Mohon tunggu...
Mae Purple
Mae Purple Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Teacher | Goweser | Nice Mom | Dreamer | Creative/ Smile

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hati-hati Guru yang tidak mengerti Psikolog Anak

28 Februari 2013   03:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Ayo anak-anak, semua duduk yang rapi !”

“Kalau yang tidak rapi ibu suruh lari seratus putaran di lapangan!”

Senin (25/02/2013), saya mendengar seorang guru berteriak di depan kelas, saya sangat sedih melihat anak-anak yang berekspresi ketakutan lalu duduk rapi, dan dalam bayangannya betapa cape dan malu kalau saya kena hukuman, akhirnya mereka berlomba duduk rapi, saya ingin sekali menghentikan ketakutan yang di alami anak-anak itu tapi sayapun menjaga etika dan wibawa guru tersebut.

Sayang sungguh sayang, saat itu pula bersamaan sel-sel otak mereka berguguran, kreatifitas mereka terhenti sampai di situ, kini karakter mereka dalam hitungan detik berubah yang tadi si periang jadilah si murung, yang tadinya pemberani jadilah si penakut.

Apa yang harus saya perbuat? Saya ingin merangkai lagi sel-sel otak yang sudah berguguran, saya ingin melindungi mereka dari rasa takut, saya ingin mengajaknya bergembira lagi agar tetap karakter positif terjaga, tapi semua tinggal keinginan, padahal saat itu jam pertama mulai anak-anak belajar, sudah terputus kreatifitasnya, padahal masih harus berjam-jam mereka belajar di kelas itu, hah….pasti mereka akan bosan di sekolah jika guru yang di hadapinya seperti itu terus.

Seandainya saya saat itu duduksebagai kepala sekolah, saya akan berikan pembinaan untuk guru tersebut bahkan saya score sampai ia menguasai psikolog anak.

Ternyata bukan hanya Ilmu Sarjana pendidikan saja yang harus di kuasai, sangatlah penting mendalami ilmu Psikologanak yang setiap hari kita hadapi di depan kelas.

Betapa sulit memahami keunikan sang anak, jika kita tidak menguasai bahkan tidak pernah belajar tentang memahami apa dan bagaimana menghadapi keunikannya.

Hasil survey FEKMI (2003), 1573 remaja :

54% pernah berkelahi

87% berbohong

8,9% mencobanarkoba

28% merasa kekerasan adalah hal biasa

17% melukai diri sendiri

13% Ketergantungan obat atau minuman terlarang

12% Depresi

47% Remajamengaku nakaldi sekolah

33% Tak mempedulikan peraturan sekolah

Penyebab Utama :

·93% anak-anak pernah mengalami tindak kekerasan di ruman dan di sekolah (save the children di 10 provinsi)

·82% remaja menganggap ortu otoriter, 50% mengaku mendapat hukuman fisik , 39% mengatakan orang tua pemarah.

·Ayub seni : “sekarang anak fobia sekolah, takut guru galak, ruangan panas, takut dipalak temen”

Data di atas menunjukan bahwa kita semua harus berkomitmen untuk merubah pola pendidikan kita yang salah, di mulai dari pendidikan Dasar bahkan Usia Dini. Apa di rencanakan, sesuai dengan apa yang diajarkan sesuai kemampuan anak-anak kita, karena pola yang salah akan menjadi kesalahan yang fatal akan tertanam sampai ia dewasa.

Wahai kawanku semoga engkau segera mulai belajar memahami anak-anak yang lucu dan menggemaskan yang ada di hadapanmu yang Orang tuaamanahi .

Semoga bermanfaat. @maepurple

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun