Pengetahuan adalah kekuatan transformatif yang mampu membongkar struktur penindasan dan memberikan akses kepada kebebasan. Melalui pendidikan, kesadaran kritis, dan media budaya seperti sastra, masyarakat dapat menentang kekuasaan yang tidak adil dan membangun system yang lebih inklusif.
Pendidikan sebagai Kunci Kesadaran Kritis
Pendidikan merupakan salah satu alat utama untuk mengembangkan kesadaran kritis, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi dan menantang sistem yang menindas. Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan Brasil, menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar transmisi pengetahuan, melainkan proses pembebasan. Dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, ia menjelaskan bahwa model "pendidikan perbankan"---di mana guru hanya menyimpan "tabungan pengetahuan" ke dalam pikiran siswa---memperkuat struktur dominasi. Freire mendorong pendekatan dialogis, di mana siswa dan guru belajar bersama sebagai subjek aktif.
Di Indonesia, konsep ini sejalan dengan ide-ide Tan Malaka dalam Madilog. Ia menegaskan signifikansi pendidikan yang berlandaskan logika dan ilmiah untuk memberdayakan masyarakat dalam melawan dogma dan eksploitasi kolonial. Tan Malaka memandang pendidikan sebagai sarana untuk membentuk masyarakat yang kritis dan mandiri. Ini jelas relevan dalam konteks saat ini, ketika pendidikan berfungsi sebagai alat melawan misinformasi dan manipulasi publik.
Ketidakadilan Struktural dalam Pendidikan
Sayangnya, pendidikan formal sering kali mencerminkan ketidakadilan sistemik. Contohnya, ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan berkualitas tetap merupakan isu global. Di Indonesia, data menunjukkan adanya kesenjangan pendidikan yang persisten antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta di antara kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda. Ini memperkuat siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan sosial.
Ivan Illich, dalam Deschooling Society, mengusulkan alternatif dengan menekankan signifikansi pembelajaran berbasis komunitas. Ia meyakini bahwa pendidikan seharusnya terlepas dari institusi yang kerap membatasi akses dan kreativitas individu. Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi komunitas untuk terlibat dalam pembelajaran mandiri melalui sumber daya lokal, seperti perpustakaan, kelompok diskusi, dan koneksi antarpribadi.
Sastra dan Budaya sebagai Instrumen Perlawanan
Selain pendidikan formal, sastra berfungsi sebagai sarana perlawanan yang signifikan. Misalnya, novel Bumi Manusia oleh Pramoedya Ananta Toer menggambarkan perjuangan melawan penindasan kolonial. Melalui karakter Minke, pembaca diajak untuk memahami bahwa pendidikan dan pengetahuan merupakan senjata paling efektif dalam melawan ketidakadilan. Karya ini juga menyoroti isu gender melalui karakter Nyai Ontosoroh, yang menghadapi diskriminasi ganda sebagai seorang wanita dalam sistem patriarki.
Karya sastra seperti Bumi Manusia tidak hanya membangkitkan kesadaran sejarah tetapi juga menginspirasi perjuangan melawan berbagai bentuk penindasan di masa kini, termasuk rasisme, seksisme, dan eksploitasi ekonomi.
Pengetahuan: Instrumen Perlawanan Universal