Sebagian besar perhatian pada radiasi pengion (IR) berfokus pada dampaknya yang berbahaya bagi makhluk hidup, namun peran IR juga mencakup pembentukan molekul organik, pengkondisian lingkungan planet yang layak huni, pengaruhnya sebagai faktor stres ekosistem, dan faktor evolusi. Ulasan ini mengkaji sumber IR, baik alami maupun akibat aktivitas manusia, serta dampaknya pada ekosistem yang membutuhkan perlindungan. Meskipun tanaman menunjukkan sensitivitas radiosensitivitas yang bervariasi, hanya tiga spesies yang mewakili ekosistem dalam perlindungan radiasi. Keberlangsungan hidup organisme tergantung pada tingkat kerusakan dan kemampuan pertahanannya, serta paparan dosis rendah yang dapat memicu efek non-target seperti stimulasi pertumbuhan. Efek non-target dari radiasi pengion (IR) baru mulai terungkap, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi, dosis, tahap perkembangan, musim, dan lingkungan. Dalam melihat respons terhadap IR, kami menyoroti bahwa jalur perbaikan DNA secara evolusi telah dilestarikan di seluruh Archaea, Bakteri, dan Eukarya, yang menunjukkan pentingnya pemeliharaan genom untuk kelangsungan hidup. Frekuensi mutasi akibat IR bergantung pada dosis, dan pada masa lalu, tingginya IR alami mungkin membutuhkan pertahanan seluler yang kuat. Dalam hal ini, kemungkinan adanya keseimbangan antara proses metabolisme dan mekanisme perlindungan yang mahal energi, yang mungkin mempengaruhi kecepatan evolusi dan penyebaran tanaman di darat.
Radiasi pengion alami berasal dari:
- Sinar kosmik (partikel dan elektromagnetik)
- Mineral radioaktif dalam tanah
- Radionuklida primordial (terbentuk sebelum tata surya)
- Radionuklida sekunder (menghasilkan peluruhan radioaktif)
Kontaminasi radioaktif meningkat karena aktivitas manusia, menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan bagi manusia dan biota. Radioaktivitas digunakan untuk energi nuklir dan pemuliaan tanaman, tetapi juga menghasilkan limbah yang memerlukan manajemen khusus. Sementara sekitar 50% dari paparan manusia berasal dari radionuklida alami, emisi radioaktif yang tidak terkendali menimbulkan risiko akut dan kontaminasi jangka panjang bagi ekosistem. Kecelakaan nuklir besar seperti di Kyshtym, Chernobyl, dan Fukushima menunjukkan dampak radiasi pada tanaman, tergantung pada musim, tahap pertumbuhan, dan dosis paparan. Tanaman mengalami kerusakan yang bervariasi, dengan periode pertumbuhan aktif lebih rentan terhadap radiasi. Hingga kini, perlindungan lingkungan dan spesies liar belum sekuat perlindungan manusia, dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang radiasi pada ekosistem yang berbeda.
Dampak paparan radiasi pengion (IR) pada sel hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber radiasi, jenis, dosis, dan sensitivitas spesies. Meskipun kerusakan DNA inti adalah efek utama, IR juga merusak mitokondria dan kloroplas. IR menyebabkan kerusakan DNA seperti pemutusan untai ganda, yang mengganggu fungsi sel seperti transkripsi dan replikasi. Selain itu, IR memicu reaksi dengan air seluler, menghasilkan radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (ROS), yang menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA, dan kerusakan membran. Walaupun ROS berperan dalam sinyal stres dan pertumbuhan, pada paparan IR yang tinggi, keseimbangan produksi dan detoksifikasi ROS terganggu, menyebabkan kerusakan lebih lanjut. IR juga memicu ikatan silang DNA-protein yang mengganggu struktur DNA dan menghambat proses penting dalam sel, berisiko mengakibatkan kematian sel.
Sistem pertahanan tanaman terhadap radiasi pengion (IR) terdiri dari beberapa mekanisme yang saling terintegrasi. Pertama, tanaman memiliki sistem antioksidan yang berperan penting dalam melawan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dihasilkan dari radiolisis udara. Sistem ini bekerja untuk menjaga keseimbangan antara produksi dan detoksifikasi ROS, di mana ROS sendiri juga memiliki peran penting sebagai molekul sinyal dalam hormon crosstalk dan respon stres. Mekanisme perbaikan DNA merupakan komponen kunci lainnya dalam sistem perlindungan tanaman. Sistem ini bertanggung jawab untuk memperbaiki berbagai jenis kerusakan DNA, termasuk single-strand break (SSBs), double-strand break (DSBs), kerusakan basa DNA, dan cross-linking DNA. Proses perbaikan ini sangat penting untuk mempertahankan integritas genomik dan membantu memulihkan fungsi sel normal setelah paparan radiasi. Tumbuhan juga menunjukkan kondisi fisiologis dalam menahan radiasi. Sensitivitas tanaman terhadap radiasi sangat bergantung pada tahap perkembangannya, dimana tanaman menunjukkan sensitivitas yang lebih rendah selama masa dormansi di musim dingin dibandingkan dengan periode pertumbuhan aktif. Selain itu, terdapat perbedaan radiosensitivitas yang signifikan antar spesies tanaman, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti volume kromosom, jumlah bahan fotosintesis, serta karakteristik struktural dan fungsional spesifik spesies. Keseluruhan sistem perlindungan ini bekerja secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk mempertahankan homeostasis sel dan mencegah kerusakan fatal akibat paparan radiasi. Respons yang terkoordinasi ini memungkinkan tanaman untuk bertahan hidup dan beradaptasi terhadap paparan radiasi pengion, baik yang bersifat akut maupun kronis. Efektivitas sistem perlindungan ini juga menentukan tingkat ketahanan spesies tanaman terhadap berbagai tingkat paparan radiasi di lingkungannya.
Paparan radiasi pengion (IR) pada tanaman menunjukkan efek yang berbeda antara dosis tinggi akut dengan dosis rendah kronis. Pada paparan dosis tinggi akut, tanaman mengalami kerusakan DNA langsung yang parah seperti double-strand breaks (DSBs) yang dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan. Dampak paling serius terjadi saat musim pertumbuhan aktif karena tingginya aktivitas meristem, seperti yang terlihat pada kasus "Red Forest" di Chernobyl dimana gymnosperm mengalami abnormalitas morfologi yang signifikan. Tingkat kerusakan juga sangat dipengaruhi oleh waktu paparan, dengan dampak yang lebih parah saat musim pertumbuhan dibandingkan saat musim dorman. Sementara itu, paparan dosis rendah kronis tidak selalu mengakibatkan peningkatan mortalitas. Justru, paparan ini dapat memicu berbagai efek non-target yang bersifat sementara dan bahkan dapat menstimulasi pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Efek-efek ini sangat bergantung pada berbagai faktor seperti spesies tanaman, jenis radiasi pengion, dosis dan laju dosis, tahap perkembangan, musim, serta faktor lingkungan lainnya. Sensitivitas terhadap radiasi juga bervariasi antar spesies tanaman. Tanaman herba umumnya memiliki ketahanan dua kali lebih tinggi dibandingkan pohon berkayu, sementara konifer menunjukkan sensitivitas yang sangat tinggi, setara dengan mamalia. Perbedaan sensitivitas ini dipengaruhi oleh volume kromosom dan jumlah material fotosintesis. Hal ini tercermin dari variasi tingkat dosis letal yang berkisar antara 3-4 Gy untuk bibit tanaman dan pinus, hingga lebih dari 1000 Gy untuk biji semanggi. Kompleksitas dan variasi efek IR pada tanaman ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut, terutama dalam konteks perlindungan radiasi pada biota non-manusia.
Penelitian tentang sensitivitas radiasi dan mekanisme pertahanan IR pada tanaman seperti Lemnaceae, yang kembali ke lingkungan air setelah kolonisasi darat, dapat memberikan wawasan penting. Tanaman air seperti ini belum banyak diteliti, dan genomik komparatifnya mungkin mengungkap mekanisme yang mendorong kolonisasi darat. Temuan ini bisa mendukung pelestarian keanekaragaman hayati, terutama untuk spesies air yang kurang terlindungi dari radiasi. Adaptasi terhadap paparan radiasi kronis juga penting bagi ketahanan tanaman di lingkungan dengan aktivitas genotoksik tinggi akibat ulah manusia. Karena respons terhadap IR sering melibatkan jalur stres yang juga berlaku untuk logam berat dan radiasi UV, pemahaman ini bisa meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres lain, relevan untuk ketahanan pangan di masa depan. Selain itu, memahami gen radioresistensi tanaman bermanfaat untuk eksplorasi ruang angkasa, karena tanaman bisa menjadi sumber nutrisi dan oksigen dalam kondisi radiasi tinggi di luar Bumi.
Dari sudut pandang manusia, dampak radiasi pengion (IR) sering dianggap hanya sebagai masalah sederhana jangka pendek, tetapi sebenarnya, IR memiliki interaksi kompleks dengan ekosistem. Radionuklida dari aktivitas manusia seperti energi nuklir, industri, dan senjata dapat mengubah ekosistem secara permanen. Sayangnya, pemahaman tentang efek iradiasi kronis dalam skala ekologi masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk sensitivitas radiasi yang berbeda antar spesies, ketidakmampuan biota non-manusia untuk berpindah dari area terkontaminasi, dan interaksi kompleks dalam ekosistem. Untuk memahami lebih baik, perlu dilakukan penelitian terhadap efek IR pada berbagai jenis organisme dan dalam hubungannya dengan stres lainnya. Pendekatan ini menunjukkan bahwa IR telah lama menjadi faktor ekologis yang memengaruhi kehidupan di Bumi. Sebagai stres genotoksik kuno, mekanisme pertahanan terhadap IR ditemukan di berbagai kelompok kehidupan. Penurunan IR di permukaan selama jutaan tahun memungkinkan evolusi organisme dengan sistem perbaikan DNA yang lebih hemat energi, yang mendorong munculnya spesies dan sistem yang lebih kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H