#KulTuM Part II (6 Juli 2015)
Puasa secara bahasa mencegah, "as-syaum lughotan al-imsyak". Secara istilah menahan sesuatu dari yang membatalkan puasa, "as-syaum al-imsyaku an mubtilati syaumi". Atau menahan sesuatu dari yang membatalkan puasa dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari dan melakukan niat pada waktu malam. Dari terminologi puasa di atas, para ulama membagi hirarki atau tingkatan puasa sebagai berikut :
- Puasanya orang awam atau hirarki yang paling dasar. Seperti terminolgi di atas, pada tataran puasa ini, orang yang berpuasa hanya sebatas menahan dari makan,minum, dan bersetubuh. Jadi dalam tingkatan ini, puasa hanya menahan lapar, dahaga, maupun nafsu belaka pada waktu siang dan menahan semua sesuat yang membatalkan puasa. Terkadang orang yang masih dalam tingkatan ini berpuasa, tapi masih banyak melakukan perbuatan yang tercela dan sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
- Puasanya orang khos, puasa yang dapat mencegah mulutnya dari perkataan tidak baik, mencegah telinganya dari pendendengaran yang tidak baik, dan makan sahur dan berbuka dengan yang halal. Atau puasa dalam tingkatan ini biasanya menjalankan sesuai hadits nabi yang berbunyi "khomstu asya'a tuhbitu as-siyam : al-kidzbu, ghibatu, namimatu, yaminul ghomus, wa nadzoru bi syahwati" (lima perkara yang menghapus pahala puasa berdusta, ghibah, mengadu domba, sumpah palsu dan pandangan yang menimbulkan syahwat). Orang puasa pada hirarki ini tak akan melakukan dusta, bagaimana pun berdusta ini sangat dilarang apalagi saat berpuasa. Ketika sahabat bertanya kepada Nabi : apa yang saya lakukan setelah masuk Islam ? Nabi menjawab jangan berdusta. Ketika bertanya lagi, Nabi juga menjawab jangan berdusta. Memang tidak berdusta atau jujur itu sangat dianjurkan karena orang yang jujur dan tidak berdusta lebih cenderung melakukan kebaikan. Selain tdak berdusta orang yang berpuasa pada tingkatan ini tidak akan ghibah (menceritakan keburukan orang lain, namimah (mengadu domba), sumpah palsu, dan memandang dengan syahwat.
- Puasanya khowasul khowas, artinya puasa pada hirarki ini berkonsentrasi penuh terhadap puasa, juga meninggalkan perkara-perkara yang bersifat keduniaan. Semua sesuatu ditinggal kecuali hanya menghadap kepada Allah SWT.
Dari beberapa hirarki puasa ini, seharusnya kita bermuhasabah, sejauh ini apakah puasa kita sudah mendapatkan hirarki atau tingkatan tertinggi dari Allah atau masih pada tataran yang paling rendah. Mungkin cukup itu dari saya, semoga puasa yang akan datang puasa kita lebih meningkat lagi daripada sebelumnya.
Ihdinasirotol Mustaqim ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H