Mohon tunggu...
Made Oka Cahyadi Wiguna
Made Oka Cahyadi Wiguna Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekaa Teruna dalam Filosofi Hindu

12 Agustus 2020   16:48 Diperbarui: 12 Agustus 2020   16:40 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Desa adat dikonsepkan sebagai "kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri". 

Berdasarkan konsep tersebut dapat dipahami bersama bahwa desa adat di Bali merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang menjalankan tradisi dan tata pergaulan masyarakatnya berdasarkan ajaran Agama Hindu. Dalil tersebut lahir atas dasar adanya ikatan kahyangan tiga maupun kahyangan desa di dalam suatu desa adat. 

Kahyangan tiga yang dimaksudkan tidak lain adalah Pura Kahyangan Tiga yang diwujudkan ke dalam Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem merupakan simbol dari implementasi ajaran Agama Hindu mengenai Tri Kona dan Tri Murti yang merupakan tempat pemujaan bagi seluruh warga (krama) desa. Selain daripada itu, berbagai aktivitas krama desa sangat erat kaitannya terhadap kewajiban berkait dengan Kahyangan Tiga (Sirtha 2008). 

Wiana dalam karyanya lebih memilih menggunakan terminologi Desa pakraman daripada Desa Adat untuk menamai kesatuan masyarakat hukum adat di Bali. Landasannya kembali lagi bahwa ajaran yang mengikat masyarakat hukum adat di Bali adalah Agama Hindu. 

Disamping itu Desa Pakraman merupakan sebuah institusi yang otonom dan mempunyai aturan tata kehidupan yang disebut awig-awig untuk mengatur dan mengurus berbagai hal yang sakral dan besifat niskala dengan mengamalkan Ajaran Agama Hindu. 

Wiana menjelaskan bahwa berdasarkan Lontar Mpu Kuturan Desa Pakraman didirikan oleh Sang Catur Varna (Brahma, Ksatriya, Waisya dan Sudra Varna) manut "linging Sang Hyang Aji" artinya menurut ajaran Agama Hindu. 

Selanjutnya juga dijelaskan bahwa hakekat Desa Pakraman adalah Desa Pasraman dengan asal kata Desa yang menurut bahasa Sanskerta artinya berbagai patokan atau petunjuk rohani dan Pasraman yang diartikan tingkatan-tingkatan hidup untuk mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksa sebagaimana dalam ajaran Catur Purusa Artha. 

Maka untuk mencapai apa yang diajarkan dalam Catur Purusa Artha, di dalam Desa Pakraman diimplementasikanlah Catur Asrama yaitu Brahmacari Asrama yang diwujudkan dalam kehidupan teruna-teruni, Grhasta Asrama terwujud ke dalam kehidupan krama ngarep dan Wana Prastha Asrama disimbolkan dengan krama penglingsir. 

Sedangkan Sannyasa Asrama sudah lepas sama sekali dengan berbagai ikatan keduniawian dan kehidupan masyarakat (Wiana 2004). Di daerah Bali selatan, krama penglingsir  sering disebut krama pengele yaitu krama adat yang telah "pensiun" dari kewajiban-kewajiban sebagai krama adat yang kedudukannya telah digantikan/diteruskan (biasanya) oleh keturunannya. 

Wiana berpandangan bahwa Catur Asrama inilah konsep keharmonisan hubungan yang vertikal yang dibangun antar generasi dalam konsep Hindu (Wiana 2007).

Sampai pada perbincangan di atas, sesungguhnya sudah dapat terlihat dan dipahami bahwa kedudukan sekaa teruna sebagai manifestasi dari ruang atau fase kehidupan dari teruna-teruni dalam wadah Brahmacari Asrama. Brahmacari Asrama dalam Catur Purusa Artha merupakan ruang atau fase kehidupan umat manusia menurut ajaran Agama Hindu dalam prioritas kehidupannya untuk menimba ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan satu langkah awal atau merupakan suatu fondasi untuk membangun sumber daya manusia Hindu yang kokoh baik secara fisik, mentap dan spiritual. Dalam rangka menyongsong fase kehidupan berikutnya sebagai krama ngarep dalam konteks Desa Pakraman. Disamping itu agar mampu berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam pembangunan sebagai bagian dari warga Negara di alam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Dengan demikian, keberadaan Sekaa Teruna dalam tata pergaulan Desa Pakraman tidak dapat disepelekan begitu saja. Mengingat kedudukan Sekaa Teruna sangat strategis sebagai benteng bahkan sebagai kawah candradimuka yang melahirkan sumber daya manusia yang tangguh, berkepribadian, tau akan jati diri dan yang utama adalah mampu menjalankan Dharma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun