? saya ko' sedikit agak meragukan, tapi baiklah kita tunda dulu jawabannya. pada sisi yang lain, kerumitan yang dirasakan seorang Kendi, ternyata (kerumitan itu) sangat disengaja oleh si penyair kita, terbukti dengan mengatakan "sengaja membangun metafor yg padat & sedikit mengecohkan pembaca yg Tidak Fokus", hehehehe,.. ko' disini saya mendapatkan citraan seorang penyair yang jinak-jinak merpati ya,... hahahahaah,.. kalau hendak ditangkap--terbang, kalau dibiarkan--mendekat,... nah jadi gemes khan,... hahahahahaha. saya ingat Garzia Marques, bahwa kata atau kalimat pertama adalah laboratorium dari keseluruhan isi, entah itu dalam puisi, cerpen bahkan novel. oleh sebab itu tak ada salahnya kita mulai dari judul, PETIR, definisi kharfiah petir menurut kamus arika.com adalah kilatan listrik di udara disertai bunyi gemuruh krn bertemunya awan yg bermuatan listrik positif (+) dan negatif (–). petir dalam definisi ini murni bersifat alam, petir datang dengan cara tiba-tiba tanpa bilang permisi atau konfirmasi lebih dahulu, saat hujan deras, mendung sangat gelap dan muncul sekelebat cahaya disusul setelah itu bunyi,...diaaaarrrrrr!!! meledak yang memekkan telinga, juga disertai dengan rasa kaget. hanya sekilas, sekejab saja, akan tetapi membekas,..(rasa kaget) nya alaammaaakkk masih tinggal di dada meski beberapa jam dari kilatan cahaya plus ledakkannya,... sangat berkesan? memang!! dengan demikian apakah si penyair sengaja mencitrakan secara keseluruhan isi dalam puisi itu sebagai petir, sekelebatan saja akan tetapi kagetnya tinggal berjam-jam?? ataukah petir digunakan sebagai simbolitas yang alami (mengingat terjadinya adalah peristiwa alam) sehingga apa-apa yang terjadi sebagai konsekuensi yang juga alami (tidak bisa diganggu gugat terjadinya), harap saudara2 bersabar dulu ya,... si embah lagi nyruput kopi dulu,... hehehehehe, tenang saudara-saudara, bukankah suara langit masih terdengar merdu, kalaupun disertai hujan (tangis) ya kita simpan saja untuk sementara atau selamanya,.. heheheheh, suasana memang muram saudara-saudara sebab prasyarat munculnya petir (biasanya) mendung bergulung-gulung plus hujan atau minimal gerimis, sebab itu tadi saya bilang suasana memang benar-benar muram, seperti kata penyair kita dalam bahasa yang puitis, "malam semakin melegam dengan seuntai kamboja". nah dalam suasana yang teramat sangat muram (malam semakin melegam plus diikuti kata kamboja) itulah si penyair kita mencoba mencari teman, teman yang paling dekat dihati tentunya. saya membayangkan si penyair kita dalam menghadapi suasana yang begitu sangat mencekam, kemudian duduk sendiri memeluk lutut di sudut kamar, dengan gemetar. entah berapa kali si penyair kita mencoba memberikan pesan pada seseorang dan sangat mengharap kedatangannya (rindu), akhirnya harus menyerah juga sebab, pesannya tidak tersampaikan ke alamat,.. hehehe mungkin si penyair kita kebingungan seperti mba' ayu tingting yang juga kebingungan mencari alamat palsunya,.. heheheheh,... dalam larik penyair kita begini,.."selembar pesan tersurat pada dindingdinding gelap",.. allaaamaaaakkk,..... :( saya jadi tidak bisa membayangkan kejadian selanjutnya, setelah pesan yang dikirimkan pada seorang yang paling dekat di hati tak tersampaikan, (entah sebabnya apa) sementara dia menggigil sendirian disudut kamar dengan gemetar,.. sekalilagi saya tak bisa membayangkan saudara-saudara, akan tetapi suara sengal nafasnya tetap saja menghentak-hentak telinga Eke,.. aaaiiiiiihhhhh,...... sssttttt,... coba dengar, apa yang di tulis penyair kita disela nafasnya yang senin-kamis itu, "salam rindu dari duri yang bersarang dalam hela",...hmmmmmmm istirahat dulu ya saudara-saudara, saya jadinya ikut ter-sedoooooooottttt, dalam permainan suasana yang di ciptakan penyair kita,.. nyruput kopi dulu jhe,.. hehehehehe oke kita lanjutkan, oh ya, sampai dimana kita tadi saudara-saudara,..yah!! betul sekali, kita sampe si mbah nyruput kopi gara-gara kelelahan mengikuti si penyair cantik kita dalam permainan imaji-imaji suasananya. bagaimana tidak,.. frase malam legam, kamboja, dinding gelap, dan duri yang bersarang dalam hela merupakan metafor-metafor yang diciptakan oleh si penyair cantik kita sehingga membentuk citraan yang muram plus seram plus mencekam,. plus plus,.. saudara tambahi sendiri deretannya,.. kalau kurang. dalam suasana dan kondisi yang begitu mencekam, jangankan si penyair cantik kita, Eke juga kalau dalam posisi yang sama akan kelabakan baik, pikiran, psikis maupun mental, maka akibatnya, antara berharap dengan tanpa harapan muncullah dalam kepala semacam ingatan yang meskipun sangat samar yang disertai dengan suara-suara dari yang mpunya alamat rindu tadi. ingatan yang demikian ini sangat wajar saudara, minimal buat menghibur. terjadi paradoks atau dalam bahasa Kundera disebut litost, antara benci dan rindu, antara rindu yang meskipun sakit, antara cinta dan benci, litost-litost yang demikian ini kalau dituliskan akan menjadi ironi, tengoklah apa yang ditulis penyair cantik kita; betapa indah dirasa cabikkan suaramu detik terus nyanyikan pecahan cermin belum juga kembali suara si dia yang dirindukan dicitrakan dengan amat ganas, kenapa saya sebut ganas, sebab cabikan yang saya identikkan dengan cakar adalah kuku yang hanya dimiliki oleh mahluk, tegasnya binatang yang buas atau ganas, nah bisa dibayangkan khan bagaimana perasaan si penyair cantik kita? suara si mpunya rindu itu terus terngiang-ngiang dalam telinga si penyair kita, atau "telinga hati" lebih tepatnya yang berakibat waktu yang dirasakannya terasa amat lambat, berat dan menyakitkan (pecahan cermin), sudah seperti itu, lha ko' yang diharapkan (si mpunya rindu) tak kembali juga. kalau aku jadi si penyair cantik kita, Eke sudah marah2 sambil menuding2 hidungnya, apa kau sudah tuli atau tidak merasakan, kalau aku menunggumu!! dasar, laki-laki, tak bertanggung jawab,... lho khan terjadi litost lagi,.... katanya ditunggu, tapi ko' juga disamakan dengan binatang buas,.. hmmm,.. aneh2 saja anak muda jaman sekarang; kalau cinta ya bilang cinta, kalau rindu bilang aja rindu jangan mbulet kayak kentut'e arkom.... hahahahahah wezzzzzzzzzzz,.. meskipun sakitnya minta ampun saudara, akan tetapi si penyair cantik kita tetap setia menunggu,... hahahahahahah,.. Eke jadi ingat lagunya bang roma,... datanglah, kedatanganmu ku tunggu, tlah lamaaaaaaaaaa,...... tapi beda lagi dalam versi si penyair kita, begini kaanya; warna ini kan tetap pada ruang depan (menunggu datangmu dibalik pintu diam dalam selimut rindu setia lewati waktu tanpa ucap karena kau cahaya kecil dipucuk harap) tanda kurung buka dan kurung tutup oleh Eke,..... :) pertanyaannya, kenapa sih susah-susah dan menderita amat karena menunggu, nah nah saudara pasti mampu menebaknya sendiri, saudara sudah disunatkan?? nah! bagus, itu menandakan saudara telah dewasa, tepat!! jawabannya adalah seperti kata pepatah kuno kita, tapi sedikit saya rubah,.... sigare nyowo,.. belahan jiwa, atau dalam larik penyair cantik kita, "karena kau cahaya kecil dipucuk harap", lha kalau kau (yang mpunya rindu) tidak datang, maka bisa jadi cahaya kecil itu akan redup, bertambah redup, akhirnya pless!! mati. mati saudara-saudara mati. saat itulah pilihan akan datang, tetap menunggu dengan resiko jadi fosil atau artefak (benda bersejarah) ataukah berubah haluan, yah, jawabnya kita serahkan sepenuhnya pada penyair cantik kita, saudara jangan ikut2an sebab ini persoalan rumah tangga lho ya,.. hahahahahahahaha wow, ternyata si penyair cantik kita sudah menyediakan jawaban saudara-saudara, begini jawabnya,.. hanya percaya pada suaramu apa pun tak dianggap nyata nyanyian langit, pasti pulang! yang menunggu selalu percaya si penyair cantik kita begitu percaya dengan suaramu (si mpunya rindu) entah mantra pelet apa yang dia kirimkan pada penyair cantik kita sehingga kemungkinan besar dia memilih menjadi fosil atau artefak saudara-saudara, sebab si penyair kita juga yakin, dengan keyakinannya langit pasti mendendangkan nyanyian yang mungkin juga sangat merdu di telinga, atau dalam kata lain menghibur penyair cantik kita, nah mungkin (dan ini yang diharapkan penyair cantik kita) salah satu yang menghiburnya adalah, datangnya si dia, dia akan datang mengentaskan kemiskinan suasana tanpa warna dalam kehidupan penyair kita, sebab lagi-lagi penyair kita sangat yakin dan percaya,... wah wah wah,.... dan kalau dia datang maka hidupnya akan kembali berwarna lagi, cerah kembali, nggak muram dan murung lagi,...... begitulah saudara-saudara sekilas komentar Eke terkait parafrase, selebihnya nanti saudara-saudara yang menambahi kalau ada yang kurang, dan menambal kalau ada yang bolong, semangat saudara-saudara, dan juga selamat menunggu dengan teguh penyair cantik kita,... Katze Rose El
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI