Semenjak ditemukannya kasus Covid-19 pada Maret 2020 silam, pemerintah mulai menerapkan berbagai peraturan untuk membatasi kegiatan masyarakat Indonesia di luar rumah. Tujuannya  jelas, yaitu untuk mengurangi angka penularan virus antar sesama.Â
Meskipun ruang beraktivitas orang-orang terlihat berkurang, kenyataannya justru malah sebaliknya. Menghabiskan waktu di rumah membuat masyarakat mampu mengeksplor beragam kesibukan lain.
Peralatan elektronik macam smartphone, laptop maupun tablet, menjadi salah satu faktor meningkatnya produktivitas dalam masa pandemi.Â
Orang-orang banyak menggunakan gawai untuk mencari inspirasi dan ide, serta bagian dari aktivitas itu sendiri.Â
Hasilnya, banyak masyarakat yang memulai untuk memulai bisnis online, website atau blog, kanal YouTube, dsb.Â
Ada juga yang rajin mengikuti webinar atau kursus online, demi menambah maupun mengasah kemampuan mereka.
Tidak sedikit masyarakat mengumbar pencapaian mereka di media sosial. Sayangnya, tindakan mereka terkadang memantik api motivasi yang tidak seharusnya terjadi. Terdapat sejumlah oknum yang bekerja amat keras agar tidak tertinggal oleh pencapaian orang lain.Â
Begitu keras, sehingga mereka melupakan kebutuhan-kebutuhan manusia seperti bersosialisasi dan beristirahat.Â
Tindakan tersebut tidak lagi dapat disebut sebagai produktif, dan cenderung mengarah ke toxic productivity.
Apa Itu Toxic Productivity?