Mohon tunggu...
Mafruhin
Mafruhin Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pengikut dan Pengagum Gus Dur

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bagi Mattalitti, Betapa Mahalnya Harga Sebuah Maaf

14 Oktober 2012   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Hanya meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatan melanggar aturan/etik adalah hal yang mudah dan enteng. Itulah syarat yang harus dilakukan oleh empat mantan exco yang dipecat PSSI jika ingin kembali. Ya, syarat semacam itu merupakan syarat yang sangat mudah dan murah. Bahkan semacam sebuah syarat standar bagi seorang pelajar  yang melakukan pelanggaran di sekolah.

Syarat yang ringan ini tentunya menjadi tidak terasa bagi orang yang ikhlas. Namun bagi seorang Mattalitti, syarat yang begitu ringannya itu menjadi begitu berat dan sangat membebani jiwa raganya. Hanya meminta permohonan maaf saja dia tak sanggup seolah-olah harga sebuah maaf seribu kali dari seluruh nilai aset kekayaan Aburizl Bakrie, sehingga hal itu tak sanggup dia penuhi.

Benar sekali. Mattalitti dkk sudah kompak tidak akan kembali ke PSSI. Mereka sepakat untuk tidak akan pernah meminta maaf kepada PSSI. Sebaliknya justru mereka mengharap PSSI yang meminta maaf kepada mereka. Benar-benar aneh.

Mattalitti merasa dia sudah menjadi ketua “PSSI” kenapa harus memenuhi permintaan PSSI untuk hanya menjadi anggota exco saja? Menurutnya, itu berarti turun kelas , turun derajat gitu loh. Oleh sebab itu, meski tanpa syarat, sebenarnya mereka juga akan menolak untuk kembali ke PSSI. Pasalnya, mereka semua sudah dikontrak untuk mengambil alih kepengurusan PSSI bukan menjadi salah satu anggota eksekutif PSSI yang nota bene tak punya wewenang menentukan kebijakan. Kebijakan PSSI yang baru pasca tumbangnya Nurdin Halid sangat “mengganggu dan mengoyak-ngoyak” privelege yang selama ini mereka nikmati, sehingga mereka semua bersatu padu berjuang sekeras mungkin sampai titik darah penghabisan untuk menumbangakan Djohar cs. agar kepentingan mereka tidak diacak-acak.  Apalagi ada syarat mereka harus meninggalkan dan membubarkan KPSI segala. Jelas gak bisa.

Namun kekompakan mereka tak akan cukup untuk menumbangkan kepengurusan PSSI legal. Sebab statuta sudah membatasi gerakan semacam itu. Dan itu dipahami benar oleh AFC-FIFA. Tentu saja FIFA tak menyetujui gerakan mayoritas ini. Yang dilihat FIFA adalah mekanismenya apakah sesuai statuta atau tidak? Berdasarkan fakta di lapangan, ternyata pengurus PSSI tak melakukan pelanggaran statuta. Yang terjadi sesungguhnya sekadar tirani mayoritas. Hal ini sangat dihindari oleh sebuah organisasi modern. Dalam soal suksesi atau penggantian kepemimpinan, sebuah organisasi modern hanya melulu mengandalkan pada satu aturan tertulis yang rigit atau statuta bukan kepada selera anggotanya.

Dan dimana-mana, penggantian kekuasaan selalu dilakukan setelah rezim tersebut menjalani pemerintahannya satu periode. Tak peduli apa yang akan dilakukan rezim tersebut selama tak melanggar aturan atau statuta ya mereka berhak menjalankan roda kepengurusannya sampai minimal satu periode. Mereka akan menjalankan roda pemerintahannya sesuai dengan program yang sudah diniatkan sebelum terpilih menjadi pengurus. Pemilih harus tahu, bahwa mereka memilih kontestan A dengan program A, sebaliknya kalau memilih kontestan B pasti akan menjalankan program B-nya. Nah, setelah pemilih menentukan pilihan, mereka semua harus siap dengan warna dan rasa kepengurusan dari rezim yang telah mereka pilih tadi. Itu hak pengurus terpilih untuk membawa warna apa yang mereka usung.

Jika warna reformasi ternyata menjadi momok bagi mereka yang ingin terus mempertahankan warna dan rasa rezim Nurdin, tentu saat memilih rezim ini mental mereka sedang dalam keadaan error. Mereka memilih, namun tak mengerti apa arti pilihannya. Sesungguhnya mereka tidak siap dengan sebuah reformasi, jadi saat memilih rezim baru mereka sekadar mendompleng eforia masyarakat yang menginginkan perubahan rezim bobrok tersebut. Namun yang sesungguhnya di balik hatinya mereka masih menyayangi rezim Nurdin ini. Terbukti sekarang mereka semua tidak siap dengan adanya perubahan.

Karena ternyata begitu rezim baru ini akan mulai bekerja mereka semua sudah rame-rame ingin melengserkannya. Inilah yang disebut tirani mayoritas. Dan tugas FIFA-lah untuk menghentikan budaya kuno yang sudah tak layak lagi hidup di zaman demokrasi modern ini.

Dalam hal ini FIFA sangat berkepntingan untuk menghentikan kelakuan manusia tak berbudaya yang masih tersisa di jagat modern ini. Mengapa FIFA harus menghentikan praktik demokrasi ala KPSI ini? Itu karena FIFA memiliki komitmen  yang tinggi terhadap tata kelola organisasi yang dimulai dari anggotanya dengan tujuan menjadikannya sebuah organisasi terkuat di dunia. Sehingga mereka akan menghentikan misi KPSI ini, karena:

1.Jika model berorganisasi ala KPSI diberi peluang, dapat dipastikan mereka akan menjadi virus yang akan dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Bahkan bisa mengancam soliditas kepengurusan FIFA sendiri. Keberhasilan KPSI akan menjadi preseden buruk bagi sebuah demokrasi yang mengandalkan aturan tertulis;

2.Tidak dibenarkan penggantian kepengurusan hanya didasarkan dari perasaan dan kepentingan tertentu. Penggantian rezim diluar periode kepengurusan hanya dimungkinkan bila, rezim tersebut melanggar statuta, atau berhalangan tetap atau melakukan tindak pidana serius (kriminal);

3.Membiarkan langkah KPSI akan sama saja dengan menyebarkan kekacauan organisasi menjalar di mana-mana. Itu akan menjadi preseden buruk. Jika ada orang yang bisa membeli sebagian besar suara, mereka bisa mengganti kepengurusan organisasi kapan saja. Ini sungguh sangat tidak sehat. Dan itu bisa terjadi setiap saat. Kalau sudah begini, yang ada malah terus sibuk dengan urusan pergantian kekuasaan yang tak ada akhirnyha. Waktu akan terbuang percuma. Kapan bekerjanya kalau terus terjadi perebutan kekuasaan? ;

Sudah pasti FIFA tak akan membiarkan penggantian kepengurusan PSSI dengan cara KPSI. Tidak. FIFA akan memberi pelajaran kepada mereka yang ngeyel dengan kelakuan tak berbudayanya tersebut. FIFA akan memberi penegasan tersebut pada kongres luar biasa yang akan digelar PSSI sebelum tanggal 10 Desember 2012 ini.

Jika Mattalitti dkk ogah kembali ke PSSI, itu haknya. Tetapi jika mereka ingin menguasai PSSI, itu  jelas upaya perampokan yang tak akan pernah ditolerir oleh statuta. Dan yang bisa menghentikan mereka tak lain hanyalah FIFA.***

Artikel terkait http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/13/gunakan-surat-palsu-djoko-driyono-cs-bisa-dibui/

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/11/benarkah-pssi-menyetujui-semen-padang-gabung-isl/

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/11/la-nyalla-takut-tim-isl-kalah-dari-ipl/

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/11/pssi-terapkan-sport-science-kpsi-terapkan-sport-jantung/

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/10/fifa-perintahkan-klb-pssi-sebelum-tanggal-10-desember/

http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/13/berkaca-pada-sikap-malaysia-pssi-harus-anulir-pemanggilan-pemain-isl/

DUKUNGAN KEPADA ISL CUMA SEMUhttp://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/07/dukungan-semu-isl-kpsi-semakin-kesulitan-mencapai-tujuan/

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/kualitas-tulisan-sebagian-besar-kompasianer-buruk/

KPSI TETAP MENGACU PADA MANIFESTO NOMOR 7 http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/08/isl-kpsi-lebih-memilih-manifesto-ketimbang-arahan-afc/

ISL IPL http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/09/28/menanti-dua-kompetisi-isl-dan-ipl-dalam-kontrol-pssi/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun