Mohon tunggu...
Mohammad Adrianto Sukarso
Mohammad Adrianto Sukarso Mohon Tunggu... Lainnya - Apapun Yang Menurut Saya Menarik

Lulusan prodi Jurnalistik Politeknik Negeri Jakarta yang sekarang sudah mendapat pekerjaan di bidang menulis. Masih berharap punya tekad untuk menulis lebih bebas di platform ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Politik di Indonesia Itu Amatlah Menyebalkan!

29 Desember 2023   18:16 Diperbarui: 29 Desember 2023   18:16 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disclaimer: artikel ini merupakan opini "anak muda" yang nantinya akan mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) keduanya pada 14 Februari 2024. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendapat yang dimuat bisa bersifat subjektif, meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berada di posisi netral. Dengan demikian, penulis amat terbuka atas saran, opini, maupun perbaikan fakta yang bisa jadi salah. Terima kasih atas pengertiannya.

Bagi segelintir orang, Pemilu pertamanya merupakan hari yang istimewa. Bagaimana tidak? Mereka secara langsung aktif berpartisipasi dalam menentukan masa depan Indonesia, dengan cara memilih sosok yang layak dianggap menjadi presiden dan wakil presiden, dan siapa saja orang-orang yang berhak duduk di kursi parlemen. 

Tapi, hal ini tidak berlaku untuk saya. Tanggal 17 April 2019 seharusnya menjadi hari di mana saya. seharusnya, ikut menyatakan pilihan terhadap sosok pemimpin negara. Usia saya saat itu menginjak 22 tahun 11 bulan, sangat cukup untuk memilih anggota legislatif dan anggota eksekutif RI. Saya melewatkan kesempatan di Pemilu 2014 karena saat itu, usia saya belum menyentuh 17 tahun. 

Saat itu, boro-boro mencoblos. Datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) saja saya enggan. Pada masa itu, saya teramat apatis dengan kondisi perpolitikan dan pemerintahan Tanah Air. 

"Mau siapa yang jadi presiden atau anggota DPR juga gue nggak akan terpengaruh," begitulah kurang lebih isi pemikiran saya.  

Saat itu, saya sama sekali tidak tertarik mendekati yang namanya politik. Di mata saya, politik itu hanya berisikan orang-orang tua yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan. Politik, jika ada baunya, itu pasti beraroma busuk.

Waktu berjalan dengan cepat. Pada akhir 2022 lalu, saya mendapat pekerjaan yang membuat saya mau tidak mau harus mengetahui seluk-beluk perpolitikan Indonesia untuk Pemilu 2024 nanti. 

Agak lucu memang, seakan jalan hidup yang saya hindari mati-matian, nyatanya kembali dengan cara yang, sebenarnya sudah saya duga, namun tetap saja agak menjengkelkan. Dan di pekerjaan baru ini, saya bisa menyimpulkan kalau apa yang saya pikirkan bertahun-tahun lalu, itu... Benar adanya.

Kalau dahulu, saya tahu politik itu busuk tanpa mengetahui apa yang para politisi itu perbuat, sekarang saya tahu sebagian kecil dari berbagai tindakan yang mereka lakukan demi mencapai tujuan tersebut. 

Dengan logika seperti ini, mungkin ada segelintir yang berpikir untuk memastikan diri agar menggunakan suara dengan bijak, memilih orang-orang yang layak menjadi wajah negara ini. Bukankah begitu? Bukan. Setidaknya untuk saya pribadi, lho ya.

Terus terang saja, saya menganggap lanskap politik di Indonesia itu sangat menyebalkan, terlebih untuk anak muda. Dan alasannya itu banyak sekali. Kita mulai dari contoh sederhana, yakni fanatisme buta dari orang-orang, yang bisa jadi bisa ditemukan di lingkungan sekitar. Dukungan membabi buta terhadap salah satu pasangan calon (paslon) maupun partai politik (parpol) ini rasanya sudah masuk ke tahap mengkhawatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun