Bagi para pemburu kuliner dari luar Kota Bogor, kawasan pecinan sepanjang Jalan Surya Kencana menjadi tempat yang wajib didatangi. Meski sesungguhnya kawasan pecinan di sana meliputi area Pasar Bogor, Jalan Surya Kencana, dan Jalan Roda di Kelurahan Babakan Pasar. Serta area Jalan Lawang Seketeng, Jalan Pedati, Jalan Rangga Gading, hingga Pasar Cun Pok yang masuk wilayah Kelurahan Gudang. Di mana masing-masing tempat itu merupakan kawasan perniagaan sejak dulu.
Pasar Bogor dan Pasar Cun Pok adalah pasar tradisional alias pasar rakyat yang telah ada sejak zaman Belanda. Jalan Lawang Seketeng dikenal sebagai sentra ikan asin terbesar di kota hujan itu. Sementara Jalan Pedati identik dengan produk kopinya yang melegenda. Jalan Surya Kencana dan Jalan Rangga Gading kini menjadi salah satu pusat kuliner yang cukup populer.
Revitalisasi yang dilakukan Kang Bima Arya di periode kedua pemerintahannya memang terlihat cukup intens mengangkat tema pecinan di kawasan tersebut. Dari betonisasi jalan dengan corak oriental hingga lampu-lampu lampion. Setelah sebelumnya menampilkan filosofis Sunda seperti yang tercermin pada bangunan Lawang Salapan di area Tugu Kujang selain penataan taman-taman kota.
Namun entah kenapa yang terlihat ikonik dan agak spesial pada revitalisasi itu menurut pandangan subyektif penulis hanya area  Jalan Rangga Gading. Dengan gerbang warna hijau-merah yang menyala bertuliskan Lawang Rangga Gading. Mengikuti gerbang utama pintu masuk Jalan Surya Kencana yang (juga) bertuliskan Lawang Suryakancana. Yang dalam bahasa Sunda, lawang artinya pintu atau jalan untuk keluar masuk.
Kawasan Jalan Rangga Gading yang tidak begitu luas dibandingkan dengan Jalan Lawang Seketeng dahulu malah beken disebut City oleh warga sekitar. Karena di sana pernah eksis City Theater, bioskop yang hanya memutar film-film Mandarin. Gedung bioskop itu kini telah berubah menjadi gedung megah perguruan tinggi IBI Kesatuan Bogor.
Dan nama Sekolah Kesatuan, sekolah favoritnya warga Bogor pun tak bisa dipisahkan dengan kawasan Jalan Rangga Gading sendiri. Kehadiran lembaga pendidikan swasta tertua  (1949) itu menjadi satu-satunya lembaga pendidikan swasta yang mengelola sekolah mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di kawasan itu bahkan di Kota Bogor. Meskipun sekarang yang tersisa di sana hanya perguruan tingginya saja karena untuk tingkat TK, SD, SMP, SMU telah menempati kawasan Pulo Armin di Jalan Pajajaran.
Adanya sekolah dan gedung bioskop di areal tersebut akhirnya menjadikan kawasan itu hidup oleh kehadiran para pedagang. Sejak dulu, arah masuk Jalan Rangga Gading (sekarang Lawang Rangga Gading) setiap pagi menjadi pasar kaget khususnya bagi konsumen warga keturunan Tionghoa. Mulai dari segala jenis sayur, buah, ikan, daging (ayam, babi, sapi) hingga kodok bahkan bulus dijual di sana. Selain jajanan kue tradisional tentunya.
Dibukanya perguruan tinggi Kesatuan sejak tahun 1996 semakin menambah ramainya pedagang makanan maupun minuman untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Siapa yang tak kenal es pudeng kesatuan atau batagor kesatuan pada awal 2000-an. Termasuk juga jajanan lainnya. Kehadiran para pedagang baru ini tak pelak menjadikan kawasan itu sebagai pusat kuliner yang ramai dan recomended.
Bisa dibayangkan kemacetan dan hiruk pikuknya kawasan di sudut Jalan Surya Kencana itu. Semrawut dan kumuh.
Kini revitalisasi kawasan Jalan Rangga Gading membuat tempat itu nampak tertata rapi. Beberapa booth untuk pedagang makanan yang bergaya Cina dengan khas warna merahnya menjadi pemandangan dengan nuansa baru yang berbeda. Unik. Selain estetik ornamen dan juga mural pada dinding yang makin menambah instagramable sudut pecinan ini.Â