Mohon tunggu...
Madi Hakim
Madi Hakim Mohon Tunggu... -

Belajar tentang hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Salahkan Qory Sandrioriva, Dia Hanyalah Korban....

12 Oktober 2009   03:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:36 13843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Banyak orang yang menyalahkan Qory Sandrioriva saat dia melepas busana muslimahnya demi meraih gelar Putri Indonesia 2009. Bagi saya, Qory, juga orangtuanya yang kabarnya berdzikir saat Qory menang, mereka hanyalah korban. Ya, mereka hanyalah beberapa dari begitu banyak korban budaya kapitalis-konsumeris-materialis di negara kita. Maaf kalau bahasanya terlalu bombastis, tapi akan saya coba urai satu demi satu, sebatas kemampuan saya tentunya.
Qory menjadi korban budaya kapitalis, karena dia sampai rela mengorbankan ajaran agama yang luhur sifatnya, dan menukarnya dengan sesuatu yang bersifat materi. Dan kontes-kontesan itu sendiri adalah juga tradisi kapitalis, yang lebih mengedepankan fisik dan logika, dan mengesampingkan moral dan etika. Qory menjadi korban budaya konsumeris, karena untuk meraih gelarnya itu, tentu dia harus keluar banyak uang, dimana uang tersebut tentu akan lebih bemanfaat jika digunakan untuk hal-hal lain yang bermanfaat. Qory juga menjadi korban budaya materialis, karena dengan menjadi Putri Indonesia, banyak peluang baru akan muncul, dan dipastikan akan menguntungkan dari segi materi. Seperti menjadi bintang iklan, sinetron, ataupun bintang film. Maaf, yang terakhir ini, jujur saya tidak tahu motivasi Qory yang sebenarnya, tapi saya yakin 99% motivasinya bersifat materi.
Tetapi bagi saya, apa yang ada di benak Qory dan keluaganya, juga ada di benak sebagian besar bangsa kita. Bukankah sebagian besar kita, tanpa kita sadari, adalah juga korban dari budaya kapitalis-konsumeris-materialis tadi? Bukankah sebagian besar kita, lebih suka memilih profesi artis, penyanyi, bitang film, ketimbang guru, peneliti, dan berbagai profesi mulia lainnya? Maka mereka yang mati-matian berusaha menjadi artis, atau sok-sok-an ngartis, adalah korban.
Anda yang membela Qory, ataupun cuek terhadap sikap Qory, sadarkah anda, bahwa anda juga sudah menjadi korban? Bukankah budaya sekuler, permisif, dan cuek, elo-elo/gue-gue, adalah bawaan dari kapitalisme? Yang penting kan dia sudah dewasa secara umur, sudah dianggap bisa mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Yang penting kan dia tidak mengganggu saya, dan saya sama sekali tidak dirugikan atas apa yang dilakukan Qory. Barangkali itu yang ada di benak anda. Tetapi, akan tetap diamkah anda, jika anak anda, atau keluarga anda, atau kerabat anda, mencontoh apa yang Qory lakukan?
Dalam skala yang lebih luas lagi, akan banyak sekali korban-korban kapitalis-konsumeris materialis. Mereka yang menganggap kemenangan Qory sebagai anugerah, kemudian berdzikir, atau mengucap hamdalah, atau malah sujud syukur, mereka adalah korban, karena kapitalis menjauhkan orang dari agama, sehingga pemahaman baik dan buruk menjadi kabur. Juga mereka yang mendukung sepenuhnya kedatangan Miyabi ke Indonesia adalah korban, karena orangtua Miyabi sendiri malu terhadap perilaku Miyabi, bahkan mengusirnya saat Miyabi ingin ketemu keduanya. Bukankah dalam sebuah masyarakat yang beradab, ridho dan restu orangtua adalah yang utama? Bukankah dengan mengundang orangtua Miyabi ke Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung, kita telah menambah sakit hati kedua orangtuanya?
Mereka yang mengaku muslimah, namun tidak mau berbusana muslimah, atau berbusana muslimah namun ketat, sehingga (maaf) dada dan pantat masih terlihat menonjol, mereka juga adalah korban. Karena sebuah masyarakat yang beradab, nilai-nilai moral dan agama begitu dijunjung tinggi. Dan Islam jelas-jelas memerintahkan wanita untuk menutup auratnya. Bukankah salah satu arti Islam adalah tunduk, patuh terhadap segala aturan-Nya? Masalah suka-tidak suka, cocok-tidak cocok, itu relatif sifatnya, bergantung logika, dan logika manusia sangat terbatas kemampuannya.
Maka Bacalah, Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun