Tiga tahun berselang setelah peristiwa tewasnya Vina dan Eky, hal tragis terjadi pula di kota hujan. Seorang gadis remaja seusia Vina tewas dibunuh sepulang sekolah. Di sebuah anak tangga jalan tembus (Jalan Riau-Jalan Sambu) belakang Masjid Raya Bogor.
Akses jalan yang penulis kadang lalui jika hendak tarawih atau salat jum'at di sana. Jalan itu kini ditutup dari arah Jalan Sambu, sementara dari arah Jalan Riau masih terbentang police line.Â
Jalan tembus yang melintasi selokan diselingi belasan anak tangga tersebut memang sepi. Apalagi sejak ditutupnya TK Mesra (Taman Kanak-kanak Mesjid Raya) yang berada persis di samping jalan tembus itu. Namun sependek pengetahuan  penulis tempat itu bukanlah daerah rawan.Â
Andriana Yubelia Noven Cahya yang akrab disapa Noven, siswi kelas semester akhir jurusan Busana SMK Baranangsiang itu tewas mengenaskan saat hendak menuju tempat kosnya di Jalan Riau. Noven ditikam seseorang secara sadis dengan pisau yang masih menancap di dadanya saat ditemukan pada sore hari, Selasa 8 Januari 2019.
          ***
Untuk kasus Vina, walau ada dugaan cacat prosedural namun kasusnya ditangani hingga pengadilan dengan putusan inkrah. Sekalipun (akan) ada Peninjauan Kembali (PK) dari para 'terpidana' pasca gugurnya penetapan Pegi sebagai tersangka.
Lain halnya dengan kasus Noven, gadis asal kota kembang, Bandung itu. Hingga kini polisi masih berkutat dengan pemanggilan para saksi. Konon sudah 34 orang saksi yang sudah dimintai keterangan. Luar biasa! Padahal kejadian tersebut sangat jelas tertangkap Clossed Circuit Televison (CCTV) dari rumah sekitar TKP yang seharusnya bisa menjadi salah satu bukti petunjuk awal selain pisau yang ditinggalkan pelaku (5 Tahun Kasus Pembunuhan Siswi SMK di Bogor Belum Terungkap, Polisi Masih Cari Bukti Kuat, Kompas.com, 21/05/2024). Â
Ayah Noven, Yohanes Bosko Wijarnako mengatakan bahwa dari awal, keluarga percaya kepada aparat kepolisian, tapi sampai sekarang upaya pengungkapan kasus semakin tidak jelas. Tidak ada titik terang (Pak Kapolri, Misteri Pembunuhan Siswi SMK Baranangsiang Bogor, Ayah korban Menuntut Keadilan, iNews.id, 03/12/2021). Â
Anggaplah proses penyelidikan masih jauh dari batas kedaluwarsa hukum sebagaimana tercantum dalam KUHP Pasal 78 ayat 1 angka (3) dan (4): kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, setelah 12 tahun serta terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, setelah 18 tahun.
Sementara dalam UU 1/2023 Pasal 126 ayat 1 huruf (d) dan (e): kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila telah melampaui waktu 18 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 tahun dan paling lama 15 tahun, serta telah melampaui waktu 20 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun, seumur hidup, atau mati.Â
Tetaplah bukan  berarti penanganannya tak mencerminkan sikap profesionalitas sebab locus (tempat) dan novum (barang bukti) kemungkinan bisa berubah, rusak, dan hilang. Meminjam kata-kata Pak Anton Charliyan, kasus ini pun sepertinya tak menjadi perhatian atau atensi karena tak menjadi perbincangan khalayak luas. Ditambah tak cukup 'seksi' bagi para praktisi hukum dan politisi untuk speak up di platform media.  Â