Saat berkuasa, SBY lupa seolah kekuasaan akan terus dipegangnya. Karena itu, SBY lupa mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi baik secara fisik maupun secara psikis bagaimana jika kelak kekuasaan tidak lagi menyertainya.
Sekarang terbukti, setelah tidak berkuasa, SBY lupa bahwa dirinya kini sudah tidak memiliki kekuasaan sebagaimana sepuluh tahun yang pernah digenggamnya.
Yang ada hanyalah penderitaan karena ia kaget, shock, karena sekarang tidak lagi berkuasa. Segala hal yang ingin dikatakannya sudah tak memiliki arti kecuali respon balik masyarakat yang justru tambah menmyudutkannya. Alih-alih mendapat tanggapan positif atau simpati, yang ada justru olok-olok, cibiran dan komentar yang menambah panjang rasa sakit hatinya.
Itu belum apa-apa, karena SBY merasa sangat iri kepada Presiden Jokowi, sang pengganti.
Betapa irinya SBY kepada Jokowi. Lihatlah, Jokowi begitu santai menjalani kegiatan kesehariannya. Padahal dia adalah orang nomor satu di negeri ini. Beda dengan SBY. Saat jadi Presiden, SBY selalu merasa menjadi “raja”. Gemar membangun citra, menjaga image dan nyaris jauh dari rakyat.
Jokowi menjalani hidup sebagai presiden dengan membuang jauh perasaan sebagai orang yang berkuasa, tak ingin membangun citra, sekaligus tidak menghitung-hitung image serta selalu ingin dekat dengan rakyatnya. Nah, di titik titik itulah SBY merasa iri kepada Jokowi.
Jokowi santai aja tapi SBY merasa iri karenanya. Setiap tindakan Jokowi yang terbilang nyeleneh (misalnya bersarung saat kunjungan kerja), perasaan iri SBY bisa semaking membesar. Setiap tindak laku Jokowi yang nyeleneh maka hal itu menunjukkan betapa berkuasanya seorang Jokowi. Secara absolut mencerminkan kekuatan Jokowi tak bisa ditandingi.
Belakangan ini SBY merasa powernya masih bersisa. Ia gelar koferensi pers pidato ini-itu yang intinya mengingatkan dia masih memiliki kekuasaan. Hanya info perasaan. Ia coba katakan kepada publik minta Jokowi turun tangan soal pengakuan penyadapan.
Haduh, bukannya Jokowi menjawab dan mau melayani pancingan SBY,ternyata Jokowi cukup mendelegasikan respon dengan menggerakkan para pembantunya. Jokowi cukup bilang, “Itu kan isu pengadilan, isunya di pengadilan dan yang bicara itu kan pengacara, Pengacaranya Pak Ahok dan Pak Ahok. Tanyakan ke sana, tanyakan ke yang berbicara tanyakan, jangan barangnya dibawa ke saya. Yang bicara itu isu pengadilan."
Kepada orang yang iri Jokowi tahu banget. Karena iri itu menjadi siksaan batin yang maha berat, maka sebagai seorang yang hatinya bersih, Jokowi akan menyiapkan pertemuan dengan SBY. Kasihan dia, kepengen ketemu, tapi nggak minta. Lah, dia pikir siapa dirinya kok merasa Jokowi harus minta-minta mengagendakan pertemuan dengan dirinya?
Jokowi mau mengagendakan pertemuan, semata-mata dia mantan presiden. Kasihan sekali SBY.***