Sebagai kota yang termasuk dalam 10 besar kota terkecil di Indonesia, Sibolga tentu mempunyai lahan pertanian yang sangat terbatas. Dengan luas wilayah yg 2/3 wilayahnya adalah laut dan sementara 1/3 wilayah daratnya hampir tidak bisa dijadikan sebagai sebagai lahan pertanian karena kondisi geografi dan demografi. Kebutuhan akan sayur mayur sebagai sumber vitamin dan gizi hampir seluruhnya dipasok dari luar kota.
Keterbatasan lahan pertanian itulah salah satu alasan bagi kelompok tani kota, yang diinisiasi oleh seorang Bhabinkamtibmas Polres Kota Sibolga di Kelurahan kota Beringin, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara bernama Hadi Sitanggang, untuk mencoba belajar bertani dengan menggunakan sistem hidroponik.Â
Pertanian hidroponik dengan menggunakan sarana pipa paralon sebagai tempat mengalirkan nutrisi relatif membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi hal itu bisa diatasi dengan mengumpulkan bantuan dari beberapa warga mampu di kelurahan Kota Beringin sendiri yang perduli dengan pemberdayaan masyarakat. penyediaan lahan dan pengerjaan pembuatan modul serta rumakaco (rumah kaca) seluruhnya dilakukan mandiri oleh anggota kelompok secara sukarela.Â
Bermodal pengetahuan yang didapat dari internet dan diskusi dengan petani hidroponik yang sudah berhasil, penyemaian bibit mulai dilakukan pada medio september 2017. akan tetapi tidak seperti yang diharapkan, percobaan pertama gagal. Tidak ada bibit tanaman yang berhasil tumbuh dengan baik. Namun itu bukan menjadi penghalang bagi kelompok khususnya sang inisiator untuk mencoba lagi dari awal. Akhirnya usaha yang kedua dapat dikatakan berhasil. Tentu saja hal ini semakin memotivasi anggota kelompok untuk terus mengembangkan pertanian hidroponik.
Beberapa tujuan dari kelompok tani kota ini antara lain adalah berkurangnya  biaya pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan sayuran bagi keluarga sendiri. Uang belanja sayur bisa dialihkan ke kebutuhan lain. Sayur hidroponik juga memiliki kandungan vitamin dan gizi serta rasa yang lebih baik ketimbang sayuran yang biasa. Maka tak heran bila harga jual tanaman ini lebih tinggi. Selisih harga ini juga menjadi salah satu tujuan, dimana diharapkan pertanian hidrponik ini bisa menjadi sumber ekonomi tambahan bagi anggota kelompok. Banyak hal yang masih harus harus dipersiapkan dalam mencapai tujuan-tujuan di atas. Sebagai sebuah organisasi, meski dalam lingkup kecil, harus memiliki struktur dan ketentuan-ketentuan. Proses ini yang belum dilakukan dan memang sengaja tidak dilakukan di awal karena berharap anggota kelompok yang bergabung adalah pribadi-pribadi yang memiliki komitmen atas apa yang dikerjakan tanpa bergantung pada bantuan dari pemerintah. Pemikiran sederhana bahwa jika sesuatu yang menguntungkan maka hal itu akan menarik dengan sendirinya.Â
Semoga panen perdana ini menjadi awal yang indah bagi keberlangsungan kelompok tani kota dan menjadi inspirasi bagi masyarakat Kota Sibolga khususnya agar bisa memenuhi kebutuhan sayur di rumah sendiri, menghemat uang belanja dan bahkan menjadi sumber pendapatan keluarga, yang pada akhirnya akan menciptakan keluarga sehat dan sejahtera serta berkualitas karena bertani hidroponik bisa dilakukan dengan biaya yang seminimal mungkin dengan menggunakan barang-barang bekas sebagai media tanam dan dilakukan bersama-sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H