Klub-klub elit ISL rame-rame membuat pernyataan hitam diatas putih, ditandatangani oleh pengurus di atas meterai menyatakan menolak campur tangan pemerintah dan setia kepada La Nyalla (Anda bisa lihat visual surat pernyataan kesetiaan di sportsatu.com, 18/2). Inilah bunyi pernyataan kesetiaan mereka kepada La Nyalla serta anti campur tangan pemerintah dalam urusan sepak bola:
Kami anggota PSSI, (pengurus klub /pengurus asosiasi.: Arema Cronus, Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura, Sriwijaya FC, Aceh,..) menyatakan:
1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat sepak bola dengan tetap setia kepada statuta PSSI dan keputusan organisasi hasil Kongres Luar Biasa 18 April 2015 di Surabaya;
2. Menolak intervensi pihak-pihak lain terhadap sepak bola yang terbukti menjadi penyebab sanksi dari FIFA terhadap sepak bola Indonesia;
3. Menolak segala bentuk upaya pengambilalihan dan penggantian kepengurusan PSSI melalui cara-cara inkonstitusional yang melanggar Statuta PSSI.
Ditandatangani oleh Direktur atau Ketua Umum dan Sekretaris masing-masing klub atau asosiasi.
Setelah membaca surat “baiat” klub-klub dan asosiasi tersebut sepertinya yang terjadi di lapangan tidak mencerminkan tekad menjunjung tinggi harkat dan martabat mereka. Alih-alih menjunjung harkat dan martabat untuk setia kepada La Nyalla, mereka malah semakin asik mendekat dan berkolaborasi kepada pemerintah.
Semangat mereka mengikuti berbagai turnamen yang diselenggarakan dengan persetujuan pemerintah dan keseriusan mempersiapkan “kompetisi” ISC 2016 semakin merobek-robek surat pernyataan tersebut.
Memang belum ada pengakuan atau pun bantahan dari para pengurus klub atau asosiasi yang sudah menandatangani surat pernyataan kesetiaan kepada La Nyalla tersebut. Namun kalau melihat visual surat tersebut, sepertinya surat itu benar-benar ada dan ditandatangani mereka. Kalau memang begitu, lantas apa gunanya membuat pernyataan kalau tidak pernah dilaksanakan? Aneh.
Kalau mereka menjunjung harkat dan martabat seperti yang mereka ikrarkan seharusnya mereka berhenti beraktifitas dalam sepak bola. Itu jalan satu-satunya. Sebab mereka terikat oleh statuta PSSI dan FIFA. Saat negara ini menghukum PSSI dan mereka hanya setia kepada PSSI maka tak ada pilihan lain selain ikuti PSSI dan statutanya. Setelah negara ini mengambil tindakan, aturan FIFA menjadi macan ompong.
Yang ada dan masih tersisa adalah negara MENGHADAPI FIFA secara langsung. Tentunya terserah Indonesia untuk berunding dengan FIFA. Seperti biasanya FIFA akan menghukum federasi dimana pemerintahnya mencampuri murusan sepak bola. Lah, pemerintah memang sengaja mengintervensi PSSI untuk menegakkan aturan. Itu yang konsisten dikatakan pemerintah kepada FIFA. FIFA pun akhirnya bisa memahami campur tangan pemerintah itu.