Selama masa pandemi Covid-19, banyak informasi beredar mengenai pencegahan dan perawatan diri apabila terpapar virus. Salah satunya adalah informasi mengenai vitamin D yang dipercaya dapat "menangkal" virus Covid-19, oleh karenanya banyak ahli termasuk pemerintah dan celebrity/influencer menyarankan untuk berjemur di bawah sinar matahari selama 15 menit setiap harinya.
Peran vitamin D sebagai upaya meningkatkan sistem imun demi mencegah virus Covid-19 memang belum memiliki studi yang cukup, namun kita dapat melihat peran vitamin D pada penyakit yang sejenis. Studi review sistematik dan meta analisis yang dilakukan oleh Martineau et al (2017) menyimpulkan bahwa vitamin D melindungi dari infeksi saluran pernapasan akut, hal ini merupakan gejala yang umum ditemukan pada pasien Covid-19. Selain itu, penelitian oleh Ilie et al (2020) menemukan hubungan yang signifikan antara defisiensi vitamin D dan jumlah kasus kematian pada pasien Covid-19, menurunnya kadar vitamin D seiring usia juga meningkatkan risiko pada pasien usia lanjut.
Penelitian lain yang dilakukan di Spanyol menemukan sebanyak 80% dari 216 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami defisiensi vitamin D, selain itu, studi ini menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah daripada perempuan. Pasien Covid-19 yang kekurangan vitamin D memiliki risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi, peningkatan kadar feritin dan troponin serum, serta masa tinggal di rumah sakit yang lebih lama (Hernandez, 2020).
Dari berbagai penelitian tersebut, vitamin D dapat menjadi salah satu opsi dalam pencegahan, perawatan, maupun pemulihan pasien Covid-19. Sebagai ahli gizi, kita bisa memberikan saran dan berkolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, misalnya dengan memberikan pasien suplemen vitamin D atau memberikan diet yang kaya akan vitamin D. Dilansir dari laman NDTV Food, Dr. Preethi Raj menyarankan sejumlah bahan makanan untuk meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh, seperti ikan tuna, salmon, mackarel, minyak hati ikan, susu, keju, kuning telur, sereal, jamur, dan jus buah.
Dari berbagai penelitian yang sudah ada, bukan lagi alasan bagi kita untuk menambahkan vitamin D dalam diet, baik itu dalam sumber alami maupun suplemen. Namun, tetap perhatikan pedoman giziseimbang untuk memenuhi makanan sumber zat gizi makro dan mikro, serta melakukan aktivitas fisik dan olahraga.
Daftar Pustaka:
Grover, Neha. (2020). Vitamin D Deficiency Found In 80% COVID-19 Patients; Diet Sources Suggested By Expert. [Online]. Tersedia: . [10 November 2020].
Hernndez, J. L., dll. (2020). Vitamin D Status in Hospitalized Patients with SARS-CoV-2 Infection. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, dgaa733. .
Ilie, P. C., Stefanescu, S., & Smith, L. (2020). The Role of Vitamin D in The Prevention of Coronavirus Disease 2019 Infection and Mortality. Aging Clinical and Experimental Research, 32(7), 1195--1198. .
Martineau, A. R., dll. (2017). Vitamin D Supplementation to Prevent Acute Respiratory Tract Infections: Systematic Review and Meta-Analysis of Individual Participant Data. BMJ (Clinical research ed.), 356, i6583.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H