Weightlifting atau angkat besi bukanlah cabang olahraga (cabor) populer di Indonesia. Ketimbang olahraga-olahraga populer lain seperti sepak bola, voli, atau bulu tangkis, angkat besi jarang mendapat sorotan dari media maupun khalayak. Tetapi, bisa dibilang bahwa angkat besi merupakan olahraga yang "diam-diam menghanyutkan". Maksudnya, tanpa ada pemberitaan atau suara bising dari masyarakat, cabor ini mampu membawa prestasi bagi Indonesia.
Sebut saja di pesta olahraga se-Asia Tenggara atau SEA Games. Sejak kali pertama dimasukkan ke daftar cabor yang dipertandingkan pada 2001, angkat besi konsisten menghadirkan medali emas untuk Indonesia. Sementara, untuk Asian Games, kompetisi olahraga multievent se-Asia, tercatat 24 medali, termasuk 2 medali emas, diperoleh Indonesia dari cabor ini. Belum lagi jika menghitung turnamen internasional macam Kejuaraan Dunia Angkat Besi, IWF Grand Prix, dan yang paling besar, Olimpiade Musim Panas.
Indonesia konsisten menghasilkan atlet angkat besi yang mampu menunjukkan taring di ajang internasional. Baik itu laki-laki atau perempuan, para weightlifters ini berhasil mengharumkan Tanah Air berkat kemampuan mereka di cabor ini. Sebut saja Winarni Binti Slamet, Sri Indriyani, almarhum Raema Lisa Rumbewas, Erwin Abdullah, hingga Triyatno, semua mampu "mengangkat" nama Indonesia di mata negara lain melalui angkat besi. Medali-medali, dari perunggu sampai emas, berhasil mereka bawa pulang ke negeri ini.
Dan tahun ini, ada satu nama yang sudah menyandang status legenda, namun masih mempunyai potensi berkompetisi di tahun-tahun mendatang. Sosok tersebut adalah Eko Yuli Irawan, atlet angkat besi yang sudah serius berkarier di cabor ini sejak tahun 2000, yang mana pada saat itu usianya masih 11 tahun. Status Eko sebagai legenda olahraga Tanah Air memang pantas disematkan kepadanya, mengingat sumbangsih pria asal Metro, Lampung terhadap dunia olahraga di Indonesia.
Nama "Eko Yuli Irawan" kali pertama mulai terdengar di telinga pecinta olahraga Indonesia pada 2006 lalu. Sosok ini mampu memperoleh medali perak pada Kejuaraan Angkat Besi Junior yang berlangsung di Tiongkok, saat itu pada kelas 56 kg. Hanya perlu setahun bagi Eko untuk menggaungkan namanya lebih keras, kali ini terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Pada 2007, Eko berhasil memperoleh 2 medali emas, yaitu pada Kejuaraan Angkat Besi Junior dan SEA Games 2007 di Thailand. Â Semenjak itu, Eko secara konsisten mendulang berbagai medali di banyak kompetisi, mulai dari regional, kontinental, hingga internasional.
Sosok Eko dikenal cukup lekat dengan medali emas. Di wilayah Asia Tenggara misalnya, Eko adalah peraih 7 medali emas dan 1 medali perak di pagelaran SEA Games, terhitung sejak kali pertama dirinya berpartisipasi pada 2007 hingga SEA Games 2023 lalu di Kamboja. Satu-satunya tahun di mana pria dengan tinggi badan 160 cm ini "gagal" memperoleh medali adalah pada SEA Games 2015 di Singapura, yang memang tidak mempertandingkan angkat besi di dalamnya.Â
Sementara, di kancah Asia, Eko memperoleh 2 medali perunggu dan 1 medali emas, dalam 4 edisi Asian Games yang ia ikuti sejak 2010. Publik tentunya tidak akan lupa dengan pencapaian Eko dalam mendapat medali emas tersebut, karena peristiwa ini terjadi di hadapan mereka, pada Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang. Suami dari Masitah ini tampil dominan di kelas 62 kg, berhasil mencatat total angkatan 311 kg, jauh di atas Trịnh Văn Vinh dari Vietnam yang berhasil mengangkat total beban 299 kg di peringkat kedua.Â
Momen haru tersaji setelah Presiden Joko Widodo mengalungkan medali emas tersebut, dilanjutkan dengan dikumandangkannya lagu Indonesia Raya. Ini adalah kali pertama cabor angkat besi menyumbang medali emas. Di masa lampau, atlet angkat besi Indonesia mentok memperoleh medali perak atau medali perunggu. Keberhasilan Eko seakan menjadi pintu bagi olahragawan lain di cabor ini untuk meraih prestasi yang setara dengannya, atau bahkan, lebih baik lagi.
Hal yang sama juga berlaku di berbagai kompetisi pada kancah dunia. Pada Kejuaraan Angkat Besi misalnya, Eko mengoleksi 8 medali, terdiri dari 1 medali emas, 5 medali perak, dan 2 medali perunggu. Medali emas yang Eko raih juga terjadi di tahun 2018, sekitar 3 bulan usai ia mememenangkan medali emas di Asian Games. Dan di beberapa kompetisi lain seperti IWF Grand Prix dan Kejuaraan Dunia IWF, Eko sudah memperoleh 2 medali emas dan 2 medali perak.
Meskipun begitu, ada 1 kompetisi prestisius yang masih Eko buru. Kompetisi tersebut tidak lain adalah Olimpiade Musim Panas. Sudah 4 kali Eko berpartisipasi pada pagelaran ini. Hasilnya, Eko meraih 2 medali perak dan 2 medali perunggu. Pada 2 edisi terakhir Olimpiade Musim Panas, yakni Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brazil, serta Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang, Eko harus puas melihat rival-rivalnya menjadi juara.
Tahun 2016, Eko kalah tipis di kelas 62 kg melawan weightlifter asal Kolombia, Óscar Figueroa, yang pada Olimpiade 2012 di London, Inggris, memperoleh medali perak. Perbandingan total beban yang mereka angkat hanya sebesar 6 kg. Sang lawan mampu mengangkat total beban 318 kg, sementara Eko sebesar 312 kg. Dan di Olimpiade Tokyo, Eko harus mengakui keunggulan Li Fabin, olahragawan angkat besi asal Tiongkok. Li berhasil memecahkan rekor olimpiade di kelas 61 kg, mengangkat total beban 313 kg. Angka tersebut terlampau jauh bagi Eko, yang saat itu mengangkat total beban 302 kg.