Mohon tunggu...
Madya Putra
Madya Putra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Netralitas ASN dalam Pilkada 2018

4 April 2018   09:30 Diperbarui: 4 April 2018   09:51 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2018 adalah tahun pertarungan politik untuk memperebutkan kursi kepala daerah yang ada di Indonesia, tercatat ada 171 daerah yang akan berpartisipasi pada ajang pemilu tahun ini. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di 2018. Sejak beberapa bulan terakhir, iklim politik di berbagai daerah sudah terasa. Sejumlah bakal calon kepala daerah sudah memasang atribut politiknya Beberapa provinsi diantaranya adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Dari data BPS pada tahun 2016 tercatat jumlah ASN aktif yang ada di Indonesia sebanyak 4.455.303 orang, dengan jumlah yang begitu banyak maka potensi ASN terlibat dalam kepentingan politik para calon kepala daerah sangat berpotensi besar. Memanasnya suhu politik dikhawatirkan bakal menyeret peran Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga anggota TNI, dan POLRI yang seharusnya bersikap netral.

Tak jarang mereka terlibat dalam proses pemenangan, sejak dari pencalonan, kampanye, bahkan pengerahan masa untuk memenangkan salah satu kontestan. Sebenarnya, upaya mencegah pelanggaran netralitas PNS/ASN sudah dilakukan terus. Tahun 2015 Kementerian PANRB menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Netralitas ASN dengan Kementerian Dalam Negeri, KASN , Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu).

Bentuk kerjasama itu adalah melakukan pengawasan netralitas ASN dalam Pilkada, merumuskan dan mendorong langkah-langkah tindak lanjut, membuat rekomendasi kepada pihak yang berwenang, melakukan koordinasi, sinkronisasi dan komunikasi bersama, serta melakukan pertukaran data informasi serta sosialisasi bersama. Netralitas ASN ini sebenarnya sudah diperintahkan oleh Undang Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) secara tegas menyatakan bahwa ASN berperan sebagai perencana, pelaksana dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dalam peran nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik KKN.

Keterlibatan ASN dalam ajang pilkada sudah sangat bertentangan dengan UU ASN No 5 Tahun 2014 Pasal 9 ayat 2 yang berbunyi "Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik". Asas netralitas ASN berdasarkan UU No 5 Tahun 2014 Pasal 2 huruf f menyatakaan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas. Asas netralitas menekankan  kepada ASN  agara tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Dalam mengantisipasi tidak netralnya ASN pada Pilkada 2018 maka secara khusus juga Menteri PAN-RB mengeluarkan Surat Edaran Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 yang isinya ASN dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik, dilarang memasang baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah, dilarang menghadiri deklarasi calon/bakal calon kepala daerah, dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya), dilarang berfoto bersama calon kepala daerah, dan juga dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

Surat edaran ini dibuat sedetail mugkin agar tidak ada celah bagi ASN yang ingin terlibat politik praktis. Hanya saja kemudian yang terjadi di lapangan tidak sepenuhnya dengan apa yang diharapkan UU ASN dan surat edaran MenPan-RB tentang netralitas ASN. Keterlibatan ASN dalam ajang Pilkada masih sering terjadi walaupun secara tak kasat mata terlihat, ini bisa saja disebabkan antara ASN tersebut ingin mempertahankan jabatannya atau juga karena ada intervensi dari pihak calon untuk mendukung dirinya. Adanya janji-janji politik seperti itulah yang kemudian membuat ASN sulit tidak terlibat didalam politik praktis.

Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) selama tahun 2016 dan 2017, terdapat 45 pelanggaran netralitas PNS/ASN dalam Pilkada serentak. Di tingkat provinsi, tercatat sebanyak 6 kasus, sedangkan pelanggaran di tingkat kabupaten/kota tercatat ada 39 kasus. Sebagian besar, yakni 34 kasus sudah diselesaikan secara tuntas, dan tinggal 11 kasus yang masih dalam proses penyelesaian.

Pelanggaran netralitas PNS dapat dikenakan hukuman disiplin sedang sampai kepada berat yang salah satunya berupa pemberhentian secara tidak hormat (DIPECAT). Untuk mencegah terjadinya pelanggaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dengan tegas mewajibkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) bersikap netral dalam setiap perhelatan politik. Tidak netralnya ASN dalam Pilkada sangat berpengaruh bagi jalannya roda pemerintahan, ini sebabkan karena ASN tidak lagi bekerja atas dasar sebagai pelayan publik akan tetapi menjadi pelayan kekuasaan.

Hal yang berat bagi seorang ASN adalah ketika petahana maju kembali sebagai calon kepala daerah. ASN bisa saja dijanjikan jabatan-jabatan strategis apabila mendukung dirinya. Misalkan saja ketika seorang Kepala SOPD di suatu daerah dijanjikan jabatan yang lebih tinggi, bagi-bagi proyek pembangunan yang akan dilakukan serta mendapatkan fasilitas khusus apabila mendukung petahana tersebut. Politik balas budi inilah yang masih sering terjadi di Indonesia yang juga menyebabkan banyak terjadinya kasus korupsi.

Selain itu juga, adanya uang setoran kepada Kepala Daerah menjadi hal yang lumrah dilakukan karena atas dasar membalas jasa sang kepala daerah yang sudah menjadikan ASN tersebut menjadi seorang pejabat. Hal seperti ini memang tidak bisa dipungkiri karena sang pejabat pun ingin mempertahankan jabatan yang telah didapatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun