"Saatnya PBNU dipimpin HMI" menghiasi story dan Grup WhatsApp mahasiswa ketika Gus Yahya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU masa khidmat 2021-2026. Hal ini sontak menjawab isu politik yang hadir sebelum Muktamar NU bahwa HMI dan PMII Â akan bertarung apakah itu benar?
Sebagai mahasiswa "Fanatik" akan tendensi organisasi dalam menghadapi isu politik yang dibuat oleh oknum demagog culun pasti ada 2 kemungkinan yaitu gangguan "megalomania" atau "pledoi" syndrome.
Mari kita ulas apa saja alasan PMII dan HMI tidak bertarung di Muktamar NU ke-34?
Alasan pertama yang perlu diketahui bersama bahwa pada Panitia Muktamar NU Ke-34 di Lampung pada 22-24 Desember 2021 tidak melakukan Pembukaan Ketua Umum, karna dalam proses pemilihan yang disepakati dalam rapat pleno ke 3 menyatakan untuk dipilih oleh muktamirin (peserta aktif yang memiliki hak suara pada muktamar NU) PWNU dan PCNU se-Indonesia melalui pemilihan bakal calon, pemilihan calon ketua sampai ketua terpilih
Perwakilan dari PMII maupun HMI tidak sebagai partai politik dalam muktamar NU ke-34 menjadi alasan yang kedua. PMII dan HMI merupakan Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus yang bersifat Independen bukan Dependensi terhadap Nahdlatul Ulama.
Alasan ketiga bahwa PMII dan HMI fokus terhadap pembentukan Karakter Mahasiswa Muslim Islam di Indonesia bukan strategi untuk menjadi kendaraan politik hal ini didukung oleh Tujuan PMII sebagaimana termaktub dalam Anggaran Dasar (AD PMII) BAB IV pasal 4 "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia". Â Sedangkan dalam HMI Sebagaimana yang terdapat pada pasal 4 Anggaran Dasar HMI yang menyatakan bahwa tujuan HMI adalah "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT".
Dari tujuan masing-masing organisasi tersebut tidak terselipkan kalimat "mensukseskan kader yang mencalonkan diri dalam sektor strategis pemerintahan dan non-pemerintahan". Jadi tidak perlu berlebihan dalam mempermasalahkan isu politik yang kampungan itu dan dianggap beban dan menjadi moment kekalahan atau kemenangan suatu organisasi dalam muktamar ke-34 ini. Karna Nahdlatul Ulama milik umat islam bukan hanya milik salah satu organisasi mahasiswa tersebut.
Kita sebagai Warga Negara Indonesia yang baik sepatutnya menghormati dan meniru contoh berpolitik yang beradab dari kyai kita dalam berilmu serta memberi rasa kepercayaan satu sama lain dan bukan malah membuat gaduh dunia organisasi mahasiswa yang sedang gencar-gencarnya "di-cekoki" doktrin identitas pengkaderan.
Mau sampai kapan kita (PMII dan HMI) adu gengsi adu strategi kalau kebijakan kampus dan pemerintah masih bilang "bodo amat"?
Saat ini yang diperlukan Indonesia adalah Kolaborasi bukan eksistensi dari kedua organisasi tersebut dalam mengawal kampus atau pemerintahan.
Ketahuilah bahwa hidup hanya sekali. Penuhilah hatimu hanya dengan cinta, Cinta terhadap NKRI, cinta Tanah Air dan Cinta Rakyat Indonesia.
wallahul muwafiq ila aqwamith thariq
Salam Pergerakan !