Beberapa hari belakangan ini kita dengar PT LI bakal menggelar Turnamen berskala besar setara dengan Kompetisi. Turnamen dimaksud adalah kompetisi tidak resmi alias Turnamen Super League (Indonesian Super Turnamen(?), entah mana yang benar) yang direncanakan dimulai bulan Maret dan berakhir bulan November 2016. Soal resmi atau tidak resmi ini juga masih bisa diperdebatkan.
Ya. Baru melempar wacana akan beraktifitas saja, di depan PT LI sudah menanti segudang tuntutan baik dari internal (klub pemegang saham) maupun dari pihak “eksternal”.
Dari dalam, klub pemegang saham sendiri, belum-belum sudah meminta dana sebesar Rp 5 miliar untuk subsidi kepada setiap klub. Jika ada 18 klub artinya PT LI harus menyediakan dana sebesar Rp 90 miliar.
Dari mana dana sebesar itu? Apakah PT LI itu kaya? Setahu saya, PT LI dalam kondisi sulit (mungkin juga banyak utangnya. Adakah yang tahu posisi keuangan PT LI saat ini?) Apakah tuntutan klub itu realistis? Entahlah. Yang jelas, tuntutan itu dilontarkan oleh salah satu anggota klub pemegang saham.
Rencana yang masih sangat jauh dari realita itu pun harus berhadapan dengan prinsip teguh yang selama ini dipegang oleh PT LI sendiri, yaitu ogah bersentuhan dengan Tim Transisi! (ha ha ha, padahal, pagi-pagi BOPI sudah ingatkan kepada PT LI kalau mau gelar kegiatan sepak bola, harus seizin Tim Transisi, tidak sekadar grusa-grusu mendekati pihak keamanan).
Nah, apakah wacana menggulirkan turnamen itu sudah dipikir masak-masak oleh PT LI? Masalahnya, sebagaimana pengalaman sebelumnya apakah mewacanakan menggelar turnamen tidak akan semakin menyengsarakan diri sendiri. Bukankah itu hanyalah PHP yang akan kembali memakan korban buat klub-klub, pemain, pelatih dan semua perangkat pertandingan?
Iri kepengen gelar pertandingan kayak yang dilakukan Mahaka sih boleh-boleh saja. Gampang. Tapi ada syaratnya. Apa itu syaratanya? Mudah sekaligus sangat sulit. Susah-susah gampang!
Mudah karena tinggal datang ke Tim Transisi, turuti apa kata mereka sebagai Pengganti Peran PSSI untuk sementara ini.
Ha ha ha, tapi ternyata tidaklah semudah itu. Karena jika itu dilakukan, mereka harus melanggar prinsip mereka sendiri. Kita tahu, PT LI begitu kukuh memegang prinsip, mereka hanya nurut PSSI. Berhubungan dengan Tim Transisi, apalagi harus dibawah kendalinya adalah pelanggaran statuta. haduhhh...
Tapi kini mereka harus memilih. Mau menggelar sepak bola apa enggak? Kalau ingin mewujudkan menggelar sepak bola, mau diberi judul apa saja boleh, bahkan menggelar Kompetisi resmi juga tidak masalah, dan itu bisa. Tapi memang ada syaratnya. Ha ha ha, syaratnya ya itu tadi, mereka harus bergandengan tangan dengan Pak Bibit Samad Riyanto. Aduh! Kok ...
Kalau masih sulit meninggalkan La Nyalla, tentu saja mereka hanya bisa bersepak bola dalam angan-angan belaka. Ah, apakah ini yang mereka mau? Benar-benar pilihan sulit!***