Mohon tunggu...
Madelina Ariani
Madelina Ariani Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan kelahiran Banjarmasin 21 tahun silam dan tertarik pada kegiatan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhmad, Maafkan Kakak!

30 Maret 2015   23:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:46 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Akhmad…..” Teriak ka Wulan dari arah dapur.

Dari kamarnya Akhmad segera menghampiri.

“Lagi-lagi kamu, sudah belum bisa cuci piring, eh malah sisa makan diberantakin.” Ka Wulan mengomel sambil memerlihatkan piring sisa Akhmad makan, terlihat juga sisa terung goreng di atas tempat piring yang sudah bersih.

“Tadi Akhmad meletakkannya benar koq ka, masa Akhmad sengaja meletakkan terung sisa itu di piring yang telah bersih?.” Balas Akhmad.

Ka Wulan tetap cemberut. “Lalu, kalau bukan kamu siapa lagi? Cuma kita berdua di rumah ini. Coba Kak Wulan lambat nyuci piring kamu, pasti di kira Ummi kak wulan yang gak benar cuci piringnya. Ya sudah kerjakan PR mu lagi. Awas kalau diulangi lagi!”

Akhmad kembali ke kamarnya. Bukan aku yang melakukannya, tapi siapa ya?. Benaknya.

***

Usai makan siang Kak Wulan dan Akhmad berbagi tugas, Kak Wulan mencuci piring dan Akhmad membersihkan meja makan. Usai membersihkan meja makan, Akhmad menghampiri Kak Wulan.

“Sini Kak, Akhmad bantu, piring yang sudah bersih Akhmad letakkan dalam lemari.” Akhmad menawarkan diri untuk membantu Kak Wulan.

“Tidak usah, biar kakak saja.”

“Kalau begitu biar kantong sampah sisa makanan itu Akhmad yang buang ke depan rumah Kak, Gimana?” Akhmad menawarkan bantuan sekali lagi. Akhmad masih tidak enak atas kejadian kemarin dengan Kak Wulan.

“Tidak usah, masih belum penuh kanton sampahnya.” Kak Wulan berkata sambil mengikat kantong sampah tersebut. “Tugas Akhmad membereskan meja makan sudah selesai, nah… mending sekarang Akhmad tidur siang atau belajar, minggu depan Akhmad ujian kenaikan kelas 2 SD kan?” Tambah Kak Wulan.

"Iya. Baiklah Kak kalau begitu. Akhmad ke kamar dulu.” Ucap Akhmad.

***

“Akhmad……!” Teriak Kak Wulan dari depan pintu kamar Akhmad.

Akhmad terbangun tiba-tiba dari tidur siangnya. Kaget. Apalagi ketika melihat Kak Wulan tepat berdiri di samping ranjangnya.

“Kamu ya!!!. Lagi-lagi berantakin dapur. Ngapain kantong sampah di robek dan dikeluarin isinya? ” Kak Wulan mengomel sambil menjewer kuping Akhmad.

“Haduh Kak, sakit.” Akhmad mengelus kupingnya yang dijewer Kak Wulan. “Bukan Akhmad Kak. Akhmad dari tadi tidur siang Kak.” Bela Akhmad.

“Lalu siapa kalau bukan kamu???, Tidak ada orang selain kita berdua di rumah ini” Kak Wulan terlihat makin gusar.

Mendengar keributan dari dalam rumah, Ummi yang baru datang dari pengajian di rumah sebelah bergegas masuk menuju kamar Akhmad.

“Bukan Akhmad Kak. Kenapa kakak selalu menuduh Akhmad?” Akhmad terus membela dirinya.

“Kamu ini sudah tidak mau mengaku malah balik bertanya ke kakak. Sebagai hukumannya, biar kamu yang beresin sampah tersebut.” Kak Wulan berkata sambil menarik Akhmad agar segera beranjak ke dapur.

Akhmad tetap bersikeras tidak beranjak dari tempat tidurnya. Akhmad kemudian menangis sambil berkata, “Bukan Akhmad yang melakukannya Kak, benar!!”

“Kamu ini.” Ucap Kak Wulan.

Ummi yang memperhatikan kejadian ini dari tadi lalu menengahi. Ummi duduk sambil memeluk Akhmad yang menangis di pelukkannya.

“Wulan… kamu tidak boleh berlaku demikian dengan adikmu sendiri. Berbicara dengan kemarahan, sampai menjewer kuping pula, karena belum pasti sampah itu yang memberantakinnya Akhmad.” Ummi menasihati Kak Wulan.

“Lalu siapa Ummi? Wulan tidak melakukannya juga. Apa mungkin sampah itu bergerak sendiri? Tidak mungkin kan Ummi?” Kak Wulan menjawab dengan nada suara yang lebih rendah meski demikian Kak Wulan masih terlihat gusar pada Akhmad.

“Iya, itu tidak mungkin. Nah… coba sekarang sama-sama kita lihat ke dapur apa penyebabnya.” Saran Ummi.

Semuanya lalu beranjak menuju dapur. Akhmad masih menangis di gendongan Ummi. Terdengar bisikan Akhmad ke telinga Ummi, “Bukan Akhmad yang melakukannya Ummi.”

“Iya.” Balas Ummi pelan sambil mengelus kepala Akhmad dengan lembut.

Sesampainya mereka di pintu dapur. Tiba-tiba…

Dubrak brak dub… terlihat anak kucing sedang menggigit kantonng sampah yang masih berserakan. Kemudian dengan sangat ketakutan anak kucing tersebut keluar dengan tergesa dari celah jendela dapur yang tidak tertutup rapat. Ketika anak kucing tersebut telah jatuh di tanah samping dapur terdengar ngeongannya “ngeong… ngeong…”

Melihat demikian, Ummi tersenyum menyimpul. Lalu berkata kepada Kak Wulan, “Nah… ternyata telah terbukti bahwa bukan Akhmad yang memberantakin kantong sampah tersebut! Gimana Kak Wulan??? Masih menuduh dan mau marah dengan Akhmad?”

Kak Wulan menunduk saja. Dari raut wajahnya sepertinya Kak Wulan menyesal dengan perlakuannya ke Akhmad tadi.

“Sekarang Kak Wulan harus minta maaf pada Akhmad. Meskipun kakak kalau berlaku salah harus minta maaf juga sama adikknya.” Kata Ummi menasihati. Ummi kemudian menurunkan Akhmad dari gendongan Ummi. Akhmad mulai berhenti menangis.

“Akhmad, maafkan Ka Wulan yang sudah menuduh, memarahi, dan menjewer kuping Akhmad ya! Kak Wulan benar-benar menyesal. Lain kali Kak Wulan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Gimana? Akhmad mau memaafkan Kak Wulan?” Kak Wulan menyulurkan tangan kanannya untuk bersalaman dengan Akhmad.

Dengan senyum Akhmad membalas salaman dari Kak Wulan. Sejurus kemudian Akhmad memeluk Kak Wulan dan berkata, “Iya Kak Wulan, Akhmad maafkan.”

“Makasih Akhmad.” Kak Wulan tersenyum memandangi Akhmad.

Ummi ikut tersenyum juga melihat kedua anaknya kini tidak berkelahi lagi.

Madelina Ariani- Cerpen anak satu-satunya yang pernah dibuat. Kira-kira dapat dimengerti oleh anak tidak ya jika dibaca?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun