Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kuncian Pak Prabowo

21 Agustus 2022   07:00 Diperbarui: 21 Agustus 2022   07:06 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhirnya Pak Prabowo kembali mencalonkan diri lagi sebagai capres untuk yang ketiga kalinya pada pilpres 2024 mendatang. Meski tetap dengan menyisakan teka-teki, siapakah yang akan mendampinginya sebagai cawapres. Karena sekalipun Gerindra dan PKB sudah resmi membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, namun Pak Prabowo tak serta merta 'mengangkat' Cak Imin sebagai pasangannya di perhelatan pilpres 2024.

Sebelumnya, Pak Surya Paloh telah mengajukan tiga nama (Pak Anies, Pak Ganjar, Pak Andika) sebagai kandidat yang diusung Nasdem untuk digadang-gadang sebagai capres. Pilihan pada tiga nama (yang tak satu pun merupakan kadernya Nasdem) itu diduga hanya mengacu pada elektabilitas semata. Sama ketika dia menggandeng Pak Jokowi dulu.

Berbeda dengan Nasdem yang malu-malu kucing untuk menunjuk langsung capresnya, Gerindra secara terbuka mendeklarasikan Pak Prabowo sebagai capres juga karena elektabilitasnya yang tetap tinggi. Bahkan konon sudah menembus di angka 30 %.

Sandera Elektabilitas

Dalam pemilihan presiden (dan kepala daerah) secara langsung, popularitas saja tak kan cukup menggiring orang-orang tuk memilihnya. Elektabilitas atau keterpilihan yang tinggi tetap menjadi krusial. Popularitas dan elektabilitas adalah dua faktor penentu kemenangan sang calon.

Sebagai contoh, ketokohan Pak Amien Rais sebagai lokomotif reformasi tetaplah tak mengangkat namanya di pentas nasional sebagai calon presiden yang diperhitungkan. Namanya tenggelam oleh pendatang baru, Pak SBY dan kemudian Pak Jokowi yang memiliki elektabilitas tinggi.

Dan tampilnya Pak Jokowi yang hanya kader partai biasa malah bisa mengungguli sang ketua umumnya sendiri dalam hal elektabilitas. Karena itu pula akhirnya PDIP harus merelakan kursi kepresidenan selama dua periode untuk Pak Jokowi.

Tingkat elektabilitas ini tidaklah tiba-tiba datang begitu saja. Tetap ada peran media yang tak bisa dianggap remeh. Apalagi di era medsos sekarang ini. Maka, selain peran media muncullah apa yang kita sebut sekarang sebagai buzzer (baik yang berbayar maupun pendukung militan).

Faktor elektabilitas ini yang akhirnya menyandera para elit partai ketika harus mengusung satu nama untuk calon presiden. Kecuali Gerindra, di mana sang ketua memiliki tingkat elektabilitas tinggi.

Jadi wajar ketika Pak Prabowo antusias menerima keinginan para kadernya untuk maju berlaga kembali di pilpres 2024. Sementara partai lain (PDIP sekalipun) seolah masih gamang untuk mengajukan kandidat presidennya.

Di sisi lain, pemilik elektabilitas tinggi (di luar Pak Prabowo tentunya) pun tak serta merta akan mudah begitu saja melenggang menuju RI 1. Ketentuan undang-undang mengharuskan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai atau gabungan partai-partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun