Mohon tunggu...
Ni Loh Gusti Madewanti
Ni Loh Gusti Madewanti Mohon Tunggu... profesional -

Penulis adalah seorang perempuan dengan dua anak perempuan yang hebat. Hobi bersekolah dan memilih lulus dari program studi Pascasarjana Antropologi Universitas Indonesia. Lari dari Jakarta dan menghabiskan waktu dengan bercumbu pada buku, berdebat dengan angin lalu, dan mengusahakan diri untuk tetap sadar serta mengedepankan akal sehat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Soup of The Year

10 April 2014   22:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:49 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13971178061944997862

What! Pekik saya dalam hati! Siapa yang suruh saya kerja? Gundulmu rata! Saya kerja itu karena uang yang kita peroleh tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup, dan kamu sebagai laki- laki belum mampu memenuhi kewajiban kamu sebagai kepala rumah tangga seperti apa yang kamu selalu banggakan selama ini. Geram saya dalam hati. Habis asa saya, saya tinggalkan Sayur Sop yang panas penuh letupan pemberontakan setengah hati.

Gara- gara Sayur Sop, mood saya seharian ini kacau balau. Kadang saya berpikir, apa benar saya tidak becus jadi perempuan? Apakah seorang perempuan itu dianggap sempurna kalau ia bisa masak makanan yang enak- enak, duduk manis berpoles make up di rumah, dan menunggu keajaiban uang datang tiba- tiba di depan pintu rumah tanpa usaha? Sementara kami perempuan, tidak bisa memungkiri hidup ini harus tetap berlanjut, perut anak harus terisi, dan tentunya perut bapak. Perut saya? Hanya saya dan Tuhan yang tau.

Inilah pangkal permasalahan yang terkadang tidak kita sadari, sebagai seorang perempuan biasa dengan kehidupan rumah tangga sehari- hari. Sayur Sop itu telah mendidik saya tetang permasalahan jender. Perempuan identik dengan pekerjaan domestik. Mereka harus menjadi ‘Sang Master Chef’ dalam rumah, kalau gagal akibatnya kritikan bahkan cacian yang diberikan oleh juri layaknya yang sering kita tonton pada tayangan ‘Master Chef’ menjadi hal yang lumrah untuk ditelan bulat- bulat. Tidak ada alasan apapun yang bisa ‘melindungi’ si Sayur Sop. Termasuk alasan kenapa sampai hati memasak masakan yang murah, mudah dan itu-itu saja. Karena sebagai perempuan saya harus tetap bekerja di ranah publik, untuk memenuhi kebutuhan hidup, tanpa harus meninggalkan peran saya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Semoga saja.

“Hhhhhhhhhhhh…” saya menarik nafas dalam- dalam. “Sayur Sop, Sayur Sop..”

“Besok masak apa ya?” Tanya saya dalam hati.

“Kayaknya Sayur Sop oke juga..”
saya tertawa sendiri.

Pelajaran hidup yang saya terima hari ini.***
*) Seluruh bagian dari cerita ini berupa fiksi. Kesamaan nama dan atau  kejadian, adalah hal yang merupakan kebetulan belaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun