Surat perihal permintaan penyegelan kantor PSSI di komplek Gelora Bung Karno beredar di kalangan wartawan. Dalam surat tersebut, Kemenpora melalui sekretaris Menpora meminta kepada pihak Sekretariat Negara untuk "Tidak memberikan fasilitas apapun kepada PSSI didalam lingkungan komplek Badan Layanan Umum Gelora Bung Karno". Surat yang bernomor 01964/SET/V/2015 ditandatangani oleh Sesmenpora Alfitra Salamm dan bertanggal 20 Mei 2015.
[caption id="attachment_384794" align="aligncenter" width="384" caption="surat permintaan penyegelan dari Sekretaris Kemenpora"][/caption]
Terhadap keluarnya surat tersebut, Menpora Imam Nahrawi mengaku belum mengetahui bahwa sekretarisnya sudah mengeluarkan surat permintaan penyegelan. “Mungkin Sekretaris Menteri atau Tim Transisi. Kalau tindakan teknis bisa saja yang melakukan Sesmen atau Deputi. Kalau itu Surat Keputusan baru saya,” kata Imam di Kantor Kemenpora,Jakarta, Kamis (21/5) seperti diberitakan bolanasional.co
Perihal keluarnya surat tersebut, seakan membuka blunder parah yang dilakukan oleh kuasa hukum Kemenpora dalam pengajuan eksepsi/pembelaan pada sidang gugatan PSSI vs Kemenpora di PTUN tanggal 18 Mei yang lalu. Pada resume eksepsinya, terutama poin 7, kuasa hukum Kemenpora menyebutkan:
"Legalitas dan identitas penggugat serta domisili penggugat tidak jelas. Dalam surat gugatan, penggugat menyatakan sebagai organisasi yang sah di Indonesia beralamat di Jalan Gelora Bung Karno Pintu X-XI Senayan PO BOX 2305 Jakarta. Alamat penggugat tersebut fiktif karena setelah Kuasa Tergugat melakukan pengecekan ke alamat tersebut, gedung tersebut milik negara dan saat ini telah disegel oleh Kementrian Sekretariat Negara sehingga domisili penggugat tidak jelas."
[caption id="attachment_384792" align="aligncenter" width="486" caption="resume eksepsi Kuasa hukum Kemenpora"]
Pada sidang yang berlangsung tanggal 18 Mei 2015, kuasa hukum Kemenpora dengan sangat gamblangnya mengatakan bahwa legalitas, identitas serta domisili penggugat (PSSI) tidak jelas. Dengan alasan kantor PSSI sudah/telah disegel oleh Sekretariat Negara, dan telah pula dicek oleh Kuasa Tergugat.
Padahal faktanya, pada tanggal tersebut kantor PSSI masih belum disegel, atau belum ada perintah/permohonan penyegelan. Surat permohonan penyegelan baru dikeluarkan sekretaris Menpora tertangal 20 Mei. Artinya, sampai pada saat persidangan kedua tanggal 18 Mei 2015, domisili penggugat (PSSI) adalah riil, bukan fiktif sebagaimana yang disebutkan oleh Kuasa Tergugat.
Adanya kebohongan hukum yang dilakukan oleh Kuasa Tergugat ini semestinya bisa menjadi pertimbangan hakim PTUN dalam sidang lanjutan nanti, bahwa eksepsi dari Kuasa Tergugat adalah lemah dan tidak sah, patut ditolak.
Kemudian terkait masalah penyegelan, sesungguhnya tak ada wewenang dari pihak Kemenpora untuk meminta Sekretariat Negara untuk menyegel/tidak memberi fasilitas kantor PSSI di Gelora Bung Karno. Karena, kantor PSSI tersebut bukan berupa hibah, melainkan ada akad sewa. Dengan tidak adanya tindak pidana/perdata dari PSSI, dan selama tidak ada putusan/perintah dari pengadilan untuk menyegel kantor PSSI, maka pihak Sekretariat Negara pun tak ada wewenang pula untuk menyegelnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H