Mohon tunggu...
Mae Purple
Mae Purple Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Teacher | Goweser | Nice Mom | Dreamer | Creative/ Smile

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Mistikdi Krandon Cirebon

25 Agustus 2012   13:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345901452228125562

[caption id="attachment_208660" align="aligncenter" width="300" caption="koleksi pribadi krandon cirebon"][/caption] Senin, 20/8/2012, Awalnya saya dan keluarga pergi silaturahmi dengan salah satu keluarga Ibu mertua di Desa Sumber Cirebon, tiba-tiba mba Giyem salah satu keponakan Ibu mengajak “Kita liat monyet yu urang boga nazar yeh hanyak mere hakan monyet” ajaknya dengan logat sunda yang masih kasar, “di mana mba?”

Krandon

“Ayo, tapi jauh ga?”

“henteu”

Kami sekeluarga, Ibu, Suami ,anak,dan keponakan ikut menuju tempat tujuan yang di sebutkan tadi, setelah melalui jalan berkelok, dan berbatu, sekitar 20 menit kami sampai di sebuah Perkampungan, ketika kami masuk perkampungan itu terasa suasana yang lain, penduduk sekitar melihat kami seperti aneh.

“Maaf bu Krandon ning endi?” Tanya suami pada seorang ibu yang salah satu melihat kami aneh.

“ya iki Krandon”

“sing ana monyet?”

“ooh, terus bae naik belok kanan”

“ya wis suwun ya bu” ujar suamiku lagi sok akarab suami memang asli keturunan Cirebon jadi mengerti bahasa setempat, walaupun bahasa sunda asli Sukamandi juga menguasai.

Akhirnya kami sampai ke sebuah kaki gunung, melihat ada spanduk “SELAMAT DATANG DI PERJALANAN MISTIK BERSAMA MBAH SEWU DI KRANDON CIREBON

“iih serem mah” kata Yuli salah satu anakku yang besar

“ssstt jangan berisik” sahut mba Giyem

“Ana maksud apa neng?” tiba-tiba ada seorang nenek di depan kami bertanya mengagetkan

“iki nek arep nei pakan ketek” mba giyem menyahut yang artinya pengen kasih makan monyet.

“ya engko di undang” kata seorang laki-laki sekitar usia 45 tahun menimpali

“huuk..huuk…huuk.” laki-laki itu bersuara seperti monyet memanggil pasukan monyet di dalam hutan yang banyak tumbuh pohon kecapi sebagai salah satu makanan monyet.

“huuk…huuk..huuk…” laki-laki itu coba memanggil lagi tapi monyet-monyet itu tidak ada yang muncul satupun.

“ayo pada masuk mriki” kata nenek yang ternyata ia adalah juru kunci kawasan yang dihuni monyet itu meminta kami masuk kedalam sebuah rumah yang bau aroma kemenyan.

Akhirnya kami masuk dengan ragu-ragu tiba-tiba tanganku di genggam kuat yang kanan oleh Yuli anakku dan Ibupun ikutan memegang tangan kiriku dengan kuat “ibu takut..serem” kata ibu berbisik. Aku senyum..

“Tujuane arep apa rika mrene?” nenek juru kunci bertanya kepada mba Giyem tentang tujuannya ke tempat itu

“kita due nazar mon waras tangane sing kacelakaan pengen nein mangan ketek” mba Giyem mengutarakan tujuannya datang ketempat itu, ketika satu tahun yang lalu kecelakaan dan membuat tangannya patah ketika mengendarai motor pulang berkunjung kerumahku, ia punya ucapan kalau sembuh ingi member makan monyet. Konon katanya jika seseorang telah mengucapkan atau bernazar harus di laksanakan sampai waktu yang di janjikannya.

“Bissmillahirohmanirrohim,…”sang nenek mulai komat kamit “jenenge sapa?” nenek bertanya nama “Giyem Sugiharti”

“ya wiss” si nenek membakar dupa dan di taburi kemenyan

“huuk..huk…huk..” saat itu segerombolan monyet keluar dari dalam hutan samping rumah nenek juru kunci itu.

“Ayo arep adus sumur apa raup?’ sang nenek menawarkan mba Giyem untuk mandi, ketika itu ada salah seorang pengunjung laki-laki usia sekitar 40 tahun sedang mandi, dan di bacakan sholawat nabi di sambung mantra-mantra yang hanya di mengerti sang pembaca.

“ora ah nek raup bae” mba giyem menolak untuk mandi tapi minta cuci muka saja.

“yo wis ora papa” nenek membolehkan.

Akhirnyakami semua keluarmelihat monyet-monyet itu menyambut dengan baikdan kami membeli kacang sebagai makanan monyet itu sudah di sediakan warung dekat kaki gunung krangdon.

Ratusan monyet dari yang kecil dan besar, kata laki-laki yang tukang memanggil monyet keluar itu, jika maksud kita datang ke tempat itu dengan tujuan yang tidak baik, monyet tidak mau makan walaupun mereka bawa pisang, pernah suatu hari ada tiga orang laki-laki setengah baya meminta panggilkan monyet keluar, tapi Ia punya niat yang tidak baik, pisang yang di berikan, di kembalikan lagi oleh sang monyet kepada si pemberi makan.

Hutan ini masih sangat asli belum banyak orang mendengar tempat ini karena masih dianggap keramat oleh penduduk setempat, jika perawatan yang modern mungkin bisa di ubah menjadi obyek wisata yang menguntungkan.@maepurple

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun