Mohon tunggu...
Mochammad Afif Maulana
Mochammad Afif Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Efisiensi Energi sebagai Solusi Besar dalam Krisis Energi

15 Desember 2021   09:16 Diperbarui: 15 Desember 2021   09:27 4509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Energi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam melakukan berbagai kepentingan. Pemanfaatan energi memiliki peranan besar bagi kehidupan, baik dalam skala kecil (kehidupan rumah tangga) ataupun dalam skala besar (kebutuhan energi nasional). Contoh pemanfaatan energi dalam hal kecil seperti penggunaan lampu pada malam hari, hingga skala besar seperti industri kertas yang memerlukan pengeringan bahan baku dengan sumber energi panas (pembakaran). Namun, penggunaan yang berkelanjutan dari energi yang tidak terkontrol akan menyebabkan berkurangnya cadangan energi yang ada di bumi (krisis energi). Seperti yang telah diungkapkan oleh Tengku Ariful  Amri sebagai Pemerhati Universitas Riau, banyak pakar telah memprediksikan fosil di dasar bumi akan memasuki periode kepunahan pada tahun 2050. Keadaan tersebut menyebabkan harus beralihnya pemanfaatan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar kendaraan bermotor ataupun industri.  Maka dari itu, perlu adanya opini-opini atau pikiran untuk mencari solusi dari permasalahan besar ini.

Berbagai sumber berita mengatakan bahwa energi mengalami kenaikan setiap tahun ataupun setiap dekade-nya. Hal tersebut memiliki penyebab utama, yaitu meningkatnya populasi manusia di bumi. Semakin meningkatnya populasi manusia, maka kebutuhan akan energi juga akan meningkat. Permasalahan ini harus dapat dikontrol agar pemanfaatan atau konsumsi energi tidak menyebabkan energi habis dalam waktu dekat. Di sisi lain, pemerintah ataupun para peneliti telah memiliki gagasan mengenai EBT (Energi Baru Terbarukan) sebagai solusi untuk menangani permasalahan ini. Namun, masih banyak halangan dalam menerapkan EBT khususnya di Indonesia. Seperti contoh pada pemanfaatan energi panas bumi diperlukan banyak biaya dalam operasionalnya, penggunaan solar cell yang masih awam bagi penduduk desa, sehigga banyaknya solar cell yang dirusak ataupun tidak digunakan sebagaimana mestinya, dan lain sebagaiya.

Secara umum, salah satu solusi yang merupakan hal kecil yang berdampak besar adalah tindakan penghematan energi. Penghematan energi adalah langkah kecil yang jika dilakukan secara masif akan memberi efek besar khususnya dalam pemanfaatan energi. Penghematan energi ini dapat dilakukan dengan "Konservasi Energi" dan "Efisiensi Energi". Kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tahun 2009 telah diungkapkan bahwa konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Dapat diartikan bahwa konservasi energi merupakan perilaku yang memiliki tujuan untuk konsumsi energi yang lebih sedikit (minimalizing consumption). Namun konservasi energi ini tidak dapat mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan.

Yang kedua adalah efisiensi energi. Secara umum, efisiensi dapat diartikan dengan pengurangan jumlah sesuatu yang digunakan, untuk mendapatkan hasil yang sama ataupun lebih pada suatu proses konversi atau proses pemanfaatan. Maka, efisiensi  energi dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan. Efisiensi ini merupakan hal yang berbeda dari konservasi energi. Konservasi energi lebih berkaitan dengan sikap ataupun perilaku untuk memakai lebih sedikit energi, namun tetap harus  memperhatikan kebutuhan utama. Sedangkan efisiensi energi berkaitan dengan penggunaan energi yang lebih sedikit untuk mendapat manfaat yang sama ataupun lebih. Dari perbedaan tersebut dapat diartikan bahwa konservasi energi masih harus dikontrol dengan kesadaran dari pengguna untuk mendapat tujuan "penghematan energi", sedangkan efisiensi energi dapat berperan preventif dalam "penghematan energi".

Menurut Laporan Accenture "Catching the ASEAN Wave", ekonomi di kawasan ASEAN diperkirakan akan tumbuh sebesar 735 milyar dolar Amerika hingga tahun 2020. Sementara itu, populasi ASEAN diperkirakan akan meningkat dari 633 juta menjadi 717 juta jiwa pada tahun 2030. Dari data tersebut, dapat diartikan bahwa kebutuhan energi akan semakin melonjak.

Seperti contoh pada sektor pemanfaatan energi listrik. Menurut studi Boston Consulting Group (BCG), sektor listrik ASEAN akan memiliki kebutuhan investasi sebesar 500 milyar dolar seiring dengan meningkatnya permintaan (kebutuhan) daya listrik sebesar 656 Twh pada 2010 menjadi 2414 Twh pada tahun 2030 (Global Business Report, 2013). Dari banyaknya kebutuhan daya listrik yang berangsur meningkat, maka dibutuhkan efisiensi dalam penggunaan agar dapat mengurangi kebutuhan akan energi listrik. Efisiensi energi yang dapat diterapkan pada sektor ini adalah pemilihan tipe pembangkit listrik, pemilihan bahan bakar, hingga model alat rumah tangga yang digunakan.

Dari  sektor atas, pembangkit tenaga listrik masih didominasi dengan penggunaan turbin uap ataupun gas. Penggunaan batubara di Asia Tenggara juga mengalami kenaikan dari 30% pada tahun 2010 menjadi 50% pada saat ini. Dengan begitu, untuk  menerapkan efisiensi energi, turbin yang digunakan haruslah memiliki efisiensi yang cukup tinggi dan penggunaan bahan bakar juga harus semakin berkurang. Menurut publikasi Gas Turbine World pada tahun 2014,  turbin gas yang memiliki indeks efisiensi tertinggi adalah turbin 9HA yang memiliki indeks efisiensi 61% dengan hasil karbon emisi terendah. Hal tersebut dapat menjadi solusi bagi sektor atas. Dari sektor bawah, dapat dilakukan dengan menggunakan alat rumah tangga yang lebih efisien. Seperti penggunaan lampu LED, penggunaan kembali (re-use), meningkatkan efisiensi bahan bakar kendaraan, dan sebagainya.

Kemudian, secara umum terdapat beberapa faktor yang juga yang menghalangi efisiensi untuk dapat diterapkan, seperti perilaku konsumtif akan energi, industri enggan untuk melakukan investasi efisiensi energi, kebijakan harga energi, tidak adanya sarana untuk pengujian efisiensi energi, tidak adanya investasi swasta, dan lemahnya koordinasi antara lembaga pemerintah. Dari faktor-faktor tersebut, perlu adanya kesadaran dari pihak-pihak yang bersangkutan agar terciptanya efisiensi energi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun