Mohon tunggu...
Ovic Gleichen
Ovic Gleichen Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Selain suka membuat komik, saya juga suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kalau Ada Golongan Putih (Golput), Golongan Hitamnya Siapa?

10 April 2014   19:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13971077401763027156

[caption id="attachment_331086" align="aligncenter" width="384" caption="dokumen pribadi (Paint)"][/caption]

Saat masa pencoblosan kemarin, ternyata masih saja ditemui beberapa rakyat yang tidak nyoblosdengan berbagai macam alasan. Ada yang tidak kenal dan tidak percaya Calegnya, tidak terdaftar, ada yang memanfaatkan momen “liburan” tersebut untuk bertamasya, hingga panen ikan. Seperti yang dilakukan para nelayan di Pacitan Jatim. Diberitakan Redaksi Trans7 pagi tadi.

Dan tidak dipungkiri lagi, mereka adalah para kaum Golput, golongan yang secara umumnya bersih dari politik model pemilihan, yang EGP siapa yang mau kepilih. Meski begitu, para elite golput bukan berarti anti pemerintah, meski tidak memilih, tapi (mungkin) dalam pandangan mereka, pastilah tetap ada barang satu atau dua caleg atau sosok yang diharapkan masuk ke kursi legislatif. Contohnya saat ada pemilu di negara lain, meski tidak punya hak untuk memilih, namun kita masih berhak untuk menjagokan para kandidatmeski rata-rata kita kenal dan tahu sosok tersebut dari pencarian internet atau media apapun. Tidak modal ikut-ikutan teman.

Dari beberapa priode yang telah terlewati, fenomena obral janji sudah lazim terjadi meski pada kenyataan sering tidak terbukti. Tapi kini, para Caleg sudah lebih kreatif dalam berkampanye. Kalau dulu, secara individu para kandidat akan berkata dengan tegas, “Saya akan.!!!”. Tapi belajar dari “saya akan” dan “akan” selalu tersebut, kini mereka jadi lebih hati-hati dan cukup berkata, “Marilah kita…”.

Dari beberapa nasihat, para golput sudah diingatkan bahwa hak memilih itu kewajiban. Sebagai rakyat sudah seharusnya kita menentukan siapa yang berhak di pilih menurut hati nurani. Tapi bagaimana jadinya kalau hati nurani mengatakan tidak untuk memilih? Hal seperti ini bisa dipahami dan dijadikan wacana sebagai bentuk ketidakpercayaan publik kepada “sumpah palsu” para yang terpilih kemudian.

Dengan berbagai pendapat dan argumen yang berseliweran seperti lemparan suriken di film Ninja Assasins, ada baiknya kita tetap optimis (dan saya harap yang golput juga optimis) karena kegagalan yang diprediksi terulang belum terjadi, dan semoga tidak terjadi. Soal adanya keingkaran janji dan praktek korupsi, saya pribadi meyakini (optimis) bahwa itu tidak bisa dihapus dari muka bumi ini, termasuk dari bumi Indonesia. Tapi setidaknya dikurangi, lah

Bukankah dengan adanya Golongan Putih, salah satu fungsinya untuk menekan Golongan Hitam? Ah, entahlah… karena hitam belum tentu kotor dan putih belum tentu bersih. Itu hanya soal warna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun